Sukses

Kronologi Bambang Trihatmodjo Tolak Bayar Utang Dana Talangan Sea Games 1997

Bambang Trihatmodjo menolak membayar utang dana talangan Sea Games 1997 yang dibebankan kepadanya sebesar Rp 64 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Bambang Trihatmodjo menolak membayar utang dana talangan Sea Games 1997 yang dibebankan kepadanya sebesar Rp 64 miliar. Penolakan tersebut disampaikan Bambang melalui kuasa hukumnya Shri Hardjuno Wiwoho.

Shri menjelaskan Bambang merasa dana talangan sebesar RP 35 miliar tersebut sebenarnya bukan kewajiban kliennya. Melainkan kewajiban PT Tata Insani Mukti (TIM) sebagai badan hukum pelaksana Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP).

"Sebenarnya sampai dengan detik hari ini, kenapa klien kami bersikukuh, bukan tidak mau membayar tapi memang bukan kewajibannya terkait masalah dana talangan Rp 35 miliar," kata Shri di Jakarta, Kamis, (24/3).

Kasus ini bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX pada tahun 1997 di Jakarta. Sebenarnya saat itu penyelenggara seharusnya Brunei Darussalam. Namun Indonesia mendadak menggantikan Brunei sebagai tuan rumah.

Kala itu, biaya yang diminta Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)/ KONI untuk penyelenggaraan kegiatan sebesar Rp 70 miliar. Namun dalam perjalanannya mengalami pembengkakan menjadi Rp 156,6 miliar.

Di sisi lain KONI juga meminta tambahan dana sebesar Rp 35 miliar untuk pembinaan atlet. Sementara konsorsium hanya menyanggupi mencairkan dana Rp 70 miliar saja.

Bengkaknya anggaran tersebut tak bisa ditutupi APBN kala itu. Sehingga, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara menggunakan dana Reboisasi Kementerian Kehutanan.

Pelaksanaan Sea Games XIX bisa terlaksana setelah Kemensetneg mencairkan dana RP 121,6 miliar untuk penyelenggaraan acara dan Rp 35 miliar untuk persiapan kontingen Indonesia.

Shri mengakui adanya adanya dana talangan Sea Games tahun 1997 dari Sekretariat Negara. Namun, sebetulnya dana talangan berasal dari pungutan reboisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebesar Rp 35 miliar.

Dana tersebut kemudian langsung dikirimkan ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), untuk Pemusatan Latihan Nasional (pelatnas) atlet Indonesia yang akan bertanding di Sea Games 1997.

"Bahwa tidak satu rupiah pun masuk ke kantong klien kami Bambang Trihatmodjo," ungkapnya.

Dia melanjutkan, meskipun nama Bambang tercatat sebagai Komisaris Utama PT TIM, namun anak Presiden Soeharto ini komisaris tanpa saham. Sedangkan pemegang saham PT TIM yakni Bambang Soegomo dan Enggartiasto Lukita

"Pemegang sahamnya itu ada dua perusahaan di PT Tata Insani Mukti, itu adalah perusahaan di dalam perusahaan. Pertama Perusahaan Bambang Soegomo dan Enggartiasto Lukita," jelasnya.

Dengan melihat sumber dana, dia menyebut Sea Games tahun 1997 ini sama sekali tidak ada pembiayaan dari APBN. Oleh karena itu, pihaknya sebagai kuasa hukum Bambang Trihatmodjo akan menuntaskan persoalan ini.

"Pemerintah boleh memiliki hak tagih dari Rp 35 miliar itu tetapi jangan sampai salah alamat, kan kasian juga," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Utang Bengkak

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat, dana talangan tersebut sebagai utang Bambang sebesar Rp 35 miliar. Dana talangan tersebut diberikan kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games yang dipimpin Bambang Trihatmodjo.

Adapun sumber dananya berasal dari dana reboisasi yang dikumpulkan pemerintah dari pihak swasta di Kementerian Kehutanan.

Utang tersebut kemudian bengkak menjadi Rp 64 miliar. Angka tersebut merupakan akumulasi dari pinjaman pokok Rp 35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15 persen. Sedangkan jatuh tempo utang 1 tahun atau sejak 8 Oktober 1997 sampai 8 Oktober 1998.

Kuasa hukum Bambang yang lain, Prima Wardhana Sasmira mengatakan belum ada kesepatakan penghitungan detil terkait bengkaknya utang yang ditagih pemerintah. Namun Kementerian Keuangan langsung menagih hak negara senilai Rp 64 miliar.

"Jadi pokoknya Rp 35 miliar dengan bunga 15 persen," kata dia.

Sehingga menurut Prisma, seharusnya penagihan utang dana talangan dilakukan pemerintah kepada PT TIM, bukan Bambang secara pribadi. Walaupun saat pelaksanaan kegiatan, Bambang menjabat sebagai komisaris utamanya.

 

3 dari 3 halaman

Cekal Bambang Keluar Negeri

Salah satu upaya penagihan utang yang dilakukan pemerintah kepada Bambang yakni melakukan pencekalan. Tahun 2020, anak kedua Presiden Soeharto ini dilarang meninggalkan Indonesia sebelum melunasi utangnya ke negara.

Tak terima, Bambang pun melaporkan balik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan tersebut terdaftar pada 15 September 2020 dengan nomor 179/G/2020/PTUN.JKT.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan kasus utang Bambang merupakan pelimpahan dari Sekretariat Negara ke Kementerian Keuangan selaku pengelola piutang negara. Sehingga pihaknya mengklaim hanya menjalankan kewajiban sesuai aturan yang berlaku.

"Sebenarnya, utangnya sendiri merupakan pelimpahan dari Sekretariat Negara. Kemenkeu hanya menjalankan tugas penagihan utang negara selaku pengelola piutang," paparnya.

Dia memastikan penerbitan pencekalan akan berakhir pada November mendatang. Hal ini sesuai ketentuan berlaku yakni batas waktu maksimal pencekalan berlangsung sampai 6 bulan. Dengan catatan bisa diperpanjang apabila kewajiban membayar utang belum juga dipenuhi.

"Pencegahan ke luar negeri ini berlaku 6 bulan ke depan yang akan berakhir di November. Karena kami terbitkan pencekalan pada Mei lalu," dia menandaskan.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini