Sukses

Ganjar Pranowo: Masalah Utama UMKM Bukan Modal tapi Pemasaran

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, masalah utama Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) di Indonesia bukan permodalan tetapi masalah pemasaran.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, masalah utama Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) di Indonesia bukan permodalan tetapi masalah pemasaran. Hal ini yang membuat pihaknya mendorong UMKM memanfaatkan sosial media.

"UMKM kita, kita ajak jualan digital menggunakan medsos, lalu ke marketplace, mereka diajari agar produk bisa onboard," kata Ganjar Pranowo dalam sebuah diskusi, Jakarta, Senin (29/11).

Ganjar mengatakan, perjalanan UMKM hingga berani menjajakan dagangan secara online tidak mudah. Apalagi jika tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai.

"Ini tantangan kami menyiapkan infrastrukturnya," katanya.

Cara lain yang dilakukan oleh Ganjar dalam memasarkan produk buatan lokal adalah, dengan memanfaatkan media sosial pribadi. Media sosial dijadikan lapak untuk menjual produk UMKM yang memiliki kualitas baik.

"Saya lalu dapat masukan, Pak Ganjar, follower kan banyak, kenapa nggak dipakai jualan. Sehingga akun saya di pakai buat jualan. Saya tidak menduga banyak yang oke, banyak yang mau," katanya.

Secara rinci Ganjar menjabarkan masalah yang dimiliki oleh UMKM saat ini adalah mayorutas pemasaran, lalu permodalan kemudian izin kemasan. Di luar itu, UMKM juga menghadapi masalah seperti izin usaha dan izin edar.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lewat Buku, Menko Airlangga Beberkan Kondisi UMKM dari Masa ke Masa

Melihat peran UMKM yang begitu penting dalam ekonomi nasional, pemerintah terus berkomitmen mendorong pemberdayaan UMKM agar dapat naik kelas dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian.

Maklum selama ini, dalam berbagai krisis ekonomi yang pernah terjadi, UMKM terbukti memiliki tingkat resiliensi yang tinggi.

Begitu juga pada masa pandemi Covid-19, aktivitas bisnis UMKM menjadi salah satu penyangga dalam mitigasi lonjakan kasus varian delta sehingga ekonomi dapat tumbuh sebesar 3,51 persen (yoy).

Presiden Joko Widodo bahkan telah memberikan arahan terkait akses pembiayaan UMKM untuk meningkatkan porsi kredit UMKM terhadap kredit perbankan minimal sebesar 30 persen pada tahun 2024.

Menindaklanjuti hal tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang menetapkan kredit UMKM minimal sebesar 30 persen pada 2024.

Untuk kepentingan berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam mengembangkan UMKM, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meluncurkan Buku Pembiayaan UMKM yang berisi tentang tentang perkembangan dan peran penting pembiayaan bagi UMKM, serta dorongan Pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dari masa ke masa.

“UMKM adalah sektor penting dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61 persen dan juga menyerap tenaga kerja sebesar 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Total investasi di sektor UMKM juga telah mencapai 60 persen dari total investasi nasional dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional telah mencapai 16 persen,” ungkap dia, Rabu (24/11/2021).

Airlangga menyampaikan bahwa dalam Buku Pembiayaan UMKM juga dijelaskan tentang pelajaran yang bisa dipetik Indonesia dari negara Jepang dan Korea Selatan.

Peningkatan pesat UKM Jepang pasca Perang Dunia II telah berhasil membantu pemulihan ekonomi Jepang.

Keberhasilan tersebut tercapai melalui sinergi dukungan yang baik dari seluruh stakeholder di Jepang. Sementara itu di Korea Selatan, kunci keberhasilan dalam mengembangkan UKM adalah terciptanya ekosistem kelembagaan yang terintegrasi dan kebijakan Pemerintah yang mendorong peningkatan daya saing UKM.

Menko Airlangga pada kesempatan tersebut juga menjelaskan bahwa pembiayaan UMKM sejak tahun 1999 dilakukan Pemerintah secara langsung baik dalam bentuk pembayaran Iuran Jasa Penjaminan (IJP) maupun subsidi bunga yang sumber dananya berasal dari lembaga penyalur, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Selain itu, juga didukung dengan berbagai kegiatan jaminan dari lembaga keuangan mikro dan jaminan melalui asuransi Jamkrindo dan Askrindo.

Pada masa pandemi Covid-19 dalam tahun 2020, Pemerintah telah memberikan tambahan subsidi bunga 6 persen sehingga suku bunga KUR menjadi 0 persen.

Kemudian, dilanjutkan dengan tambahan subsidi bunga lagi sebesar 3 persen pada 2021, sehingga suku bunga KUR hanya 3 persen sampai dengan akhir 2021.

Pemerintah juga telah merelaksasi berbagai persyaratan untuk debitur KUR di masa pandemi sehingga dapat mempermudah penyaluran kepada debitur yang terdampak pandemi.

“Dengan suku bunga yang hanya  3 persen, mampu menjadi penyangga untuk UMKM tetapberkegiatan,” ungkap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.