Sukses

Sri Mulyani: Cara Penagihan P2P lending Ilegal Kasar Sampai Melecehkan

Maraknya masyarakat yang terjerat fintech Peer to Peer (P2P) lending illegal, membuktikan literasi keuangan masyarakat masih rendah.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, maraknya masyarakat yang terjerat fintech Peer to Peer atau P2P lending ilegal, membuktikan literasi keuangan masyarakat masih rendah.

“Pinjaman melalui P2P lending illegal banyak menjerat konsumen dengan suku bunga yang tinggi, selain itu cara penagihan mereka kasar bahkan hingga mengandung unsur pelecehan,” kata Sri Mulyani dalam OECD-OJK Conference on Financial Inclusion, Financial Consumer Protection and Financial Literacy in the Asia-Pasific, Kamis (2/12/2021).

Menurut Sri Mulyani, tingginya kasus aktivitas keuangan ilegal di Indonesia, tidak lepas dari literasi keuangan yang relatif masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan konsumen yang kuat untuk memastikan perluasan akses ke layanan keuangan yang lebih baik.

Berdasakan data OJK, indeks literasi keuangan Indonesia hanya berada pada level 38,03 persen pada 2019. Level tersebut jauh lebih rendah dari indeks inklusi keuangan. Angka tersebut menunjukkan banyak masyarakat di Indonesia yang menggunakan jasa keuangan bahkan tanpa memiliki kemampuan untuk memahami atau memiliki literasi keuangan yang memadai.

“Oleh karena itu, literasi keuangan perlu ditingkatkan. Sehingga nasabah dapat memanfaatkan produk finansial dengan aman dan efektif serta dapat melindungi diri dari potensi penipuan,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rentan Penipuan

Sangat penting untuk menyasar masyakat menengah ke bawah, terutama keluarga miskin yang rentan akan penipuan, seperti orang tua, pemilik usaha kecil dan menengah yang kurang berpendidikan.

“Ini semua adalah kelompok rentan yang bisa menjadi jalinan aktivitas keuangan ilegal. Kita perlu menemukan pendekatan yang lebih efektif untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan,” tegasnya.

Demikian, di masa pandemi covid-19 telah memaksa kita untuk bertransformasi dan menggunakan teknologi digital. Kendati begitu, hal tersebut tidak secara otomatis membuktikan inklusi keuangan atau bahkan literasi keuangan Indonesia membaik.

“Pandemi covid-19 memberikan kita pelajaran yang sangat-sangat berharga untuk dipelajari,” pungkas Menkeu. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.