Sukses

JHT Cair di Usia 56 Tahun, Pengamat: Bu Menaker, Jangan Bikin Air Mata Orang Berlinang

Kekisruhan yang terjadi akibat aturan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun dinilai sudah di luar batas.

Liputan6.com, Jakarta Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, kekisruhan yang terjadi akibat aturan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun sudah di luar batas.

Dia pun meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah sadar akan realitas yang ditimbulkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tersebut.

"Saya rasa kenyataan yang ada sekarang cukup rasional untuk jadikan justifikasi bagi Bu Menteri untuk melakukan tindakan berupa cabut dan ubah isinya," ujar Margarito kepada Liputan6.com, Kamis (17/2/2022).

Adapun kewenangan revisi atau pencabutan Permenaker Nomor 2/2022 sepenuhnya ada di tangan Menaker Ida. Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya bisa mengarahkan sang menteri untuk mengubahnya.

"Makanya Pak Jokowi, perintahkan Bu Menteri, cabut barang itu (aturan baru JHT). Jangan bikin peraturan yang bikin air mata orang berlinang," seru Margarito.

"Karena bagaimanapun performa ini adalah bagian dari miniatur atau postur pemerintahan Jokowi. Jadi Jokowi juga sebenarnya ikut kecipratan," keluhnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harus Dicabut

Secara hukum tata negara dan administrasi negara, ia menerangkan, siapa yang membuat suatu keputusan hanya pihak bersangkutan lah yang bisa mencabutnya. Atau, organ di atasnya yang mencabutnya.

"Karena tidak ada organ di atasnya, maka Menteri Ketenagakerjaan sendiri yang harus mencabutnya," tegas Margarito.

Dalam pencabutan itu, Menaker bisa membentuk peraturan baru yang isinya berbeda dengan regulasi yang ada sekarang. Hal tersebut sah dilakukan oleh seorang pejabat negara yang memimpin suatu instansi.

"Apa yang terjadi kalau dia tidak mau melakukan? Teman-teman buruh dapat membawanya ke Mahkamah Agung untuk judicial review," ujar Margarito.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.