Sukses

Harga Minyak Meroket Dibayangi Pengetatan Perjalanan di China

Harga minyak berada di jalur untuk kenaikan mingguan terbesar sejak Agustus 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak berada di jalur untuk kenaikan mingguan terbesar sejak akhir Agustus, di mana sentimen pasar minyak didukung oleh berkurangnya kekhawatiran atas dampak Covid-19 varian Omicron pada pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar.

Dua patokan harga minyak dunia, yaitu Brent dan West Texas Intermediate (WTI) berada di jalur untuk kenaikan lebih dari 7 persen pekan ini.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (11/12/2021), harga minyak mentah berjangka Brent naik 0,98 persen menjadi USD 75,15 per barel, setelah jatuh 1,9 persen pada perdagangan Kamis.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,03 persen ke level USD 71,67 per barel, setelah meluncur 2 persen dalam sesi bergejolak pada hari sebelumnya.

Awal pekan ini pasar minyak telah memulihkan dari kerugian yang diderita sejak wabah Omicron pada 25 November, dengan harga minyak terangkat oleh studi awal yang menunjukkan bahwa tiga dosis vaksin COVID-19 Pfizer menawarkan perlindungan terhadap varian baru tersebut.

"Pasar minyak dengan demikian telah menetapkan harga 'skenario terburuk' lagi, tetapi akan disarankan untuk meninggalkan risiko residual tertentu pada permintaan minyak," kata Analis Commerzbank, Carsten Fritsch.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kekhawatiran Ekonomi China

Lalu lintas udara domestik di China membuat harga minyak sedikit goyah karena pembatasan perjalanan yang lebih ketat, dan kepercayaan konsumen yang lebih lemah setelah wabah kecil yang berulang.

Sementara itu, lembaga pemeringkat Fitch menurunkan peringkat pengembang properti China Evergrande Group dan Kaisa Group, dimana keduanya disebut telah gagal membayar obligasi luar negeri.

Itu memperkuat kekhawatiran potensi perlambatan di sektor properti China, serta ekonomi yang lebih luas dari importir minyak terbesar dunia.

Dolar yang menguat jelang data inflasi AS, juga membebani harga minyak. Harga minyak biasanya jatuh ketika dolar menguat karena membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.