Sukses

Petisi Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara Jadi Bentuk Aspirasi Publik

Petisi menolak pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Negara Nusantara telah ditandatangani lebih dari 21 ribu orang

Liputan6.com, Jakarta Petisi menolak pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Negara Nusantara telah ditandatangani lebih dari 21 ribu orang. Jumlah ini tercapai dalam kurun waktu 4 hari pasca petisi dirilis.

CEO dan Co-Founder Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyampaikan petisi ini mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan rencana pemindahan dan pembangunan IKN.

Petisi berjudul "Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota negara" itu diinisiasi oleh 45 tokoh menggalang dan diorganisasikan oleh Narasi Institute dan digalang melalui situs change.org. Petisi tersebut ditujukan ke Presiden Jokowi, DPR, DPD dan MK.

Achmad mengatakan ada pesan yang mengartikan antusiasme publik terhadap petisi tersebut, pertama adalah publik menilai telah terjadi sumbatan aspirasi masyarakat dalam penyusunan UU IKN.

"Kedua, Tingginya antusiasme publik terhadap petisi berarti melonjaknya ketidakpercayaan publik terhadap lembaga parlemen dan pemerintah terkait pembangunan IKN yang dirasakan tidak tepat waktunya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/2/2022).

"Ketiga, antusiasme publik terkait petisi juga berarti publik melihat terjadi persekongkolan gelap yang perlu dilakukan perlawanan bersama yang masif melalui kanal lain karena kanal demokrasi yang ada, sudah tidak dapat dipercaya." tambahnya.

Keempat, ia menilai publik merasakan penderitaan yang luar biasa dari pandemi dan kesulitan ekonomi. Namun pilihan pemerintah malah menghamburkan uang dan bukan menangani kesehatan publik malah justru memprioritaskan proyek yang syarat kepentingan elit oligarki.

Pakar kebijakan publik ini menilai Presiden seharusnya mendengar petisi tersebut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi aspirasi publik tersebut.

Sementara, Prof Didin S Damanhuri sebagai salah satu inisiator mengatakan antusias publik dalam petisi IKN menunjukan bahwa proses pembuatan UU IKN kemarin cacat aspirasi publik.

"Tingginya angka penandatangan petisi IKN menunjukan publik merasa tidak dilibatkan dalam pemindahan dan pembangunan IKN, ada cacat aspirasi di sana," Ujar Didin S Damanhuri.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Belum Ada Nomor

Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) belum memiliki nomor meski lebih dari dua pekan disahkan pemerintah dan DPR yaitu pada 18 Januari silam. Ini berarti UU IKN belum berlaku sampai 18 Februari mendatang.

"Hal itu terjadi mungkin karena Presiden tidak firm untuk memberikan tandatangan sebagaimana Presiden tidak menandatangani UU KPK beberapa waktu yang lalu," kata Achmad.

Achmad menilai ini bukan kejadian baru, hal yang sama terjadi saat pengesahan UU Komisi Pemberantasan Korupsi yang juga mengundang atensi publik.

Sebelumnya, RUU KPK tidak ditandatangani oleh Presiden karena kalangan tokoh mendatangi istana dan menyampaikan keberatannya atas RUU KPK tersebut. Namun akhirnya RUU KPK menjadi UU KPK meski Presiden tidak menandatanganinya karena aturan menyatakan Jika presiden tak kunjung menandatangani dalam waktu 30 hari, RUU itu tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

"Bisa jadi Presiden sedang tersandera oleh berbagai kepentingan di istana," katanya.

Achmad menyatakan ada setidaknya dua kepentingan yang ada di istana. Satu kepentingan yang ingin segera menjalankan UU IKN yaitu para Menteri yang dekat dengan oligarki pengusaha. Satu kepentingan lainnya adalah para menteri yang memandang permintaan IMF untuk negara berhati-hati terkait masa depan keuangan negara, perlu didengarkan.

"Karena ada dua kepentingan tersebut, Presiden menjadi tidak firm terhadap pembangunan IKN dapat berjalan," ujar dia

Meski demikian, ia menduga bisa jadi istana sedang bersiasat agar pengajuan formil dan materil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi dapat tertunda karena UU IKN secara formal belum dinomorkan.

"Bila istana bersiasat seperti UU KPK maka publik kali ini tidak akan buying siasat Presiden tersebut, ini artinya langkah Presiden terebut malah mengurangi kredibilitas proses pangambil keputusan di istana," katanya.

ANH mengingatkan pemindahan dan pembangunan IKN tidak boleh serampangan dilakukan. Ia menilai pemindahan dan pembangunan IKN hanya dapat dilakukan bila PPKM tidak diberlakukan lagi dan ekonomi sudah tumbuh setidaknya 5 persen per tahun.

"Bila Presiden nekat melaksanakan pemindahan dan pembangunan IKN maka Presiden dapat dinilai tidak memiliki sense of crisis dan dinilai bukan sosok negarawan," tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.