Sukses

Rupiah Ditutup Menguat jelang Malam Tahun Baru 2022, Ini Penyebabnya

Penguatan rupiah sore ini dipicu karena dolar AS cenderung melemah. Namun berada di jalur penguatan tahunan terbesar sejak 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami banyak tekanan sepanjang 2021. Namun fluktuasi rupiah tidak terlalu dalam pada tahun ini. Di hari terakhir 2021, rupiah ditutup menguat 7 poin di level 14.262 per dolar AS dibanding penutupan sebelumnya 14.270 per dolar AS.

Analis rupiah Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah para Jumat sore ini sebagai bentuk respon pasar terhadap upaya pemerintah yang mempercepat revisi Undang-Undang Cipta Kerja seperti diminta Mahkamah Konstitusi.

Meskipun pemerintah diberi waktu 2 tahun, tetapi saat ini dua undang-undang yang diperbaiki telah masuk dalam daftar prioritas legislasi nasional (prolegnas).

"Proyek revisi UU Cipta Kerja ini bakal masuk ke dalam program prioritas legislasi nasional prioritas tahun 2022," kata Ibrahim Assuaibi kepada wartawan, Jakarta, Jumat (31/12/2021).

Dua undang-undang yang akan direvisi yakni UU no 12 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Prosesnya, revisi akan dilakukan untuk UU Nomor 12 terlebih dahulu, baru setelah itu UU Cipta Kerja direvisi," imbuhnya.

Sebagai informasi, pada bulan November yang lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dan memerintahkan kepada DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dengan batas maksimal waktu perbaikan 2 tahun.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Faktor Eksternal

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka ini menjelaskan dari sisi eksternal, penguatan rupiah sore ini dipicu karena dolar cenderung melemah. Namun berada di jalur penguatan tahunan terbesar sejak 2015.

Hal ini disebabkan penurunan data klaim pengangguran mingguan yang membantu meredakan kekhawatiran lonjakan penyebaran Covid-19 varian omicron yang akan mengekang pemulihan ekonomi. Selain itu patokan hasil Treasury AS 10-tahun turun dari tertinggi satu bulan pada hari Kamis, tetapi tidak ada katalis utama dan banyak pedagang sudah berlibur.

"Klaim baru untuk tunjangan pengangguran AS turun dalam minggu menjelang Natal dan daftar tunjangan turun ke level terendah era pandemi minggu sebelumnya, data menunjukkan, menandakan tidak ada dampak pada pekerjaan dari varian Omicron yang menyebar dengan cepat," kata dia.

Penurunan klaim pengangguran terjadi bahkan ketika penyebaran virus corona di Amerika Serikat mencapai rekor tertinggi pada 2 hari berturut-turut. Berdasarkan data yang dirilis, pada hari Kamis menunjukkan klaim pengangguran awal di AS turun menjadi 198.000 minggu lalu.

Selain itu, Saham Asia Pasifik sebagian besar naik pada Jumat pagi. Melemahnya dolar juga sebagai akibat indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur di China sebesar 50,3 dan non-manufaktur sebesar 52,7. Angka ini nyatanya lebih baik dari perkiraan di Desember dan reli di ekuitas China yang terdaftar di Amerika Serikat.

"Kedua indeks melebihi ekspektasi dan tetap di atas tanda 50 yang menunjukkan pertumbuhan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.