Sukses

Perang Dagang Jadi Ancaman Pemulihan Ekonomi

Situasi geopolitik akan sangat mempengaruhi masa pemulihan ekonomi di kawasan Indo-Pasifik.

Liputan6.com, Jakarta Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak hanya datang dari akar masalahnya, penyebaran virus corona. Melainkan juga dipicu ketidakpastian geopolitik akibat perang dagang yang dilanjutkan meski masih dalam suasana pandemi Covid-19.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nasional, Airlangga Hartarto menilai situasi geopolitik akan sangat mempengaruhi masa pemulihan ekonomi di kawasan Indo-Pasifik. Mengingat saat ini Inggris, Amerika Serikat dan Australia membangun koalisi baru dalam perdagangan internasional.

"Perang dagang yang dilanjutkan sangat mempengaruhi kondisi pemulihan di kawasan Indo-Pasifik. Terutama kerjasama kaukus Inggris, Amerika Serikat dan Australia meningkatkan temperatur (perdagangan) kawasan Indo-Pasifik," ungkap Airlangga dalam Webinar Prospek Ekonomi Makro dan Sektor Keuangan 2022, Jakarta, Senin (22/11).

Rencana tapering off dari The Fed dan naiknya harga komoditas bisa menimbulkan krisis energi dunia. Padahal belum lama ini harga-harga komoditas anjlok dan dalam waktu singkat bisa meroket. Hal ini pun akan berdampak pada peningkatan subsidi energi di Tanah Air.

"Dulu harga komoditas sempat minus dan sekarang mengalami kenaikan yang cukup tinggi dan ini bisa berdampak juga dk Indonesia," kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kenaikan Harga Komoditas

Di sisi lain, kenaikan harga komoditas energi ini menyebabkan beberapa negara mengalami krisis energi. Kondisi ini terjadi karena adanya disrupsi rantai pasok pada minyak mentah, harga gas alam, copper hingga sawit yang mengalami peningkatan.

"Pemulihan ekonomi ini jadi disrupsi value chain termasuk minyak mentah, harga gas, alam, coper dan sawit mengalami kenaikan harga dan mengakibatkan beberapa negara krisis energi," kata dia.

Kenaikan tersebut juga didorong gagalnya negara-negara melakukan transisi energi fosil ke energi baru terbarukan. Semisal China yang melakukan transisi energi namun prosesnya tidak berjalan dengan mulus.

"Ada negara yang beralih ke energi baru terbarukan tapi tidak berjalan dengan mulus," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.