Sukses

HEADLINE: Heboh Puluhan Ribu PNS Terima Bansos, Data Jadi Biang Keladi?

Sebanyak 31.624 aparatur sipil negara (ASN) atau PNS terindikasi menerima bantuan sosial atau bansos dari Kementerian Sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tak enak menyeruak di tengah upaya pemerintah mengurangi dampak pandemi Covid-19 bagi masyarakat miskin. Belakangan, terungkap 31.624 aparatur sipil negara (ASN) atau PNS terindikasi menerima bantuan sosial atau bansos dari Kementerian Sosial (Kemensos).

Kabar menyejutkan ini disampaikan langsung Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma. Bantuan tersebut seperti program Penerima Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Masalah ini terungkap saat Kemensos memverifikasi data penerima bansos secara berkala. Adapun dari 31.624 PNS penerima bansos, sebanyak 28.965 orang merupakan PNS aktif dan sisanya pensiunan.

PNS ini tersebar di 511 kabupaten dan kota di 34 provinsi di Indonesia. Data tersebut pun telah diserahkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN). 

Profesi

Terkuak jika profesi PNS penerima bansos berasal dari berbagai macam latar belakang, seperti dosen, tenaga pendidik, tenaga medis, dan lainnya.

"Data itu kita sampaikan ke BKN, kita scanning data kependudukan, 'tolong dicek apa ini PNS atau bukan? ternyata betul (ASN)," lanjut Risma.

Dia mengingatkan sejatinya ASN tidak berhak menerima bansos. Sebab sesuai kriteria yang ditetapkan Kemensos, mereka yang tidak boleh menerima bansos adalah yang memiliki pendapatan tetap, seperti ASN yang digaji pemerintah.

Nantinya, data tersebut akan dikembalikan ke daerah untuk dilakukan verifikasi ulang serta ditindaklanjuti.

Pemda diminta segera memberikan respon agar Kemensos bisa terus memperbaharui data secara berkala.

Risma turut menyurati unsur pimpinan TNI/Polri untuk melakukan pengecekan karena dikhawatirkan ada aparat yang juga sama-sama menerima bantuan sosial.

"Profesi TNI-Polri, kita sudah surati ke Bapak Panglima mudah-mudahan kami segera menerima jawabannya. Karena diperaturannya tidak boleh penerima pendapatan rutin (mendapat bansos)," kata dia.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) Tjahjo Kumolo langsung bersuara terkait temuan ini.

PNS diakui sudah memiliki penghasilan tetap dari pemerintah sehingga tidak termasuk dalam kriteria penerima bantuan sosial (bansos). "Pegawai ASN tidak termasuk dalam kriteria penyelenggaraan kesejahteraan sosial," tegas Tjahjo Kumolo.

Namun, Tjahjo mengakui, selama ini memang belum ada aturan spesifik bagi ASN dilarang menerima bansos.  

Sejauh ini berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Nontunai, disebutkan penerima bantuan sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat miskin yang tidak mampu dan/atau rentan terhadap risiko sosial.

Adapula Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang mengatur penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan tidak layak serta mempunyai kriteria masalah sosial.

Ini seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, penyimpangan perilaku, korban bencana dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Bukan Kejadian Pertama

Adanya PNS yang menerima bansos dari pemerintah dinilai bukan kejadian baru, melainkan sudah terjadi berulang. Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid.

"Ini bukan kali pertama, sebelumnya pernah. Ini memang permasalahan akurasi data, validasi yang harus dikerjakan lebih serius antara Kemensos dan Pemda," kata dia.

Politikus PKS ini mengingatkan, agar Kemensos dan Pemda tidak saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab.

"Segera perbaiki, tarik ulang bansos dan segera relokasi misal ke yatim piatu karena covid. Tidak boleh lagi saling lempar kesalahan," jelas Hidayat.

Gerak cepat Kemensos ditunggu untuk menarik kembali bansos yang diterima ASN. "Anggaran bisa direokasi ke pihak yang berhak," harap Hidayat.

Pandangan berbeda disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Para ASN golongan I dan II dinilai masih pantas menjadi penerima bantuan sosial atau bansos, meskipun pemerintah melarang PNS untuk menerima bansos.

Golongan I dan II merupakan struktur terendah dari birokrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Golongan I merupakan lulusan SD sampai SMP, sementara golongan II merupakan lulusan SMA.

"Harusnya dilihat kalau ASN berpenghasilan golongan I atau golongan II saya kira memang layak mendapatkan (bansos)," ujar Ace.

Menurut dia, bantuan sosial memang harus diberikan kepada yang membutuhkan. Termasuk juga para ASN golongan rendah karena tidak memiliki penghasilan tinggi.

"Misalnya pendapatan dari ASN tersebut tidak layak mendapatkan bantuan karena misalnya berpenghasilan tinggi berarti tidak tepat sasaran," ujar politikus Golkar ini.

Lain lagi bila ASN golongan III dan golongan IV jika mendapatkan bantuan sosial patut dipertanyakan karena memiliki gaji yang tinggi. Itu artinya, bantuan sosial tersebut tidak tepat sasaran.

Lebih lanjut dengan kejadian ini, dia mempertanyakan keakuratan Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sistem DTKS dinilai masih bermasalah.

 

3 dari 5 halaman

Tak Adil

Terungkapnya data PNS penerima bansos pun sampai ke telinga masyarakat. Sejumlah masyarakat menilai dana bansos dari berbagai program tidak etis. Mengingat masih banyak yang seharusnya mendapatkan bansos ternyata tidak terjadi.

Seperti diungkapkan Fatimah, perantau asal Sukabumi ini memandang ASN telah memiliki gaji dan tunjangan pasti yang diberikan pemerintah.

“Seenggaknya dia dapat pendapatan tetap dari pemerintah, belum tunjangan dan lain-lain. Hari tuanya pun dapat jaminan. Nggak etis kalo masih dapat bansos di lain sisi banyak masyarakat yang membutuhkan,” katanya kepada Liputan6.com.

Fatimah menduga tidak tersalurkannya bansos kepada yang membutuhkan mengindikasikan 2 hal. Pemerintah yang tidak melakukan antisipasi atau ASN yang tidak memiliki kesadaran sebagai abdi negara.

“Harusnya pemerintah juga diawasi ya. Kayaknya data bansos nyasar ini udah jadi lagu lama lah,” imbuh dia.

Uwo, warga Sukabumi juga menilai bansos tidak seharusnya diterima ASN. Dengan kejadian ini, dia meminta sistem pemerintah harus dievaluasi.

“Banyak masyarakat luar yang terdampak pandemi nggak dapat juga, ASN udah dapat gaji pasti dari pemerintah yang gak ada potongan. Nah, harusnya evaluasi ulang karena masalah yang ada ini kenapa (bansos) bisa nyasar ke ASN,” tegas dia.

Salah satu pengelola kedai kopi di Bandung, Masao menilai ASN boleh saja menerima bansos dari pemerintah. Namun, ia juga menyoroti masih banyak masyarakat yang membutuhkan.

“Boleh boleh saja, tapi masih banyak yang lebih membutuhkan, mengingat ASN sudah dapat penghasilan yang sangat mencukupi dari negara,” katanya.

Sebagai langkah evaluasi, pemerintah diminta segara memperbaiki data terkait penyaluran bansos agar bisa tepat sasaran.

Masao juga menilai ini jadi bukti bahwa sistem seleksi bansos yang dijalankan pemerintah masih belum berjalan dengan baik.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyayangkan adanya kejadian penerimaan bansos oleh PNS. Abdi negara dinilai tidak seharusnya menerima bansos.

"Jadi seharusnya mereka yang tidak berhak atas bansos tidak masuk pada data penerima," kata Trubus kepada Liputan6.com, Senin (22/11/2021).

Disebutkan ada beberapa hal patut disoroti dengan kejadian ini. Mulai dari masalah mengenai akurasi data.

"Pendataan untuk bansos itu tidak benar, juga lemahnya pengawasan," sebut Trubus, seraya menambahkan, kemensos juga baiknya melakukan verifikasi terhadap data tersebut.

Trubus juga menyebut, ada kesengajaan dari oknum-oknum tertentu yang memasukkan data penerima bansos. Diharapkan agar masalah ini dapat dilaporkan dan ditangani sesuai hukum yang berlaku.

"Ada sanksi sesuai Undang-undang ASN, dan Undang-undang yang lain. Masalah ini harus dilaporkan dan ditangani oleh aparat hukum, kepolisian," ujarnya.

"Sudah ada aturan mengenai penerima bansos, PNS tak seharusnya menerima bansos," pungkasnya.

4 dari 5 halaman

Pengawasan Lemah

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengaku di sini terlihat betapa pentingnya pembenahan data penerima bansos. "Data (penerima bansos) itu harus dirapihkan, dan sekarang sedang dirapihkan oleh Menteri Sosial (Tri Rismaharini)," kata Agus kepada Liputan6.com, Senin (22/11/2021).

Bahkan ternyata apa yang dilaporkan Risma disaksikan sendiri oleh Agus. Dia mengetahui jika 10 persen penerima bansos di wilayah sekitarnya ternyata merupakan PNS. 

"Saya sudah melaporkan, jadi yang soal ditemukannya data ini karena banyak pihak yang mengambil kesempatan mengambil. Padahal dari aturannya saja tidak seharusnya diambil," tegas dia.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah ikut menyoroti kurangnya pengawasan dalam data penerima bansos.

"Ada masalah mengenai akurasi data. Pendataan untuk bansos itu tidak benar, juga lemahnya pengawasan," sebut Trubus.

Lagi kemensos diminta melakukan verifikasi terhadap data tersebut. Baik Agus dan Trubus bahkan menyarankan penanganan secara hukum atas masalah penerimaan bansos PNS ini sebagai efek jera.

"Karena bila PNS menerima (bansos) itu melanggar hukum. Mereka sudah terima gaji setiap bulan, bansos itu seharusnya diterima oleh masyarakat yang tidak memiliki penghasilan," lanjutnya. 

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto meminta masalah ASN menerima bansos harus segera ditindaklanjuti. Di sisi lain, segera ada perbaikan data penerima bansos yang dikelola Kemensos.

 “ Kemensos harus segera memperbaiki data yang sudah ada dengan mengeluarkan orang-orang yang tidak pantas menerima bansos," kata Yandri.

Kemensos dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait, di antaranya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Bikrokrasi (PAN-RB), Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara (BKN), hingga kepala daerah untuk menangani permasalahan tersebut.

"ASN tuh kan ada dua sekarang, pegawai pusat sama daerah. Nah, kalau pusat mungkin cukup melalui MenPAN-RB sama BKN. Tapi yang pegawai daerah itu perlu kerja sama dengan gubernur, bupati, dan wali kota," pungkas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini sembari menilai langkah efektif dapat dilakukan melalui Kemendagri.

Mendagri bisa membuat surat dalam bentuk apapun berisi permintaan kepada PNS yang menerima bansos untuk segera melapor.

"Intinya ini harus segera atasi ASN di mana pun, apakah ASN pegawai pusat maupun ASN pegawai daerah, dengan sadar diri melapor," sebut Yandri.

Legislator daerah pemilihan (dapil) Banten II itu menyebut perlu adanya pengumuman terbuka terhadap para ASN untuk segera melapor agar dikeluarkan dari data penerima bansos. Bila tidak melapor, ASN dapat diberi sanksi. 

5 dari 5 halaman

Sanksi Menanti

Tahu banyak PNS yang menerima bansos, Menteri Tjahjo Kumolo pun tak tinggal diam. Dia menyatakan pemerintah telah menyiapkan sanksi bagi para abdi negara tersebut. 

ASN yang terbukti menyalahgunakan wewenang dengan menerima bantuan sosial akan mendapat sanksi disiplin dan harus mengembalikan uang bantuan tersebut.

"Jika memang terbukti, barulah dapat diberikan sanksi disiplin, termasuk pengembalian uang bansos," kata Tjahjo.

Sanksi disiplin yang dapat diberlakukan bagi ASN penerima bansos tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

"Dalam hal terbukti bahwa PNS bersangkutan melakukan penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain, maka dapat diberikan hukuman disiplin sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil," tegasnya seperti dikutip Antara.

Selain itu, Tjahjo juga meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk menggelar penyelidikan lengkap terhadap ASN yang terbukti menerima bansos, baik Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

"Untuk memberikan hukuman disiplin kepada PNS dimaksud, Menteri Sosial harus memiliki data lengkap nama, NIP (nomor induk pegawai) dan instansi, untuk kemudian dilaporkan kepada PPK masing-masing agar dilakukan investigasi terhadap yang bersangkutan," katanya.

Kementerian PANRB pun menghimbau instansi berwenang untuk menelusuri temuan. Dari situ, baru bisa ditentukan apa bentuk hukuman disiplin atau sanksi yang berhak diberikan kepada PNS bandel tersebut.

"Mesti dicek betul melalui proses pemeriksaan yang baik dan penjatuhan disiplinnya akan ditetapkan berdasarkan unsur yang dipenuhi apakah ringan, sedang atau berat. Misalnya dengan sengaja atau tidak sengaja perlu didalami dan cek betul," ujar Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan II, Mohammad Averrouce kepada Liputan6.com.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan, masing-masing dari PNS penerima bansos akan diberikan hukuman disiplin oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di tempatnya bekerja.

"Menurut PP 94 Tahun 2021, hukuman disiplin diberikan oleh PPK masing-masing instansi, setelah melalui prosedur yang berlaku," ujar Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerjasama BKN Satya Pratama .

Satya mengatakan, tiap PPK nantinya bakal menentukan tingkat hukuman disiplin yang patut diterima  para PNS pengambil jatah bansos tersebut. Adapun bentuk sanksinya mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

Adapun bentuk sanksi yang tertuang dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 terbagi menjadi tiga, yakni hukuman disiplin ringan, sedang dan berat.

Namun, regulasi tersebut tidak mencantumkan bentuk hukuman disiplin yang bisa dikenakan kepada PNS yang melakukan pelanggaran seperti mengambil jatah bansos.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.