Sukses

Harga Pertamax Naik, Beban Subsidi Diprediksi Tetap Bengkak

Ekonom Chatib Basri menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter dinilai masih berpotensi membebani APBN.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Chatib Basri menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter dinilai masih berpotensi membebani APBN.

Pasalnya, harga keekonomian BBM Ron 92 sudah mencapai Rp 16.000 per liter. Sehingga Pertamina harus menanggung selisih harga jual di tingkat SPBU yakni sekitar Rp 3.500 per liter.

"Artinya, Pertamina tetap harus nombok. Kalau nombok ini menyebabkan keseimbangan (Pertamina) terganggu, ujungnya kan minta subsidi ke pemerintah," kata Chatib dalam webinar Macroeconomic Update 2022, Jakarta, Senin (4/4).

Di sisi lain, bila harga BBM Pertamax dilepas mengikuti harga pasar, maka tingkat inflasi akan meningkat. Hal ini menunjukkan beban subsidi energi yang berkurang ini tetap menimbulkan resiko lain.

Apalagi kalau pemerintah jadi memberikan subsidi kepada Pertalite. Masyarakat yang terbiasa menggunakan Pertamax akan beralih kepada Pertalite karena disubsidi pemerintah.

"Ini bisa over kuota dan beban subsidinya akan naik lagi. Ujungnya Kementerian Keuangan ini tanggung beban BBM," kata dia.

Menurut Chatib kenaikan harga BBM sudah tidak bisa dihindari lagi. Sebab hal ini terjadi merata di berbagai negara.

"Dimanapun di dunia harga akan naik, kalau pertahankan harga beda ini biasanya orang akan impor BBM dan diekspor lagi, tidak akan mungkin dikontrol lagi," kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Subsidi

Disisi lain, banyak studi yang dilakukan menunjukkan subsidi melalui barang dirasa tidak efektif. Mengingat barang tersebut juga akan dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas yang seharusnya tidak mendapatkan subsidi.

"Studi di berbagai tempat, yang menikmati BBM ini kelas menengah atas," kata dia.

Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah membuat program subsidi BBM yang langsung kepada masyarakat yang terdampak (targeted).

"Mitigasi terbaik adalah memberikan subsidi targeted. Ini lebih baik," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.