Sukses

Ingin Hilirisasi Industri Migas, Indonesia Patut Belajar dari Kazakhstan

Ekonomi Kazakhstan sempat terkontraksi hampir 10 tahun sejak lepas dari Uni Soviet pada 1991.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia yang tengah membangun hilirisasi industri di sektor minyak dan gas (migas) patut belajar dari Kazakhstan. Negara pecahan Uni Soviet itu kini tengah diguncang kerusuhan akibat melonjaknya harga bahan bakar di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta mengatakan, basis kekuatan produksi dari kehidupan ekonomi Kazakhstan berasal dari sumber daya alam (SDA), terutama migas dan mineral (uranium).

Ekonomi Kazakhstan sendiri sempat terkontraksi hampir 10 tahun sejak lepas dari Uni Soviet pada 1991. Bahkan, Arif menyebut, ekonominya pernah tumbuh negatif sampai double digit -12 persen.

"Kemudian pada 2000-2010, mulai meningkat pertumbuhan ekonominya dengan aktivitas investasi sekaligus ada implikasi spillover effect dari pertumbuhan ekonomi di China dan Rusia," kata Arif dalam sesi webinar bersama Megawati Institute, Minggu (9/1/2022).

Selama 10 tahun kedua tersebut, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kazakhstan berkisar di angka 7 persen, meskipun itu belum menutupi proses kontraksi selama 10 tahun pertama.

Memasuki 2010 ke atas, Arif melanjutkan, transformasi terlihat mulai berjalan agak lambat. Ekonomi sulit bangkit di atas 7 persen. Diperparah dengan datangnya pandemi Covid-19 pada 2020, yang mengakibatkan ekonomi di hampir semua negara terkontraksi parah.

Berkaca pada sejarah tersebut, Arif mengatakan, ekonomi Kazakhstan selama 30 tahun ini memang didorong oleh pergolakan harga komoditas.

"Once dimana harga komoditi baik, ekonomi juga dapat tumbuh baik, walaupun sebenarnya Kazakhstan berusaha mengembangkan ekonomi yang bernilai tambah. Tapi 50 persen sumbangan dari PDB Kazakhstan masih datang dari sektor oil and gas dan mineral," sambung Arif Budimanta.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Privatisasi

Kedua, meski neraca perdagangannya terus tumbuh, tapi current account deficit negara tersebut berjalan negatif. Penyebabnya, itu datang dari pendapatan primer (primary income) yang tidak dikelola dengan baik.

"Artinya, walaupun kekayaan sumber daya alamnya luar biasa, tetapi ini tampaknya tidak disimpan di dalam negeri. Yang terjadi adalah selalu capital flight, karena primary income-nya, posisi net-nya adalah negatif," terang Arif.

Selain itu, Kazakhstan juga merupakan salah satu negara yang berhasil mendatangkan investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) yang sangat besar. Namun ketika ada dividen itu langsung dibawa ke luar negeri, sehingga primary income-nya negatif.

"Ini memang ditunjukan dengan proses privatisasi yang dilakukan di Kazakhstan, misalnya untuk sektor oil. Jadi walaupun ada kepemilikan yang dititipkan melalui badan usaha milik negara, tetapi enggak dominan kepemilikannya," ungkap Arif.

"Ini yang juga jadi salah satu indikasi yang menggambarkan kenapa net primary income menjadi negatif. Walaupun secara PDB dan GDP per kapita Kazakhstan saat ini berada pada posisi upper middle income country," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.