Sukses

HEADLINE: Menteri ESDM Isyaratkan Tarif Listrik dan Pertalite Naik, Dampaknya?

Pemerintah berencana menyesuaikan harga Pertalite dan tarif listrik demi mengurangi beban terhadap APBN

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat harus bersiap menyisihkan pengeluaran hidup lebih besar. Harga Pertalite dan tarif litrik bakal naik.

Dengan begitu, pemerintah secara bertubi-tubi menyesuaikan sejumlah harga kebutuhan hidup. Sebelumnya, sudah ada penyesuaian tarif PPN, harga LPG.

Kenaikan tarif listrik, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, penerapan kembali skema tarif adjustment pada golongan pelanggan listrik nonsubsidi merupakan rencana jangka pendek pada 2022.

Jika rencana tersebut diterapkan pemerintah memperkirakan bisa menghemat anggaran hingga Rp 16 triliun. "Dalam jangka pendek rencana penerapan tarif adjustment tahun 2022 ini untuk bisa dilakukan penghematan kompensasi," kata Arifin, saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta.

Jika tarif listrik adjustment diterapkan maka besaran tarif listrik golongan nonsubsidi ditetapkan berdasarkan tiga parameter yaitu harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP), kurs dolar Amerika Serikat dan inflasi yang dihitung secara triwulanan.

Jika ketiga paramater tersebut mengalami perubahan maka akan dilakukan penyesuaian terhadap tarif tenaga listrik.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2017.

Itu baru soal tarif listrik, jika mengenai Pertalite, Menteri ESDM mengaku penyesuaian perlu dilakukan demi mengurangi beban APBN. Maklum saja, harga minyak dunia saat ini sudah berada di atas USD 100 per barel.

"Dalam (strategi) jangka menengah dan panjang, penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar, dan mempercepat bahan bakar pengganti (kendaraan listrik, bahan bakar gas, bioetanol, maupun BioCNG)," ujarnya.

Arifin menjelaskan ketegangan geopolitik global yang terbaik saat ini telah menyebabkan harga minyak mentah dunia melambung. Hal ini juga berdampak ke rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) Maret 2022 mencapai USD 98,4 per barel.

Angka ICP ini jauh di atas asumsi APBN yang hanya mengasumsikan sebesar USD 63 per barel. "Adapun rata-rata crude price Aramco untuk elpiji telah mencapai USD 839,6 per metrik ton di mana asumsi awal kami di tahun 2022 hanya sebesar USD 569 dolar AS per metrik ton," jelas Arifin.

Penyesuaian Bertahap

Mengenai rencana kenaikan tarif listrik hingga harga Pertalite ini, pemerintah menjamin tidak akan dilakukan secara bersamaan. Hal ini ditegaskan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.

"Over all, yang akan terjadi itu Pertalite, Premium, gas yang 3 kilo itu bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti September itu bertahap (naiknya) dilakukan oleh pemerintah," ujarnya.

Menko Luhut menyebut, kebijakan penyesuaian harga itu bagian dari efisiensi pemerintah imbas dari kenaikan sejumlah komoditas.

Rencana tersebut mengemuka dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo. "Semua efisiensi kita lakukan. Kita akan mendorong perintah Presiden kemarin dalam rapat pemakaian mobil listrik tempatnya Pak Budi Karya (Menhub)," tegasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pertamina Tinggal Tunggu Perintah

Mengenai rencana penyesuaian harga Pertalite, PT Pertamina (Persero) mengaku masih menunggu arahan dari pemerintah.

"Kebijakan penyesuaian harga BBM maupun LPG bersubsidi kewenangannya ada di pemerintah. Kami dari operator tentunya menunggu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah," ujar Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga sekaligus SH C&T PT Pertamina (Persero), Irto Ginting kepada Liputan6.com.

Irto mengatakan, Pertamina pun belum bisa menghitung secara pasti harga jual Pertalite nantinya bakal naik hingga seberapa besar. "Kalau untuk itu pastikan ke Kementerian (ESDM) aja," imbuhnya.

Soal rencana kenaikan tarif listrik hingga Pertalite ini langsung direspon anggota DPR RI. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengaku telah mendengar langsung pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif, yang memberi sinyal kenaikan tarif listrik, harga BBM jenis Pertalite, hingga LPG.

Namun, ia masih menuntut kejelasan pemerintah soal rencana kenaikan harga barang pokok bersubsidi tersebut. Pasalnya, pesan kenaikan yang dibawa pada rapat kerja bersama Komisi VII Rabu (13/4/2022) lalu terkesan masih belum utuh.

"Kembali lagi kami minta supaya diberikan detail daripada pelaksanaan tersebut, kapan akan dilaksanakan, berapa nilai penyesuaian tarifnya," desak Eddy kepada Liputan6.com.

Di lain sisi, ia mewajari wacana kenaikan tersebut, lantaran beban negara dalam memberikan subsidi untuk sistem kelistrikan, Pertalite hingga LPG memang sangat besar.

"Apalagi harga minyak mentah saat ini sudah hampir dua kali lipat dari asumsi makro pada APBN 2022. Sehingga beban pemerintah dalam memberikan subsidi juga membengkak," ungkapnya.

Tapi di lain pihak, Eddy menggarisbawahi beban ekonomi masyarakat juga masih besar, belum pulih. Harus ada keseimbangan antara keuangan pemerintah dan juga kebutuhan masyarakat.

"Jangan sampai nanti beban masyarakat yang saat ini masih terasa sangat berat, itu bertambah berat lagi dengan adanya kenaikan yang drastis," imbuh Eddy.

"Jadi kembali lagi, masalah timing-nya, kebijakan nilai dan kebaikannya itu harus diperhitungkan dengan baik. Kami berharap hal itu bisa didiskusikan dengan DPR RI terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya dijalankan," tegasnya.

 

3 dari 4 halaman

Ditentang YLKI

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak keras rencana pemerintah untuk menaikkan tarif listrik dan gas LPG subsidi kemasan 3 kilogram pada tahun ini harus ditolak.

Menurut Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, penerapan kebijakan penyesuaian harga tersebut mengindikasikan adanya tindakan kekerasan ekonomi (violence of economy) yang dilakukan oleh negara terhadap masyarakatnya.

"Wacana menaikkan tarif dasar listrik dan gas LPG 3 kg, harus ditolak. Hal itu mengindikasikan adanya tindakan kekerasan ekonomi (violence of economy) yang dilakukan oleh negara kepada warganya," kata Tulus.

Jika kebijakan penyesuaian harga itu dilakukan akan mengakibatkan jebolnya benteng pertahanan ekonomi rumah tangga masyarakat. Mengingat, saat ini, masyarakat tengah dibebankan kenaikan sembako dan komoditas energi. "Khususnya kenaikan bahan pangan, gas elpiji non PSO, BBM, PPN, dan lainnya," bebernya.

Untuk itu, YLKI mendesak Pemerintah agar mencari jalan keluar yang lebih bijaksana dan cerdas ketimbang melakukan penyesuaian harga dalam menyikapi kenaikan komoditas energi dunia.

Hal ini sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat di tengah perbaikan daya beli setelah tertekan cukup lama akibat pandemi Covid-19.

"Jangan hanya harga pasar sebagai jargon untuk menaikkan tarif/harga. Kalau bisanya hanya menaikkan dan tunduk pd tekanan pasar, lalu apa gunanya negara?," kerasnya mengakhiri.

 

4 dari 4 halaman

Risiko ke Pertumbuhan Ekonomi

Rencana pemerintah dalam penyesuaian tarif listrik hingga harga Pertalite ini dinilai cukup berisiko terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ekonomi Indonesia sendiri, saat ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga ini nantinya jelas turun jika kebijakan ini dijalankan. Belum lagi soal inflasi.

Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan tarif listrik dan harga Pertalite serta Solar. Ini merupakan langkah strategis agar keuangan negara tidak terlalu berat.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan melihat kenaikan harga pertalite dan tarif listrik bisa berdampak besar pada ekonomi masyarakat yang sudah terbebani harga yang tinggi.

"Ini pasti akan terdampak di daya beli masyarakat, juga terhadap beban keuangan mereka, juga akan ada potensi terjadinya kenaikan harga barang," kata Mamit kepada Liputan6.com, Kamis (14/4/2022).

"Itu bisa menyebabkan terjadinya inflasi," sambungnya.

Mamit menyarankan agar Pemerintah tidak memberlakukan kenaikan tarif listrik dan pertalite dalam waktu dekat.

Ia memahami bahwa kondisi keuangan negara sedang sulit dengan harga minyak dunia yang terus naik, Juga beban dengan bertambahnya subsidi listrik dan dana kompensasi untuk BBM.

"Hanya saja, menurut saya, kalau bisa (kenaikan tarif listrik dan pertalite) tidak diberlakukan dalam waktu dekat. Berikan dulu ruang pada masyarakat, setelah pandemi kemarin, hingga perekomonian mereka bisa tumbuh lagi," jelas Mamit.

Ditambah lagi, dalam waktu dekat ini ada dua momen yang sedang dinanti masyarakat, yaitu libur Idul Fitri dan tahun ajaran baru pada bulan Juli mendatang, sehingga diperlukan banyak biaya yang harus dikeluarkan.

Hal senada juga diungkapkan Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi.

Dia meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga Pertalite dan Solar, LPG kemasan 3 kilogram, hingga tarif listrik di tahun ini.

Sebab, penyesuaian tarif tiga golongan kelompok subsidi tersebut akan menyulut inflasi. Mengingat, pengguna BBM subsidi jenis Pertalite hingga LPG 3 Kg cukup dominan di Indonesia.

"Kalau benar diterapkan keputusan itu akan memberikan dampak signifikan terhadap inflasi, yang memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok," kata Fahmy.

Selain menyulut inflasi, penyesuaian tarif tiga golongan kelompok subsidi tersebut juga akan menurunkan kemampuan daya beli masyarakat. Mengingat, saat ini, masyarakat tengah terbebani akibat kenaikan sembako.

"Daya beli masyarat akan semakin merosot dan beban rakyat miskin makin bertambah berat," tekannya.

Maka dari itu, Fahmy meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan harga BBM subsidi hingga tarif listrik di tahun ini. Menyusul, terdapat sejumlah buruk yang ditimbulkan bagi perekonomian masyarakat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.