Sukses

Perbandingan Harga BBM di Sejumlah Negara Dunia, Mana Termurah?

PT Pertamina (Persero) baru saja menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 perliter per tanggal 1 April 2022.

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) baru saja menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 perliter per tanggal 1 April 2022, meski begitu harga tersebut masih lebih rendah dibandingkan negara lain.

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, kenaikan harga Pertamax merupakan dampak kenaikan harga minyak dunia yang sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga minyak dunia tahun 2021.

Hal ini karena harga minyak dunia yang terus naik dimana salah satu persoalannya ada konflik Rusia-Ukraina yang belum juga selesai hingga embargo yang dilakukan negara Barat terhadap produk migas milik Rusia. Sedangkan Rusia memasok 11,4 persen dari total kebutuhan minyak dunia.

"Sebagai contoh, harga BBM di Hongkong mencapai Rp 36.176 per liter, Jerman Rp 34.454 per liter, Italia Rp 34.310 per liter, dan Yunani Rp 32.733 per liter. Jadi, sudah sewajarnya Pertamina menyesuaikan harga BBM Umum mereka," kata Mamit, di Jakarta, Sabtu (9/4/2022).

Menurut Mamit, meskipun mengalami kenaikan harga BBM di Indonesia masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan negara lain. Dia menyebutkan, harga BBM di Indonesia jauh lebih murah jika di bandingkan dengan negara lain. Mengacu kepada Global Petrol Price, harga BBM di Singapura sebesar Rp 30.208 per liter, Laos Rp 24.767, Filipina Rp 20.828, Kamboja Rp 20.521, Thailand Rp 19.767, Vietnam Rp 18.647.

Mamit melanjutkan, harga BBM di Malaysia Rp 6.965 lebih murah di karenakan Malaysia menerapkan subsidi Automatic Pricing Mechanism (APM), dimana kebijakan APM ini berfungsi untuk menstabilkan harga bensin seperti bensin RON 95, RON 97 dan solar sampai batas tertentu melalui pemberlakuan pajak penjualan dan subsidi dalam jumlah yang bervariasi.

" Oleh karenanya, perubahan harga eceran dipengaruhi oleh besaran pajak dan subsidi dalam batas tertentu sesuai kebijakan yang ditetapkan pemerintah Malaysia. Selain itu, jalur distribusi di Malaysia jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan Indonesia yang merupakan negara kepulauan," jelas Mamit.

Selain itu, menurut Mamit kenaikan harga Pertamax RON 92 masih jauh lebih murah jika dibandingkam dengan SPBU Swasta lainnya.

Sebagai perbandingan, harga BBM RON 92 yang di jual Shell hari ini berada di Rp.16.500, Vivo Rp 12.900, dan BP-AKR Rp.12.990 sementara Pertamax masih Rp 12.500 per liter, dengan demikian Pertamina masih harus menanggung selisih harga dengan tetap menjaga daya beli masyarakat.

"Apa yang dilakukan oleh Pertamina dengan tidak menyentuh faktor psikologis konsumen Pertamax yaitu di harga Rp 15000-Rp 16.000 per liter sudah tepat. Dengan demikian, hal ini bisa menghindari terjadinya migrasi besar-besaran ke Pertalite mengingat saat ini Pertalite merupakan jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP),"ujar Mamit

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dilema Kenaikan Harga Pertamax di Tengah Momentum Ramadhan

Sebelumnya, Pertamina resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax pada 1 April 2022 lalu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menilai kenaikan harga Pertamax memang sudah tidak pilihan bagi pemerintah untuk menahan lebih lama harga BBM. Sebab harga minyak dunia telah melebihi asumsi yang ditetapkan dalam APBN. Bila terus dipertahankan, maka beban APBN untuk subsidi semakin bengkak.

"Khusus BBM ini dilematis, kalau tidak dinaikkan APBN ini akan tergerus. Kalau dinaikkan tidak menguntungkan juga," kata Hariyadi dalam webinar bertajuk: Harga Kian Mahal: Recovery Terganggu?, Jakarta, Kamis (7/4).

Kenaikan Pertamax juga dilakukan dalam momen yang tidak menguntungkan. Saat masyarakat Indonesia sebagian besar menjalani ibadah puasa yang biasanya tingkat konsumsi meningkat. Tak heran terjadi kegaduhan di tingkat publik. Kenaikan inflasi diperkirakan akan meningkat lebih tajam ketimbang secara historisnya.

"Ini karena bulan Ramadhan, jadi secara historis pasti akan ada inflasi," kata dia.

Di sisi lain, kenaikan Pertamax juga diiringi dengan hilangnya Pertalite lapangan. Publik pun makin geram karena mau tak mau terpaksa membeli Pertamax yang kini harganya sudah Rp 12.500 per liter dari sebelumnya hanya sekitar Rp 9.000-an per liter.

Hariyadi mengaku tidak kaget dengan hilangnya Pertalite di masyarakat. Alasannya selama terjadi disparitas harga yang jauh, maka produk yang harganya lebih murah pasti akan hilang di pasaran. Hal ini juga yang sempat dan masih terjadi dalam permasalahan minyak goreng.

"Selama ada disparitas harga (BBM), pasti akan seperti itu, minyak goreng juga (sama)," katanya.

3 dari 4 halaman

Subsidi

Dari sudut pandang objektif, kata Hariyadi bila negara terlalu besar memberikan subsidi juga kurang baik dan akan menimbulkan masalah selanjutnya.

Sehingga jalan tengahnya mengembalikan harga BBM sesuai nilai keekonomiannya. Cara ini mau tak mau akan membuat masyarakat melakukan penyesuaian dengan berhemat.

"Kalau dikembalikan posisi realitas, masyarakat ini akan di-trigger untuk berhemat. Ini akan ramai terus," kata dia.

Dia menambahkan, sebenarnya cara yang sama pernah dilakukan oleh Jusuf Kalla saat menjadi Wakil Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu dia mengkonversikan penggunaan minyak tanah ke gas LPG. Memang menuai kontroversi, namun akan berjalan setelahnya ketika masyarakat sudah menyesuaikan diri.

Hanya saja, menurut Hariyadi, momen yang dipilih pemerintahan Jokowi saat ini kurang tepat. Kenaikan harga ditengah masyarakat yang menjalani ibadah puasa.

"Ini tidak enaknya karena pas Ramadan tapi kita tidak bisa menghindari. Dari sisi sektor riil memang harus ada penyesuaian, tapi semua ini kembali lagi ke strategi. Kalau tidak dilakukan adjustment ini akan bermasalah lagi," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

4 dari 4 halaman

Penjualan Pertamax dan Solar Diperkirakan Turun Saat Ramadhan

PT Pertamina (Persero) memperkirakan penjualan Pertamax akan mengalami penurunan sebanyak 15 persen ke 18.251 kiloliter (kl) per hari pada saat Ramadhan 2022. Tidak hanya Pertamax, penjualan solar juga diperkirakan turun sebanyak 5 persen menjadi 41.452 kl per hari.

"Solar memang turun 5 persen namun ini juga di luar kebiasaan. Biasanya menjelang Lebaran turun 10 persen," kata Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina, Alfian Nasution dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Alfian mengatakan, penurunan konsumsi tersebut disebabkan oleh menurunnya operasional truk dan industri jelang Lebaran. "Melihat tingginya aktivitas kendaraan atau logistik saat ini, di mana kita telah over 11 persen kami memprediksikan hanya turun 5 persen ketika truk-truk maupun industri tidak beroperasi lagi," jelasnya.

Sementara itu, penggunaan Pertalite akan melonjak saat periode Ramadhan dan Idul Fitri. Penjualan Pertalite diperkirakan meningkat sebanyak 11 persen dari 73.180 kl per hari menjadi 81.406 kl per hari.

Alfian menambahkan, secara keseluruhan kondisi pasokan BBM dan LPG saat ini aman. Adapun pasokan Pertalite cukup hingga 16,5 hari, Pertamax hingga 37 hari dan Pertamax Turbo hingga 61 hari. Kemudian, LPG 16,3 hari dan avtur 33 hari.

"Secara umum kondisi stok saat ini adalah aman," tandas dia.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.