Sukses

IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global di 2022 Gara-Gara Perubahan Iklim

Sebelumnya, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global di 2022 sebesar 4,9 persen. Namun kini direvisi menjadi 4,4 persen.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan isu perubahan iklim menjadi salah satu alasan IMF mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022.

Sebelumnya, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global di 2022 sebesar 4,9 persen. Namun kini direvisi menjadi 4,4 persen.

“Revisi ini disebabkan oleh berbagai risiko global yang terus membayangi perekonomian salah satunya yang terkait dengan perubahan iklim, yang menjadi tantangan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang,” kata Menko Airlangga dalam Green Economy Outlook tahun 2022, Rabu (23/2/2022).

Menurutnya, perubahan iklim menjadi perhatian oleh berbagai negara karena berpotensi meningkatkan temperatur bumi 2,5 - 4,7 derajat celcius tahun 2100 akibat peningkatan gas rumah kaca.

Oleh karena itu, 196 negara ikut menandatangani Paris Agreement tahun 2015 yang lalu dan ini adalah komitmen agar penanganan global bisa menurunkan ancaman terkait dengan perubahan iklim.

“Saat ini patut kita syukuri bahwa Indonesia telah terlihat pertumbuhan ekonominya di tahun 2021 sebesar 3,7 persen, dan ini tentunya merupakan optimisme yang bisa kita bawa di tahun 2022 dan PDB riil Indonesia sudah lewat pra pandemi dimana kita sudah masuk ke dalam upper middle income country,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dukungan Pengusaha

Dorongan positif juga datang dari sektor usaha terkait dengan energi baru dan terbarukan. Peran industri energi baru terbarukan menjadi sangat penting, apalagi pemerintah telah menetapkan ekonomi hijau sebagai strategi utama transformasi ekonomi jangka menengah panjang.

“Transformasi adalah kunci percepatan pemulihan ekonomi pasca pandemi dan mendorong pertumbuhan pembangunan yang bersifat inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Selain itu, peran pembiayaan hijau menjadi penting, tidak hanya terbatas pada pembiayaan melalui APBN ataupun penerbitan surat utang atau green sukuk.

“Tetapi instrumen-instrumen lainnya, salah satunya yang banyak juga dibahas terkait dengan blended Finance yang tentunya perlu didorong, tidak hanya dari pemerintah namun juga dari swasta dan juga dari lembaga-lembaga donor internasional utamanya untuk kelestarian alam,” pungkas Menko Airlangga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.