Sukses

Sri Mulyani Bakal Rem Penarikan Utang di 2023

Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi kenaikan inflasi dan pengetatan moneter akan terjadi di 2023.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi kenaikan inflasi dan pengetatan moneter akan terjadi di 2023. Untuk itu pemerintah, akan berupaya berhati-hati menarik utang. Dia menegaskan, penerbitan surat utang akan diturunkan secara bertahap.

"Pertama dengan kenaikan inflasi dan pengetatan moneter, maka dari sisi utang yang akan kita kelola, akan juga mengalami tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang harus dibayar," katanya dikutip youtube Setkab, Jakarta, Kamis (14/4/2022).

Pemerintah akan menargetkan, defisit bisa kembali berada di bawah 3 persen. "Ini yang harus kita pertimbangkan sebagai bagian untuk mendesain APBN 2023 kembali menuju pada defisit di bawah 3 persen, yaitu agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diturunkan secara bertahap, namun tetap berhati-hati," jelas Sri Mulyani.

Oleh karena itu di dalam kebijakan fiskal 2023 akan terus difokuskan untuk mendukung pemulihan ekonomi terutama program program priorotas yang telah ditetapkan.

Pertama pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), membangun infrastruktur, mereformasi birokrasi, merevitalisasi industri dan mendukung pertumbuhan ekonomi hijau.

"Di sisi lain APBN dari sisi fiskal akan melakukan reformasi dibidang pendapatan negara, belanja negara, dan dari pembiayaan dengan membangun pembiayaan yang makin inovatif," kata Sri Mulyani.

Dari sisi belanja, pemerintah akan nerupaya mempertajam belanja negara. "Untuk APBN tahun 2023, kita masih akan terus mengkalibrasikan dan mempertajam pada perhitungan untuk belanja baik pusat maupun ke transfer ke daerah dan juga estimasi penerimaan negara," tandas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Utang Luar Negeri Indonesia Turun di Februari 2022, Jumlahnya Sebesar Ini

Bank Indonesia melaporkan Utang Luar Negeri Indonesia turun 1,5 persen (yoy) menjadi USD 416,3 miliar pada Februari 2022. Ini melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 1,6 persen (yoy).

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menuturkan, pertumbuhan Utang Luar Negeri Indonesia di Februari terkontraksi utang sektor publik milik pemerintah dan Bank Sentral serta sektor swasta.

"ULN Pemerintah tetap terkendali dan dikelola secara terukur dan berhati-hati," jelas dia dalam keterangannya, Kamis (14/4/2022).

Disebutkan jika pertumbuhan ULN Pemerintah pada akhir Februari 2022 terkontraksi 3,9 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 5,4 persen (yoy). Sehingga posisi ULN Pemerintah tercatat sebesar USD 201,1 miliar pada Februari 2022.

Perkembangan ULN tersebut disebabkan oleh penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek, antara lain berupa dukungan pembiayaan pembangunan dan peningkatan kapasitas infrastruktur serta program peningkatan daya saing, modernisasi industri, dan akselerasi perdagangan dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan Asian Development Bank (ADB).

Di samping itu, sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik.

3 dari 4 halaman

Utang Pemerintah

Penarikan ULN pada Februari 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah, termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel.

Dukungan ULN Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 24,6 persen dari total ULN Pemerintah), sektor jasa pendidikan sebesar 16,5 persen.

Kemudian sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 15,1 persen, sektor konstruksi sebesar 14,2 persen, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 11,8 persen.

Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN Pemerintah.

4 dari 4 halaman

Utang Swasta

ULN swasta mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pertumbuhan ULN swasta pada akhir Februari 2022 terkontraksi 2,0 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi 0,8 persen pada periode sebelumnya.

Hal ini disebabkan kontraksi ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) sebesar 1,5 persen (yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh 0,1 persen (yoy).

Sementara itu, pertumbuhan ULN lembaga keuangan (financial corporations) juga terkontraksi 4,0 persen (yoy), meskipun lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 4,3 persen (yoy).

Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN swasta pada Februari 2022 tercatat sebesar USD 206,3 miliar.

Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi; sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; sektor industri pengolahan; serta sektor pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 77,0% dari total ULN swasta.

ULN tersebut tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,6% terhadap total ULN swasta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.