Sukses

Panasnya Pembahasan Perubahan Iklim antara Negara Berkembang dan Maju

Setiap tahun negara maju harus membayar USD 100 juta per tahun untuk membantu negara berkembang beradaptasi dengan perubahan iklim dan melakukan mitigasinya.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan iklim telah menimpulkan ketegangan antar negara. Negara maju yang dari awal menjalankan revolusi industri dituntut untuk ikut berperan lebih ebsar dalam menangani perubahan iklim karena dampak polutan yang mereka buat sangat besar. 

"Industrinya lebih dulu dan mereka sudah berkontribusi sangat banyak dan ini memicu perubahan iklim," kata Sri Mulyani dalam Orasi Ilmiah FEB UI, Jakarta, seperti ditulis, Sabtu (26/3/2022).

negara berkembang melihat, kontribusi negara maju seharusnya lebih besar dalam menangani perubahan iklim. Sebab mereka sudah lebih dulu mencemari udara sejak dimulainya revolusi industri pada tahun 1760-an.

"Negara berkembang menganggap negara maju yang sudah mengotori (bumi) duluan ini harus membersihkan lebih banyak," kata Sri Mulyani.

Akhirnya muncul kesepakatan, setiap tahun negara maju harus membayar USD 100 juta per tahun untuk membantu negara berkembang beradaptasi dengan perubahan iklim dan melakukan mitigasinya.

Cara ini dianggap menghasilkan keadilan karena negara berkembang disubsidi oleh negara maju untuk tetap bisa bertahan dan menahan kenaikan suhu bumi. Mengingat negara-negara maju ini mengalami kesulitan dalam upaya mengurangi emisi karbon yang dilepaskan.

"Makanya kalau bicara perubahan iklim secara global, tanggung jawabnya common tapi berbeda," kata dia.

Artinya, permasalah utamanya sama, tentang perubahan iklim. Namun dalam hal penanganan setiap negara memiliki caranya masing-masing. "Responnya beda karena dari sisi sejarah kontribusi CO2 ini beda, negara maju polutannya besar," ungkap Sri Mulyani.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rencana Aksi Nasional

Dalam konteks ini, Indonesia telah menandatangani kesepakatan Paris yang isinya akan menurunkan emisi karbon 29 persen dengan pendanaan pribadi dan 41 persen dengan dukungan dari pendanaan internasional.

Target pencapaian tersebut kata Sri Mulyani tidak ditetapkan pemerintah tanpa perhitungan matang. Sebab pembahasan tentang perubahan iklim sudah ada sejak tahun 1994, saat Indonesia ikut ratifikasi UNFCCC.

"Kita sudah susun rencana aksi nasional untuk buat gerakan rumah kaca," kata dia.

Kemudian tahun 2007 menginisiasi melibatkan para menteri keuangan dalam pembahasan perubahan iklim. Hingga akhirnya mencapai kesepakatan yang tercatat dalam Paris Agreement tahun 2016.

Pembahasan perubahan iklim pun saat ini semakin insentif dibahas negara-negara dunia setiap tahunnya. Terakhir, pembahasan dilakukan di Glasgow, Inggris pada 2021.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.