Sukses

Sri Mulyani Jelaskan Cara Hitung PPh di Aturan Pajak Baru

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan gambaran hitung-hitungan pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi dengan aturan baru.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan gambaran hitung-hitungan pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi dengan aturan baru dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Ia menyebut ada dua hal yang diubah dalam UU HPP ini.

Dua hal yang diubah dalam aturan PPh ini adalah batas pemungutan pajak 5 persen yang sebelumnya batasnya Rp 50 juta, sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 juta. Sementara, perubahan kedua, adanya tambahan besaran pungutan pajak sebesar 35 persen untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.

Treshold-nya untuk yang 5 persen tarif pajak yang tadinya hanya Rp 50 juta, sekarang naik di Rp 60 juta (per tahun), dan yang top tiers-nya kalau dulu Rp 500 juta, sekarang yang (penghasilan) Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar tetap 30 persen, jadi bracket-nya tetap sama, ada yang 5, 15, 25, dan 30 persen, di atas Rp 5 miliar kita kasih satu bracket lagi yaitu 35 persen,” terangnya dalam sosialisasi UU HPP Jawa Tengah, Kamis (10/3/2022).

Selanjutnya, bendahara negara ini mengilustrasikan dengan pendapatan senilai Rp 5 juta dan Rp 10 juta per bulan. Ia menghitung besaran pajak yang harus dibayarkannya mengacu pada formulasi terbaru dalam UU HPP.

“Kalau pendapatannya hanya Rp 5 juta per bulan, jadi setahun Rp 60 juta, Rp 54 juta-nya itu tidak dipajakin sama pemerintah karena itu pendapatan tidak kena pajak, jadi berapapun pendapatan itu, anda kurangi Rp 54 juta,” terangnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hitung-Hitungan

Dengan gaji Rp 60 juta per tahun, berarti pendapatan yang kena pajak adalah sisa selisihnya, yakni Rp 6 juta. Pada besaran ini, masuk dalam kategori yang harus membayar pajak sebesar 5 persen. Artinya, yang pajak yang perlu dibayarkan oleh orang dengan penghasilan Rp 5 Juta perbulan adalah sebesar Rp 300 Ribu per tahun.

Selain itu, ia juga mengasumsikan bagi perorangan yang mendapatkan gaji Rp 10 juta per bulan atau sekitar Rp 120 juta per tahun. Dengan rumus yang sama, pendapatan per tahun dikurangi Rp 54 Juta sebagai pendapatan tak kena pajak. Lalu, selisihnya dikalikan dengan kategori yang telah diatur.

“Yang dipajakin menjadi Rp 66 juta, yang Rp 0-60 juta adalah (kena pajak) 5 persen, kalau tadinya 0-50 juta 5 persen, jadi dengan UU HPP membayar 5 persen itu sampai Rp 60 juta pertama, nah Rp 60 juta kali 5 persen itu jadi Rp 3 juta,” tuturnya.

“Sisanya yang 6 juta baru masuk ke bracket 15 persen, yaitu 6 juta kali 15 persen yaitu 900 ribu,” imbuh dia.

Jadi total pajak yang harus dibayarkan oleh orang yang berpenghasilan Rp 10 juta perbulan adalah sebesar Rp 3,9 juta pertahun mengacu pada formulasi dalam UU HPP ini.

3 dari 3 halaman

Berbeda Dengan Undang-Undang Sebelumnya

Sri Mulyani menyimpulkan, dengan adanya formulasi ini menjadi pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak menjadi lebih ringan. Hal ini mengacu ada hasil akhir hitungan yang diilustrasikannya.

“Kalau undang-undang Pajak Penghasilan sebelumnya karena threshold di Rp 50 juta, tadi Rp 54 juta gak bayar pajak, Rp 66 juta itu dibagi, Rp 50 juta pertama itu 5 persen dan kemudian yang Rp 16 juta sisanya 15 persen. Makaya UU PPh yang lama kalau pendapatan anda Rp 10 juta (perbulan), anda bayarnya Rp 4,9 juta, sekarang cuma Rp 3,9 juta, kurang Rp 1 juta,” katanya menjelaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.