Sukses

HEADLINE: Lumpur Lapindo Simpan Harta Karun Logam, Potensi Pemanfaatannya?

Kementerian ESDM menginformasikan adanya temuan harta karun logam lain yang tertanam di lumpur Lapindo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Liputan6.com, Jakarta Lama tak terdengar, kabar terbaru lumpur Lapindo kembali menyita perhatian publik. Hal ini setelah Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan adanya temuan harta karun logam lain yang tertanam di lumpur Lapindo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Bukan hanya kandungan logam tanah jarang yang sebelumnya ditemukan, terdapat pula kandungan logam lain yang disebut critical raw material. Banyak kalangan menggadang-gadang harta karun Lapindo ini menjadi sumber kekayaan alam baru bagi Indonesia.

Kilas balik, semburan lumpur Lapindo tercatat muncul 29 Mei 2006. Bencana tersebut terjadi karena sebelumnya terdapat aktivitas pengeboran di sawah Porong. Dalam laporannya, BPK sempat menyebut Lapindo Brantas Inc terindikasi sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas kerugian yang ditimbulkan semburan lumpur.

Ganasnya semburan lumpur panas menyembur dari Desa Siring Kecamatan Porong ini menenggelamkan 11 desa dari tiga Kecamatan. Ini membuat banyak warga harus rela kehilangan tempat tinggalnya.

Penemuan harta karun ini terjadi di tengah ketidakpastian ganti rugi para korban terdampak semburan lumpur Lapindo. Persoalan ganti rugi ini, awalnya akan diselesaikan secara b to b.

Namun, hingga kini, persoalan ini belum juga selesai. Para korban pun meminta pemerintah untuk mengambil alih mengenai kejelasan nasib mereka.

Lantas, apakah penemuan harta karun ini menjadi harapan baru bagi korban Lapindo?

Apalagi temuan harta karun berupa Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element, belakangan diketahui menjadi incaran sejumlah negara karena merupakan salah satu komponen pembuatan mobil listrik, telepon genggam, satelit hingga persenjataan militer.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono menyebutkan penelitian soal kandungan Logam Tanah Jarang di Lumpur Lapindo sudah dilakukan sejak 2020. Saat ini penelitian di lokasi semburan lumpur tersebut pun masih terus dilakukan.

"Tahun 2020 penyelidikan di sana, dan teman-teman kami terlibat dan lakukan kajian secara umum di Sidoarjo. Ada indikasi Logam Tanah Jarang ini," kata Eko dalam sesi teleconference.

Lebih hebatnya lagi, jumlah logam raw critical material diperkirakan lebih banyak dari kapasitas Logam Tanah Jarang di daerah tersebut.

"Selain logam tanah jarang ada logam lain termasuk Critical Raw Material, yang jumlahnya lebih besar," jelas Eko.

Menurut Eko, kajian yang dilakukan pada 2020 lalu masih bersifat umum. Sehingga pada tahun ini akan dilakukan penelitian dengan lebih detil dan sistematis.

Penelitian lebih dalam dilakukan bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (TekMIRA).

Sri Mulyani Kirim Tim

Kementerian Keuangan turut menanggapi hal ini. Dengan menindaklanjuti perihal nilai kandungan ekonomis yang kemungkinan muncul akibat bencana tersebut.

Kemenkeu akan mulai menghitung aset, termasuk kandungan di dalam tanah milik PT Lapindo Brantas tersebut.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban mengaku telah mendengar desas-desus kandungan mineral yang ada di lumpur Lapindo.

Guna memastikan hal itu, pihaknya pun akan mulai mengecek nilai kandungan mineral yang dikabarkan ada di tanah Lapindo.

Nah, pada dasarnya kita juga sudah meminta penilai untuk melakukan penilaian terhadap tanah tersebut, just in case bahwa yang bersangkutan tak bisa membayar dan kita harus terima tanah tersebut, kita sudah minta penilai melakukannya,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI.

Ini, berkaitan dengan jumlah utang Lapindo yang menggunung terhadap negara. Namun, pihaknya mengaku belum mendapatkan hak titel terhadap tanah Lapindo yang disinyalir punya nilai berharga tersebut.

“Artinya kami di DJKN belum memiliki hak titel atas tanahnya. Kita memiliki tagihan sebesar dana talangan tersebut plus bunga dan denda, kita berdasarkan hitungan BPK itu ada hitungan BPK-nya,” katanya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Lebih Mahal dari Emas dan Platina

Lumpur Lapindo Sidoarjo, Jawa Timur memiliki potensi kandungan logam tanah jarang. Potensi besar itu bernilai tinggi untuk teknologi masa depan.

Tanah jarang adalah tanah yang mengandung beberapa unsur kimia, masuk ke dalam golongan lantanida dan aktanida. Selain masuk ke dalam golongan lantanida dan aktanida, logam tanah jarang juga disebut sebagai logam transisi.

Logam itu sangat penting dan memiliki harga yang cukup tinggi karena digunakan untuk teknologi tinggi, seperti campuran logam pada bidang meterologi untuk pembuatan pesawat luar angkasa, lampu energi tinggi, dan semi konduktor.

Pakar teknologi lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (Unair), Ganden Supriyanto mengatakan, logam tanah jarang ini sangat penting kaitanya pada beberapa bidang tertentu seperti bidang meterologi .

"Logam tanah jarang di lumpur lapindo ini sangat mahal, bahkan jauh lebih mahal dibandingkan emas dan platina," kata Ganden.

Gaden menjelaskan bahwa logam tanah jarang merupakan jenis logam lantanida dan aktinida yang meliputi beberapa logam di dalamya seperti litium, dan scandium. Logam itulah yang ditemukan di lumpur Lapindo Sidoarjo.

Selama ini, litium banyak digunakan sebagai bahan pembuatan baterai, terutama baterai mobil listrik. Temuan logam itu terhitung penting kaitanya karena ke depan semua kendaraan harus bebas emisi, sehingga mobil listrik lebih banyak digunakan.

Selain potensi dari pemanfaatan litium, scandium juga memiliki potensi tak kalah besar. Scandium banyak digunakan sebagai bahan pembuatan lampu berteknologi tinggi.

Di kesempatan terpisah, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan meminta kepada pemerintah untuk memastikan kembali potensi mineral yang terkandung dalam lumpur Lapindo.

"Memang kemungkinan adanya rare earth dan mineral lain memungkinkan sekali ada di sana. Hanya saja, yang jadi permasalahan adalah apakah ini bernilai ekonomis untuk dikembangkan," ujarnya kepada Liputan6.com.

"Jangan sampai kita terlalu senang akan temuan ini tetapi begitu dihitung tidak ekonomis," imbuh Mamit.

Dia pun belum bisa memperkirakan dan menghitung, apakah kandungan logam langka di lumpur Lapindo punya nilai keekonomian atau tidak.

"Data yang ada saat ini masih mentah sekali. Perlu dilakukan penelitian mendalam mengenai potensi yang ada dan nilai keekonomisannya. Jadi ini semua baru indikator awal, masih jauh untuk berbicara nilai keekonomisannya," tuturnya.

 

3 dari 4 halaman

Butuh Penelitian Panjang

Penemuan langka di lumpur Lapindo ini juga menyita perhatian Wakil Rakyat. Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, menilai temuan awal di Lumpur Lapindo masih diperlukan kajian lebih mendalam agar bisa menemukan fakta manfaat bisnis dari harta karun tersebut. Dengan demikian masih butuh waktu panjang untuk memanfaatkannya.

“Mesti diperjelas fakta harta karunnya. Jenis dan besarannya. Bisa diminta kampus-kampus kita untuk meneliti,” kata Mardani kepada Liputan6.com, Senin (31/1/2022).

Menurutnya, jika setelah dilakukan penelitian dan terbukti terdapat harta karun logam yang bisa dimanfaatkan, selanjutnya bisa dibahas mengenai status kepemilikan lumpur Lapindo tersebut.

“Jika benar baru dibahas status kepemilikannya. Jika ada hak privat disana perlu dengan seksama diatur untuk kepentingan semua. Bisa diberikan ganti rugi atau tukar guling,” ujarnya.

Sebagai informasi, tukar guling mempunyai arti suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberi suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya atas suatu barang.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan, intinya kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani menilai pihak yang berhak menentukan keekonomian dari kandungan mineral di lumpur Lapindo harus pihak kompeten.

“Terkait info di media adanya potensi harta karun tentunya harus didukung buktikan oleh yang berkompeten dan proses itu merupakan bagian dari proses kita menyelesaikan kewajiban Lapindo,” kata Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, kepada Liputan6.com.

Sementara itu, terkait penyelesaian kewajiban Lumpur Lapindo kepada negara sedang dalam proses penanganan sesuai dengan ketentuan.

“Mungkin akan saya sampaikan, bahwa proses penyelesaian kewajiban Lapindo kepada negara sedang dalam proses penanganan, sesuai dengan ketentuan. Yang sampai saat ini belum juga Lapindo menyelesaikan kewajiban tersebut,” jelas Tri.

 

4 dari 4 halaman

Terhambat Alat dan Teknologi yang Belum Mutakhir

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai, unsur logam yang ada di lumpur Lapindo tersebut kemungkinan belum bisa dikelola dalam waktu dekat. Sebab, pemerintah masih terhambat dengan adanya alat dan teknologi yang memadai.

"Sejauh ini saya kira kita belum memiliki alat dan teknologi yang mutahir dalam mengelola lumpur lapindo," ujar Mamit kepada Liputan6.com

Menurut dia, pemerintah tak perlu terburu-buru mengejar nilai ekonomi dari lumpur Lapindo. Sebab, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikannya.

"Jika memang dari sisi ekonomis menguntungkan, saya kira baru kita bisa bergerak ke arah alat dan teknologi. Mengingat seharusnya ini menjadi satu kesatuan dalam mengembangkan potensi lumpur lapindo," ungkapnya.

Tak lupa, Mamit mengingatkan jika lumpur Lapindo masih menyimpan potensi bencana seperti yang terjadi bertahun-tahun lalu. Jika pemerintah terlalu ambisius mengejar keuntungan dari sana, ia takut justru kerugian yang didapat akibat bencana.

"Apalagi kita tahu bahwa lumpur Lapindo ini merupakan bencana yang cukup sulit diatasi. Harus dipikirkan juga dampaknya nanti seperti apa saat akan dikelola atau dimanfaatkan," imbuhnya.

"Menurut saya, ini masih sangat panjang untuk menuju komersiaslisasi," pungkas Mamit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.