Sukses

HEADLINE: Rencana Penghapusan Bertahap Premium dan Pertalite, Skemanya?

Wacana BBM jenis Premium dihapus kembali mencuat. Hal ini digulirkan oleh Kementerian ESDM

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat kembali dibikin dag dig dug. Bagaimana tidak, wacana BBM jenis Premium dihapus kembali mencuat. Hal ini digulirkan Kementerian ESDM. Alasan utamanya satu, yaitu untuk mendukung penggunaan BBM yang ramah lingkungan.

Premium sendiri saat ini merupakan BBM dengan RON88. BBM dengan kualitas rendah ini sebenarnya sudah diasingkan di dunia. Terbukti, hanya sedikit negara yang masih memproduksi dan memasarkannya ke masyarakat, salah satunya Indonesia.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Soerjaningsih mengatakan, pemerintah sedang menyusun peta jalan bahan bakar minyak ramah lingkungan di mana nantinya pertalite juga akan digantikan dengan bahan bakar yang kualitasnya lebih baik.

"Kita memasuki masa transisi di mana premium RON 88 akan digantikan dengan pertalite RON 90, sebelum akhirnya kita akan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan," katanya.

Suntik mati Premium ini sebenarnya menjadi tahap awal sebelum masyarakat beralih ke BBM dengan RON90, yaitu Pertalite. Esensi diciptakannya Pertalite oleh Pertamina memang sebagai transisi sebelum nantinya semua akan pindah ke Pertamax, yang memiliki RON92.

Pemerintah akan berusaha meredam gejolak yang timbul di masyarakat terkait proses shifting pertalite ke pertamax. Perubahan dari premium ke pertalite akan mampu menurunkan kadar emisi karbon dioksida sebesar 14 persen. Adapun perubahan dari pertalite ke pertamax akan menurunkan kembali emisi karbon dioksida sebesar 27 persen.

Dikutip dari data Pertamina, konsumsi bensin jenis Premium dan Pertalite dari tahun ke tahun masih naik. Adapun untuk penggunaan bensin Premium pada tahun 2018 secara nasional mencapai 31,3 persen dari konsumsi BBM secara nasional. Nah, pada tahun 2019 konsumsi naik menjadi 33,3 persen dari penggunaan secara nasional.

Begitu juga dengan penggunaan bensin Pertalite yang masih mengalami peningkatan, dari yang tahun 2018 mencapai 52,4 persen secara nasional meningkat di tahun 2019 menjadi 56,3 persen secara nasional.

Atas dasar data tersebut pula, Pertamina mengaku siap menjalankan apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah.

"Kami akan mengikuti ketetapan dari Pemerintah," kata Corporate Secretary Subholding Commercial And Trading PT Pertamina (Persero), Irto Ginting.

Dia mengakui jika saat ini masyarakat sudah mulai sadar dan menggunakan BBM berkualitas atau yang sesuai dengan spek kendaraannya.

Pertamina juga terus mengedukasi dan memberikan benefit tambahan kepada masyarakat untuk menggunakan BBM berkualitas. "Pertamina tetap melaksanakan tugasnya, termasuk dalam suplai dan pendistribusian BBM sesuai kebutuhan masyarakat," tandasnya.

Sementara itu, di kesempatan terpisah, Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama sangat mendukung rencana pemerintah menghapus BBM yang tak ramah lingkungan.

“Premium membahayakan kesehatan,” kata dia kepada Liputan6.com.

Selain alasan kesehatan tersebut, pria yang akrab disapa Ahok ini mengatakan tingkat penggunaan Pertalite telah mendominasi. Diketahui, Pertalite memiliki kadar oktan RON 90 atau satu tingkat diatas Premium.

Namun, Ahok tidak merinci terkait rencana penghapusan Premium ini akan dilakukan kapan. Ia pun meminta pertanyaan ini disampaikan ke direksi PT Pertamina (Persero).

“Bisa ke direksi. Premium dihapus karena pemakaian Pertalite sudah hampir 80 persen,” terangnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tahapan Penghapusan

Mengacu data Pertamina dalam rapat kerja bersama DPR, terdapat tiga tahapan yang akan dilakukan Pertamina untuk menghapus secara perlahan penggunaan bensin Premium dan Pertalite.

Strategi penghapusan itu merupakan simplifikasi varian produk dan comply dengan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2017 yang mengatur soal baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru untuk kendaraan bermotor roda empat atua lebih.

Dalam beleid itu, pemerintah menetapkan BBM tipe euro 4 atau setara BBM oktan 91 ke atas mulai tahun 2019 secara bertahap hingga 2021.

Adapun yang kadar oktannya di bawah 91 atau masuk standar euro 2 saat ini adalah Premium dan Pertalite.

Adapun tahapan penghapusan kedua bensin itu, langkah pertama akan dilakukan pengurangan bensin Premium disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM Ron 90 ke atas.

Kedua, pengurangan bensin Premium dan Pertalite di SPBU disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong menggunakan BBM di atas RON 90 ke atas.

Dan langkah ketiga, simplifikasi produk yang dijual di SPBU hanya menjadi dua varian yakni BBM RON 91/92 (Pertamax) dan BBM RON 95 (Petamax Turbo).

Mengomentari tahapan transisi yang dimiliki Pertamina ini, Komisi VII DPR RI meminta Perseroan harus menjalankan komitmen itu. Jika tidak, dikhawatirkan akan terjadi gejolak di masyarakat.

"Tanggapan kami, pertama penghapusan premium dan pertalite itu, khususnya premium perlu dilakukan secara bertahap atau tidak sekaligus. Ini supaya tidak menimbulkan gejolak di masyarakat," ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI asal Fraksi PAN Eddy Soeparno.

Eddy menerangkan, kebijakan penghapusan BBM jenis premium maupun nantinya pertalite sendiri merupakan suatu keniscayaan. Mengingat, era pasar saat ini telah beralih ke bahan bakar dengan kandungan oktan tinggi yang lebih ramah lingkungan.

Dia mencontohkan, saat ini, produsen kendaraan bermotor sudah ramai-ramai meninggalkan penggunaan bahan bakar dengan oktan rendah, termasuk premium dan pertalite.

"Sehingga, tidak lagi mobil menggunakan bahan bakar premium atau oktan rendah lainnya," tekannya.

Selain itu, keputusan untuk menghapus BBM premium juga sejalan dengan arah pemerintah untuk mempercepat transformasi energi baru dan terbarukan di Indonesia. Dengan begitu, penggunaan energi berbasis fosil otomatis ditinggalkan.

"Ini merupakan bagian dari upaya kita melestarikan lingkungan yang harus dilakukan," tutupnya.

Mengamini apa yang diungkapkan Eddy, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai Premium dihapus baru bisa dilakukan pada 2025. Itu mengacu pada Premium yang masih jadi pilihan masyarakat karena harga yang terjangkau.

"Saya prediksi paling cepat tahun 2025 baru bisa premium dihapus," katanya kepada Liputan6.com.

Ia pun menduga, jika dalam waktu dekat pemerintah meniadakan BBM beroktan rendah ini, bisa menimbulkan gejolak sosial hingga politik. Apalagi, mulai 2022 diprediksi gejolak politik akan dimulai.

"Jika dalam waktu dekat dihapus, bisa terjadi gejolak sosial ke politik. Apalagi tahun 2022 sudah masuk tahun politik, bisa ramai perpolitikan nasional," kata dia.

 

 

3 dari 4 halaman

Hanya Ada 7 Negara di Dunia Pakai Premium

Rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) Premium hingga Pertalite tengah hangat diperbincangkan. Yang menarik, ternyata hanya ada sejumlah negara yang masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau setara Premium. Salah satu negara tersebut yaitu Indonesia.

Berdasarkan data Pertamina, saat ini hanya ada 7 negara yang menggunakan BBM Premium yaitu Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan dan Indonesia.

“Jadi populasinya secara global juga sangat sedikit. Negara-negara maju sudah menggunakan BBM dengan minimal standar EURO 4,” kata Pengamat Energi Maming Setiawan kepada Liputan6.com.

Mamit pun mengusulkan agar Pemerintah nantinya dapat memberikan subsidi kepada masyarakat jika BBM Premium dan Pertalite resmi dihapus.

“Kita mesti melihat juga kondisi perekonomian masyarakat. Pemerintah, jika Pertamax menjadi BBM pilihan maka saya kira bisa memberikan subsidi ke masyarakat,” kata Mamit.

Sama halnya dengan Malaysia, dimana Pemerintahnya memberikan subsidi kepada penggunaan BBM ron tinggi. Selain itu, saat ini jumlah negara yang menggunakan Premium juga sangat sedikit.

Sementara dari sisi pengusaha, sampai saat ini belum menerima kebijakan yang pasti dari pemerintah.

Ketua DPD III Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Juan Tarigan, menanggapi rencana penghapusan secara bertahap Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium dan pertalite.

Hiswana Migas memastikan masih akan menyalurkan BBM sesuai kebijakan pemerintah. “Prinsipnya kami tetap menyalurkan BBM sesuai kebijakan dari pemerintah,” kata Juan Tarigan saat dihubungi Liputan6.com.

Dia menegaskan, hingga kini pihaknya belum mendapatkan informasi teknis seperti apa skema rencana penghapusan Premium dan Pertalite secara bertahap ini. Namun, untuk saat ini, kondisi usaha Hiswana migas masih berjalan normal.

“Sampai saat ini kondisi usaha masih normal,” ucapnya.

 

4 dari 4 halaman

Ditolak Konsumen dan Permintaan YLKI

Rencana pemerintah menghapus BBM tak ramah lingkungan ini langsung direpon masyarakat, salah satunya kalangan Ojek Online (Ojol).

Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia (Garda) meminta pemerintah menghadirkan bahan bakar alternatif lain yang lebih bersih dan ekonomis.

"Kami tidak setuju (rencana pemerintah hapus Pertalite)," kata Ketua Umum Garda Igun Wicaksono.

Igun menyadari upaya penghapusan tersebut dalam rangka penggunaan transisi energi yang lebih bersih. Hal ini juga demi menjaga bumi dari dampak perubahan iklim. Hanya saja, dia ingin pemerintah lebih dulu menghadirkan energi alternatif terlebih dahulu.

"Kecuali pemerintah sudah menyiapkan (energi) alternatif lain yang nilai ekonomisnya lebih murah," kata dia.

Igun menuturkan sebagian besar pengemudi ojek online menggunakan BBM jenis Pertalite sebagai bahan bakar. Mengingat harganya masih terjangkau sekitar Rp 7.650 per liter. Harganya lebih murah ketimbang jenis Pertamax sekitar Rp 9.000 yang tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah.

"Sebagian besar pengemudi ojol pakai Pertalite," kata dia.

Untuk itu dia meminta pemerintah untuk memikirkan kembali rencana penghapusan Pertalite. Bila hal itu tidak bisa dihindarkan, maka dia ingin pemerintah mempercepat berbagai infrastruktur penggunaan energi baru terbarukan (EBT), khususnya dalam hal transportasi.

"Moda transportasi ini harus pikirkan, dilakukan subsidi unit baru, harga jual juga harus lebih ekonomis dan dapat insentif. (Diskon) pajak kendaraan juga jangan kecil sekali," kata dia mengakhiri.

Sedangkan tanggapan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mereka menilai pilihan pemerintah untuk menghapus Premium adalah langkah yang tepat dilakukan. Mengingat rencana ini sudah diwacanakan sejak beberapa tahun lalu.

“Saat ini, sebetulnya rencana itu juga bagus ketika kemudian masyarakat didorong digunakan oleh RON lebih tinggi. Pertalite dibuat jadi masa transisi untuk pengguna Premium ke pertamax, penghapusan itu akan bertahap, untuk kapan dihapusnya kan belum tahu,” terangnya Pengurus harian YLKI Agus Suyatno saat dihubungi Liputan6.com.

Pandangannya itu melihat tingkat penggunaan Premium di masyarakat yang cenderung rendah. Ia menaksir hanya tersisa kurang dari 10 persen masyarakat yang masih menggunakan Premium.

“Yang YLKI soroti lagi, kemudian Premium ini akan dihapus, ini menjadi PR bagi pemerintah untuk menciptakan BBM yang ramah dan terjangkau. Jadi itu yang harus digarap pemerintah gimana caranya ada BBM yang bisa dijangkau, namun dengan oktan yang tinggi,” terang dia.

Sebagai solusinya, Agus menyarankan pemerintah mengalihkan subsidi yang diberikan ke Premium untuk dialihkan ke Pertamax atau BBM yang memenuhi syarat Euro 4 dengan oktan RON 91.

“Caranya mungkin mengalihkan subsidi Premium ke pada RON lebih tinggi, kalau mau memang menuju pada langit biru ya subsidinya itu jangan pada BBM atau RON rendah, sekalian RON tinggi, ini yang bisa mendorong masyarakat untuk gunakan BBM lebih ramah lingkungan,” tuturnya.

Ia pun menyertakan rekomendasi Satgas Anti Mafia Migas pada 2018 lalu yang meminta peniadaan Premium karena diduga sebagai sarang mafia migas bermain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.