Sukses

Gubernur BI: Inflasi Jadi Masalah Serius di Semua Negara

Bank Indonesia melihat bahwa masalah inflasi ini tak hanya terjadi di negara berkembang, inflasi juga kini menjadi masalah di negara maju.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan angka inflasi menjadi masalah serius. Masalah inflasi ini tak hanya terjadi di negara berkembang dan negara pasar berkembang saja tetapi juga negara maju.

"Beberapa negara berkembang hanya ingin pulih dengan fiskal yang terbatas, serta beberapa negara berkembang memiliki masalah utang," jelas Perry dalam Side Event G20, High Level Discussion, dikutip dari Antara, Jumat (22/4/2022).

Tak hanya di negara berkembang, inflasi juga kini menjadi masalah di negara maju. Peningkatan inflasi di berbagai belahan dunia merupakan dampak dari konflik Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung.

Ketegangan geopolitik kedua negara menyebabkan tingginya harga komoditas, terutama harga energi dan makanan yang berdampak langsung kepada seluruh negara.

Selain inflasi, Perry menyebutkan dampak konflik kedua negara adalah melalui jalur perdagangan.

"Perang tentunya membuat masalah dalam rantai pasokan global serta membuat perlambatan pertumbuhan ekonomi global," katanya.

Dengan adanya konflik kedua negara ini, ia mengatakan Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke bawah proyeksi ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen pada tahun ini.

Tak hanya di jalur perdagangan, konflik Rusia dan Ukraina pun memberi dampak kepada jalur keuangan dengan implikasi banyaknya bank sentral dunia yang merasa perlu menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi dan pengetatan likuiditas global.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Inflasi Indonesia di 2022 Bisa Sentuh 8,7 Persen

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara buka kemungkinan inflasi bisa menyentuh angka 8,7 persen pada 2022 ini. Ini merupakan imbas dari scarring effect pasca pandemi Covid-19, ditambah konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.

Suahasil mengatakan, dampak luka akibat pandemi turut menyebabkan peningkatan harga dan kenaikan angka inflasi. Pemerintah terus berupaya agar lonjakan harga komoditas tidak terlalu tinggi, sehingga proses pemulihan ekonomi bisa berjalan lancar.

"Jadi recovery memiliki hal yang harus kita waspadai. Di tengah-tengah itu lalu tiba-tiba terjadi geopolitik, perang Rusia dan Ukraina. Sehingga yang tadinya kita bayangkan bahwa oke, ada inflasi tapi akan kita tangani, inflasi tersebut tiba-tiba ditambah lagi krisis geopolitik ini," ujarnya dalam Rakorbangpus 2022, Kamis (21/6/2022).

Merujuk rilis IMF, Suahasil menyebut, IMF meramal pertumbuhan ekonomi dunia bakal turun 0,8 persen di 2022, dari sebelumnya 4,4 persen menjadi 3,6 persen.

Sementara proyeksi inflasi tahun ini bahkan bisa mencapai angka 5,7 persen di negara maju, dan 8,7 persen di negara berkembang. Itu 1,8 dan 2,8 poin lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Januari 2022 lalu.

"Inflasi dunia yang tadinya dipikirkan 3,9 persen saja, diperkirakan akan naik lagi 1,8 dan 2,8 poin presentase lebih tinggi. Dan emerging market termasuk Indonesia di dalamnya diperkirakan inflasinya juga akan meningkat," ungkapnya.

Suahasil tak memungkiri, Indonesia tidak bisa lepas dari kondisi geopolitik dunia saat ini. Namun, pemerintah tetap perlu mensiasatinya agar tak berdampak lebih para pada perekonomian nasional.

"Kalau kita lihat inflasi yang meningkat di berbagai macam tempat, kita lihat inflasi ini sudah mulai naik di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ini harus kita tangani," seru dia.

3 dari 3 halaman

Inflasi Maret 2022 Tercatat 0,66 Persen, Tertinggi sejak Mei 2019

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi untuk Maret 2022. Dalam survei BPS, Indeks Harga Konsumen (IHK) naik dari 108,24 pada Februari menjadi 108,95 pada Maret. Dengan kata lain terjadi inflasi di Maret 2022 sebesar 0,66 persen.

“Pada Maret ini terjadi inflasi 0,66 persen (mtm). Kalau kita tarik mundur ke belakang Ini merupakan inflasi yang tertinggi sejak Mei 2019 di mana saat itu terjadi inflasi sebesar 0,68 persen,” kata Kepala BPS Margo Yuwono, dikutip dari Antara, Jumat (1/4/2022).

Penyumbang inflasi pada Maret ini utamanya berasal dari komoditas cabai merah, bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan serta minyak goreng.

“Jadi ada lima komoditas utama penyumbang inflasi pada Maret 2022 yaitu cabai merah, bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan dan minyak goreng,” jelasnya.

Dengan terjadinya inflasi pada Maret, maka angka inflasi tahun kalender Maret 2022 terhadap Desember 2021 sebesar 1,2 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) Maret 2022 terhadap Maret 2021 sebesar 2,64 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.