Sukses

Anak Buah Sri Mulyani Sita 2 Kebun di Malang Milik Tersangka Penggelapan Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyita dua petak tanah di kota Batu Malang.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyita dua petak tanah di kota Batu, Malang, Jawa Timur. Tanah tersebut merupakan aset yang dimiliki oleh tersangkat tindak pidana perpajakan

Penyitaan dilakukan oleh Tim penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Ditjen Pajak (DJP). Aset yang disita adalah 2 petak tanah perkebunan milik tersangka yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Lokasi 2 petak tanah yang disita berada di Desa Pendem, Kota Batu, Jawa Timur. Diketahui, tanah itu milik tersangka berinisial RK, yang merupakan direktur PT LMJ.

“Dua petak tanah kebun milik tersangka RK tersebut disita penyidik, karena diduga kuat dibeli dengan menggunakan uang hasil penggelapan pajak," tulis DJP dikutip dari Belasting.id, Rabu (24/8/2022).

PT LMJ bergerak di bidang penyuplai petugas keamanan untuk berbagai perusahaan. DJP melaporkan sejak tahun 2016-2019, PT LMJ tidak melaporkan dan menyetorkan sebagian PPN yang telah dipungut.

DJP menyatakan akibat kasus pidana yang dilakukan RK dan perusahaannya, negara mengalami kerugian keuangan sejumlah Rp 20,8 miliar.

Oleh karena itu, tim penyidik DJP menyita 2 petak tanah perkebunan milik RK untuk dijadikan jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara setelah masa persidangan.

DJP juga langsung menerjunkan tim penilai Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian Kantor Pusat DJP untuk menilai aset sitaan tersebut.

Berdasarkan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, RK dapat diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Negara Sudah Kantongi Pajak Rp 1.028 Triliun per 31 Juli 2022

Kementerian Keuangan merilis, sampai 31 Juli 2022 kas negara telah terkumpul Rp 1.028,46 triliun. Artinya, penerimaan pajak tahun ini telah mencapai 69,26 persen dari target APBN dalam Perpres 98 tahun 2022 yakni Rp 1.485 triliun.

“Kalau kita lihat penerimaan negara ceritanya sangat positif. Ini sesuai dengan tadi adanya pemulihan ekonomi yang sangat impresif,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Jumat, (12/8).

Sri Mulyani merincikan sumber-sumber penerimaan pajak diantaranya PPh Non Migas sebesar Rp 595,0 triliun atau telah mencapai 79,4 persen dari target. Dari sumber PPN & PPnBM sebesar Rp 377,6 triliun atau telah mencapai 59,1 persen dari target.

Lalu dari PPh Migas sebesar Rp 49,2 triliun atau telah mencapai 76,1 persen target. Sedangkan dari pos PBB & Pajak Lainnya sebesar Rp 6,6 triliun atau mencapai 20,5 persen dari target.

Tingginya penerimaan pajak ini didorong oleh beberapa faktor, mulai dari tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif. Selain itu, basis penerimaan pajak tahun lalu yang masih rendah karena pemberian insentif fiskal.

Tak hanya itu, tingginya penerimaan pajak juga berkat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berlangsung pada Januari-Juni 2022. "Pertumbuhan yang sangat tinggi pada bulan Juni disebabkan oleh tingginya penerimaan dari PPS," kata dia.

3 dari 3 halaman

Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Mencapai Rp 185,1 Triliun

Selain dari pajak, kas negara juga terisi dari kepabeanan dan cukai. Per Juli 2022 penerimaan negara yang masuk telah mencapai Rp 185,1 triliun. Angka ini telah mencapai 61,9 persen dari yang ditargetkan pemerintah.

"Penerimaan bea dan cukai ini bahkan selama musim pandemi pun mereka memberikan kontribusi dan pertumbuhan yang relatif sangat stabil. Jadi sekarang ini pertumbuhannya 31,1 persen itu adalah pertumbuhan yang tetap tinggi dan luar biasa,” lanjut Sri Mulyani.

Bea Masuk tumbuh 31,5 persen yang didorong tren perbaikan kinerja impor nasional terutama sektor perdagangan dan sektor Industri. Cukai tumbuh 20,8 persen yang dipengaruhi efektivitas kebijakan tarif, lonjakan produksi bulan Maret (efek kenaikan tarif PPN) dan efektifitas pengawasan.

Sementara itu, pada pos Bea Keluar tumbuh 97,8 persen yang didorong tingginya harga komoditas, kenaikan tarif BK produk kelapa sawit, dan kebijakan Flush Out.

"Penerimaan bea cukai masih tumbuh, didorong tren positif bea masuk, resiliensinya performa cukai serta kinerja yang meyakinkan," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.