Sukses

PDB Indonesia Bisa Naik hingga USD 135 Miliar di 2025 Bila Berhasil Memenuhi Syarat Ini

Sayangnya, kini tingkat partisipasi kerja perempuan di Indonesia masih rendah dibanding pekerja laki-laki.

Liputan6.com, Jakarta Siapa sangka, bila Indonesia mampu meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan. Produk Domestik Bruto (PDB) akan meningkat hingga USD 135 miliar pada tiga tahun mendatang.

Hal itu dikatakan Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Leni Nurhayanti Rosalin dalam acara virtual bertema Perempuan-Perempuan di Dunia Tambang.

“Kalau merujuk analisis 2018, kesimpulannya, Indonesia dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar USD 135 miliar per tahun di tahun 2025 dengan syarat partisipasi perempuan dapat ditingkatkan,” tuturnya, Senin (18/4/2022).

Namun sayangnya, kini tingkat partisipasi kerja perempuan di Indonesia masih rendah dibanding pekerja laki-laki. Selain pertambangan, yang paling sedikit diisi oleh perempuan yaitu sektor listrik dan gas.

“Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia ini masih 53 persen. Sementara laki-laki 82 persen. Sektor lapangan pekerjaan utama yang paling sedikit ditempati oleh perempuan, selain pertambangan dan penggalian, juga pada listrik dan gas. Itu berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional yang terbaru di Agustus 2021,” ungkapnya dalam kesempatan tersebut.

Hal itulah yang membuat perempuan kesulitan mencapai kepemimpinan tertinggi dalam pengambilan keputusan, tutur Leni.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pekerja Perempuan Terus Menurun

Menilik angka selama tiga tahun terakhir, Leni mengatakan, “Pekerja perempuan di industri tambang Indonesia terus menurun. Itu berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2021. Hanya berada pada kurang dari 10 persen dari jumlah keseluruhan tenaga kerja di sektor tersebut.”

Dalam industri tambang, kata Leni, perempuan lebih banyak justru berperan sebagai pekerja informal di pertambangan skala kecil. Jadi perempuan pekerja paruh waktu yang tentunya mendapatkan upah yang lebih rendah.

Di samping itu, menurut data Kementerian ESDM, mereka itu bekerja dengan melakukan pemilahan, penyulangan, pengairan, pembawa batu dan pasir, penghancur batu.

“Oleh karena itu, kita perlu sinergi bersama karena hal ini sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja yang kondusif dan layak bagi perempuan Indonesia, termasuk dalam pertambangan,” katanya.

Meski demikian, para perempuan akan tetap berisiko dikeluarkan dari pekerjaannya karena perang gender tersebut.

 

 

3 dari 3 halaman

Upaya dan Kebijakan

Dalam hal ini, kebijakan yang telah disiapkan Pemerintah sebetulnya sudah tercantum dalam UUD 1945. Namun, secara operasional itu sudah ada di Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang mainstreaming gender tadi.

Dari sisi regulasi terkait salah satu dari ketiga isu - pembatasan peran perempuan, hambatan dalam karier, dan kerentanan lingkungan kerja – yaitu kerentanan lingkungan kerja, Leni berharap para perempuan bisa lebih merasa terlindungi.

“Mudah-mudahan dengan dikeluarkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang tidak hanya terjadi di rumah, tetapi juga di tempat kerja dan di ruang publik, turut mencegah segala bentuk kekerasan seksual menangani, melindungi, dan memulihkan korban termasuk jika terjadi di sektor pertambangan,” harapannya.

Sementara itu, Kementerian PPPA sendiri telah mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender dan Peduli Anak di Tempat Kerja.

“Sebetulnya kami keluarkan sejak 2015. Ini pemenuhan hak pekerja perempuan dalam rangka peningkatan produktivitas kerja. Tentunya ini untuk semua sektor,” tambahnya.

Di samping itu, juga ada Peraturan Menteri PPPA No. 1/2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan. “Ini upaya kami untuk melindungi pekerja dari diskriminasi dan kekerasan,” kata Leni.

Sementara sebagai upaya terkini yang dilakukan Pemerintah, ada regulasi Peraturan Menteri No. 5/2015, terkait sarana kerja yang responsif gender dan peduli anak di tempat kerja. Misalnya, bagaimana perusahaan menyediakan tempat penitipan anak atau menyediakan ruang untuk memerah ASI untuk karyawatinya.

Yang selanjutnya, juga ada Peraturan Menteri No. 1/2020 terkait penyediaan rumah perlindungan pekerja perempuan di tempat kerja.

“Keduanya itu yang kami mintakan kepada perusahaan-perusahaan untuk bisa disediakan karena untuk membantu para perempuan dalam mendukung pekerja perempuan,” ujar Leni.

“Jika dilihat dari perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan ini, yang kami evaluasi, itu akhirnya loyalitas karyawati tinggi karena mereka merasa perusahaan memperhatikan. Namun, memang belum banyak perusahaan yang menerapkan ini,” ungkapnya.

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini