Sukses

Sri Mulyani Janji Tahun 2023 Masih Bertabur Insentif Pajak, Nilainya Capai Rp 41 T

Insentif perpajakan yang berlaku tahun ini mencakup pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, pengurangan besar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50 persen.

Liputan6.com, Jakarta - pemerintah melihat bahwa dampak dari pandemi Covid-19 kepada ekonomi nasional masih akan terasa di tahun depan. Selain itu, tantangan geopolitik juga akan semakin mempersulit. Oleh karena itu, pemerintah sudah menyiapkan insentif pajak di 2023 dengan nilai Rp 41,5 triliun.

“Tahun depan, pajak itu masih akan memberikan insentif perpajakan yang mencapai Rp 41,5 triliun,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dikutip dari Belasting.id, Kamis (18/8/2022)

Namun sayangnya, Sri Mulyani belum merincikan rencana pemberian insentif pajak yang akan diberlakukan tahun depan.

Untuk diketahui, selama tahun 2022 ini, pemerintah juga memberikan berbagai insentif perpajakan. Tujuannya untuk meringankan masyarakat yang terdampak pandemi dan sebagai rangkaian program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Insentif perpajakan yang berlaku tahun ini mencakup pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, pengurangan besar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50 persen.

Lalu ada PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP) atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air lrigasi (P3-TGAI). Ketiga insentif tersebut tertera dalam PMK-114/PMK.03/2022.

Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil DTP dan rumah DTP yang berlaku sampai dengan akhir tahun ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penerimaan Pajak Rp 868,3 Triliun di Semester I 2022, Naik 55,7 Persen

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga semester I tahun 2022 sangat positif dengan capaian sebesar Rp868,3 triliun.

Angka tersebut naik 55,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan telah mencapai 58,5 persen dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.

“Kinerja yang sangat baik pada periode tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif, dampak implementasi UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), dan khusus di bulan Juni, utamanya ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi di akhir periode tersebut,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (2/8/2022).

Rinciannya, capaian penerimaan pajak berasal dari Rp 519,6 triliun PPh non migas atau 69,4 persen target. Kemudian Rp 300,9 triliun PPN & PPnBM mencapai 47,1 persen target.

Lalu, Rp 43,0 triliun PPh migas atau 66,6 persen target. Dan Rp4,8 triliun PBB dan pajak lainnya atau 14,9 persem dari target.

Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif seluruh jenis pajak dominan positif. PPh 21 tumbuh 19,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 236,8 persen, PPh Orang Pribadi tumbuh 10,2 persen.

Lalu, PPh Badan tumbuh 136,2 persen, PPh 26 tumbuh 18,2 persen, PPh Final tumbuh 81,4 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 32,2 persen, dan PPN Impor tumbuh 40,3 persen.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta dampak kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi BBM).

“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7 persen tumbuh 45,1 persen, perdagangan 23,4 persen tumbuh 62,8 persen, jasa keuangan dan asuransi 11,5 persen tumbuh 16,2 persen, pertambangan 9,7 persen tumbuh 286,8 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1 persen tumbuh 13,0 persen,” ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Perkembangan Terkini

Lebih lanjut Suryo juga menuturkan perkembangan terkini penerimaan yang terkait UU HPP, yaitu:

1. PPS dengan realisasi PPh final sebesar Rp61,01 triliun dan harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp594,82 triliun.

2. PPN Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE) dengan pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut sebanyak 119 pemungut berhasil menambah penerimaan PPN sebesar Rp7,1 triliun, berasal dari setoran tahun 2020 Rp730 miliar, setoran tahun 2021 Rp3,9 triliun, dan setoran tahun 2022 Rp2,47 triliun.

3. Pajak Fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp60,83 miliar dan PPh 26 yang diterima wajib pajak luar negeri atau BUT sebesar Rp12,25 miliar.

4. Pajak Kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022 dan dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri sebesar Rp23,08 miliar dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendahara sebesar Rp25,11 miliar.

5. Dampak penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022, penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun di bulan April 2022, Rp5,74 triliun di bulan Mei 2022, dan Rp6,25 triliun di bulan Juni 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.