Sukses

Belanja Perpajakan Turun di 2020 Meski Pemerintah Jor-joran Sebar Insentif

Besaran belanja perpajakan di tahun 2020 mencapai Rp234,8 triliun, atau sekitar 1,52 persen dari PDB.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan telah menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) tahun 2020, sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas pemerintah terkait pelaksanaan kebijakan insentif perpajakan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya memperkuat fungsi APBN dalam rangka mendukung perekonomian.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan besaran belanja perpajakan di tahun 2020 mencapai Rp 234,8 triliun, atau sekitar 1,52 persen dari PDB.

“Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 13,7 persen dari belanja perpajakan tahun 2019 yang nilainya sebesar Rp272,1 triliun, atau sekitar 1,72 persen dari PDB,” kata Febrio, Sabtu (25/12/2021).

Meskipun sedikit menurun dibandingkan dengan belanja perpajakan tahun 2019, perlu diketahui kebijakan insentif yang diberikan oleh pemerintah pada masa pandemi di tahun 2020 semakin beragam di luar yang telah diberikan oleh pemerintah di tahun sebelumnya.

Antara lain PPh DTP Pasal 21, pembebasan PPh 22 impor, dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25, yang tidak seluruhnya termasuk dalam kategori belanja perpajakan.

Disisi lain, pemerintah juga memberikan dukungan terhadap ekonomi berupa penurunan tarif PPh badan dari sebelumnya 25 persen menjadi 22 persen sejak tahun pajak 2020, yang dikategorikan sebagai perubahan benchmark belanja perpajakan bagi jenis Pajak Penghasilan.

Maka penurunan estimasi belanja perpajakan 2020 bukan disebabkan oleh berkurangnya dukungan pemerintah. Namun lebih disebabkan oleh menurunnya konsumsi serta profitabilitas perusahaan akibat pandemi COVID-19, sehingga menurunkan basis pemajakan dan menyebabkan rendahnya pemanfaatan fasilitas perpajakan.

“Walaupun begitu, terdapat peningkatan dukungan fasilitas perpajakan untuk jenis pajak Bea Masuk yang utamanya ditujukan untuk mendukung ketersediaan alat kesehatan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19,” ujarnya.

Lanjutnya, belanja perpajakan konsisten berpihak pada dunia usaha khususnya UMKM dan rumah tangga. Di tahun 2020, rumah tangga menikmati belanja perpajakan sekitar 40,8 persen dari keseluruhan belanja perpajakan.

Adapun dunia usaha secara keseluruhan menikmati sekitar 59,2 persen, yang mana sebesar 25,5 persen merupakan fasilitas yang khusus ditujukan untuk UMKM.

Bila dilihat berdasarkan detail kebijakan insentif perpajakan, fasilitas yang nilainya cukup besar antara lain, PPN tidak terutang yang diberikan kepada pengusaha kecil yang memiliki omzet sampai dengan Rp4,8 miliar per tahun (threshold PPN) sebesar Rp40,6 triliun.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

PPN

Kemudian, PPN tidak dikenakan atas barang kebutuhan pokok sebesar Rp27,7 triliun, (iii) pengecualian penghasilan tertentu BPJS sebagai objek PPh sebesar Rp22,2 triliun, (iv) penyederhanaan penghitungan PPh atas penghasilan usaha dengan peredaran tertentu (PPh Final UMKM) sebesar Rp16,2 triliun.

Serta, PPN tidak dikenakan atas jasa pendidikan sebesar Rp15,1 triliun. Kebijakan-kebijakan tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah pada pengembangan usaha kecil dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Belanja perpajakan melengkapi alokasi belanja negara di APBN tahun 2020 dan amanat UU 2/2020 untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Hal tersebut tercermin dalam berbagai kluster stimulus yang termuat dalam Program PEN 2020, dengan realisasi anggaran, yaitu anggaran kesehatan sebesar Rp 62,7 triliun; perlindungan sosial sebesar Rp 216,6 triliun;

Selanjutnya, dukungan terhadap UMKM sebesar Rp112,3 triliun; pembiayaan korporasi sebesar Rp60,7 triliun;  insentif usaha sebesar Rp58,4 triliun; serta, program prioritas Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda sebesar Rp 65,2 triliun.

“Bila turut mempertimbangkan semua insentif perpajakan yang masuk dalam program penanganan kesehatan serta pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat COVID-19, maka di tahun 2020, besarnya dukungan insentif perpajakan yang diberikan pemerintah paling tidak mencapai Rp290,0 triliun atau setara dengan 1,88 persen PDB,” pungkas Febrio.

    

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.