Sukses

Jaksa Agung Burhanuddin: Terpidana Korupsi Jiwasraya Heru Hidayat Pantas Dihukum Mati

Burhanuddin menilai hukuman mati pantas diterima Heru Hidayat lantaran terlibat dalam tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin, mengatakan bahwa kasus mega korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang dilakukan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, merupakan kasus yang menyebabkan kerugian negara di luar nalar.

“Dengan mepemempertimbangkan bahwa nilai kerugian negara yang timbul di luar nalar. Bayangkan Jiwasraya Rp 16 triliun, Asabri Rp 22 triliun. Uang bukan sedikit dan banyak korban yang timbul dari perbuatan tersebut,” kata Sanitiar dalam webinar Unika Atma Jaya ‘Efektivitas Penanganan Hukum dan Ekonomi dalam Kasus Mega Korupsi : Studi Kasus Jiwasraya’, Rabu (26/1/2022).

Burhanuddin menilai hukuman mati pantas diterima Heru Hidayat lantaran terlibat dalam tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, Heru dihukum penjara seumur hidup karena kerugian negaranya lebih dari Rp 16 triliun.

Menurutnya, jika terdakwa dijatuhi hukuman penjara saja kemudian dikeluarkan lagi. Maka terdakwa tidak akan jera dan kemungkinan melakukan tindak pidana korupsi kembali. Oleh karena itu, Jaksa Agung menilai tuntutan hukuman mati sangat tepat.

“Terbukti pelaku Jiwasraya yang lalu, Heru terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman seumur hidup. Namun, dalam perkembangannya terdakwa ini merupakan aktor terpenting dalam kasus pengungkapan Asabri. Sehingga kejaksaan mengambil sebuah terobosan hukum dengan menuntut terdakwa tersebut dengan tuntutan hukuman mati,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ikhtiar

Langkah ini merupakan ikhtiar Jaksa Agung dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Keputusan tuntutan pidana mati tersebut ditujukan untuk memenuhi keadilan substansi masyarakat.

Terobosan hukuman mati tersebut, terilhami dari pendapat Prof Satjipto Rahardjo terkait paham hukum progresif. Paham ini menyebutkan bahwa hukum yang sudah terwujud harus menjaga kepastian hukum.

“Dan bagi penegak hukum harus berpandangan hukum, bukan sebatas gugusan norma dan logika, akan tetapi memandang hati nurani melalui empati, kejujuran, dan keberanian,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.