Sukses

Kebutuhan Vaksin Covid-19 Naik Tapi APBN Hemat Rp 13 Triliun, Kok Bisa?

Awalnya pemerintah melalui skema business to business (B2B) mengalokasikan anggaran Rp 50 triliun untuk menyediakan vaksin Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, penambahan vaksin booster membuat kebutuhan vaksin Covid-19 di Indonesia meningkat. Namun, alokasi APBN yang dikeluarkan pemerintah untuk membeli vaksin justru turun Rp 13 triliun.

Budi Gunadi Sadikin menceritakan, awalnya pemerintah melalui skema business to business (B2B) mengalokasikan anggaran Rp 50 triliun untuk menyediakan vaksin Covid-19. Tapi realisasinya hanya sekitar Rp 37 triliun.

Dengan catatan, dana Rp 50 triliun itu dibuat untuk asumsi 181,5 juta target sasaran per Juni 2021. Sementara target akhir penerima vaksin per Desember 2021 lalu justru bertambah, karena ada tambahan dosis booster.

"Sekarang targetnya naik dari 234 juta, tambah booster. Tapi anggarannya yang kita mintakan ke ibu Sri Mulyani turun, dari tadinya Rp 50 triliun, sekarang kemungkinan besar akan jadi Rp 37 triliun, dengan target yang jauh lebih banyak," papar Menkes dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (23/3/2022).

Mantan Wakil Menteri BUMN I ini menceritakan, penghematan besar itu terjadi karena adanya hibah fasilitas COVAX dari WHO, dan juga hibah vaksin secara bilateral dari negara-negara maju.

"Cuman memang hibah COVAX dan hibah bilateral ini mereknya hanya tiga, Astra Zeneca, Pfizer, Moderna, dengan sedikit Johnson & Johnson," ungkap dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masa Kedaluwarsa

Namun, Budi Gunadi mengutarakan, vaksin yang dihibahkan tersebut cenderung memiliki masa expired date yang pendek sekali. Sehingga negara-negara maju yang stok vaksinnya sudah menumpuk memilih untuk mendonasikannya pada negara berkembang.

"Sekarang mereka sadar, ternyata enggak bisa disuntikan semua. Nah itu yang mereka lepas. Itu biasanya memang expired date-nya pendek. Tapi karena kita butuh, kita ambil aja," ujar dia.

"Karena kita bisa banyak dapat dari hibah, akhirnya tahun ini hanya ada Rp 4,4 triliun. Ini bukan kontrak baru. Ini kontrak lama yang awal tahun 2021 kita lakukan," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.