Sukses

Harga Komoditas Naik, Penerimaan Negara Melimpah

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Akhmad Akbar Soesamto menilai kenaikan harga komoditas menyumbang penerimaan negara

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Akhmad Akbar Soesamto menilai kenaikan harga komoditas menyumbang penerimaan negara. Termasuk dari sisi pajak beberapa komoditas di tanah air.

Ini masih jadi bagian efek positif dari dampak polemik perang Rusia dan Ukraina. Misalnya, pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas bumi, serta sumber daya alam migas.

"Terkait dengan windfall yang didapatkan pemerintah dari kenaikan harga-harga komoditas ya. Itu ada PPh Migas meningkat drastis, kalau Januari 2021 itu minus 22 persen, nah tahun 2022 itu sudah naik (162,0 persen)," katanya dalam CORE Media Discussion, Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra Pandemi, Selasa (19/4/2022).

"Kemudian pendapatan dari sumber daya alam berupa migas juga meningkat, pendapatan dari pajak pertambangan juga meningkat drastis. Sekali lagi ini sangat membantu pemerintah," imbuh dia.

Dari sisi penerimaan dari perdagangan luar negeri juga, kata dia, mengalami peningkatan. Meski jumlahnya tidak setinggi sumbangan kenaikan harga komoditas.

Sejumlah capaian ini menurut pemantauannya dalam dua bulan pertama tahun 2022. Dengan demikian, ia menilai ini jadi awal yang baik bagi pendapatan negara.

"Pesan yang mungkin saya sampaikan adalah bahwa kita bersyukur dalam dua bulan pertama 2022 ini penerimaan pemerintah meningkat drastis dan itu tanda-tanda yang baik buat pemerintah. Meski itu baru dari dua bulan pertama, kita masih harus melewati 10 bulan yang lain," terangnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tambahan Penerimaan Lain

Diluar penerimaan tadi, kata dia, pemerintah juga mendapat tambahan penerimaan yang lain. Terutama tambahan dari dampak perubahan regulasi yang dilakukan pemerintah.

"Terutama perubahan terkait dengan penjualan beberpaa komiditas yang membantu untuk meningkatkan pendapatan pemerintah diluar windfall yang didapatkan dari kenaikan harga," kata dia.

Ia merinci yang dimaksud regulasi yang diubahnya. Misalnya, Peraturan Menteri keuangan Nomor 23/PMK.05/2022 tentang perubahan ketiga atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020. Untuk harga CPO di atas USD 1.500 per ton, maka akan kena pungutan ekspor USD 375 per ton.

"Dengan asumsi permintaan akan meningkat dari India menjelang bulan Ramadhan akan mendorong penerimaan untuk bea keluar," kata dia.

Dari sisi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memiliki peran. Dengan mengubah besaran PPN jadi 11 persen.

"Dengan asumsi pertumbuhan konsumsi bisa tumbuh 5 persen, maka nilai PPN di tahun ini bisa mencapai Rp 681 Triliun atau tumbuj 24 persen dibandingkan tahun lalu," kata dia.

"Itu adalah satu potensi yang bisa kita dapatkan juga dari perubahan regulasi yang kita lakukan," tambahnya.

 

3 dari 4 halaman

APBN Surplus

Kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disebut dalam kondisi yang cukup baik. Terlihat dari penerimaan negara yang mengalami peningkatan dalam dua bulan pertama 2022.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Soesamto menyampaikan dengan kondisi demikian, belanja negara cenderung stabil atau tetap.

"Jadi secara prinsip bahwa saat ini posisi apbn kita penerimaannya cenderung meningkat, kabar baik, good news gitu ya. Sementara pada waktu yang sama, belanja cenderung tetap," kata dia dalam CORE Media Discussion, Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra Pandemi, Selasa (19/4/2022).

Menurut pantauannya dalam dua bulan pertama ini, kata dia, posisi APBN pun disebut mengakami surplus.

"Apa yang sudah kita capai dalam dua bulan pertama ini, itu relatif cukup besar dibandingkan dengan belanja kita. Intinya bahwa pendapatan kita itu meningkat, kita cukup aman di tahun ini. Jadi pada tahun ini, kita posisinya itu," katanya.

"Aslinya posisi kita untuk dua bulan pertama 2022 ini kita bagus, dimana kita mengalami surplus. Surplus anggaran, dan ini bagus dari beberapa tahun terakhir," imbuh dua.

 

4 dari 4 halaman

Perbandingan

Ia mencoba membandingkan kondisi APBN saat ini dibandingkan dengan kondisi pada 2018 hingga 2021 lalu. Dari sisi keseimbangan primer atau selisih antar pendapatan dan belanja pemerintah, APBN mengalami surplus.

"Keseimbangan primer itu adalah selisih antara pendapatan pemerintah dengan belanja pemerintah dimana belanja pemerintahnya itu mengeluarkan item pembayaran utang. Jadi, ketika item pembayaran utang itu kita keluarkan, kita akan punya penerimaan pemerintah dikurangi belanja. Kalau sudah dikelyarkan itu kondisi kita sudH surplus sekarang. Jadi untuk keseimbangan primer," paparnya.

Ia pun menyimpulkan, dengan kondisi demikian, keadaan fiskal Indonesia dipandang cukup baik selama Januari-Februari 2022. Ia pun menjabarkan penerimaan pajak yang meningkat di dua bulan pertama ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.