Sukses

Sering Terjadi Kecelakaan, Pengamat Minta Tempat Istirahat Diperbanyak

Biasanya sopir yang Kelelahan menyebabkan penurunan kewaspadaan hingga micro sleep dampak selanjutnya adalah terjadi kecelakaan.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan dipicu oleh kelelahan (fatigue) pengemudi. Kelelahan ini menyebabkan penurunan kewaspadaan hingga micro sleep.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, saat ini masih jarang ditemukan destinasi wisata yang mau menyediakan tempat istirahat yang memadai bagi pengemudi bus pariwisata.

“Pengemudi bus pariwisata yang kelelahan akibat kurang istirahat yang cukup dapat menjadi penyebab kecelakan lalu lintas. Setiba di tempat tujuan wisata, biasanya pengemudi beserta awak kendaraan tidur di kolong bus,” kata Djoko dalam tulisannya, Selasa (16/11/2021).

Dia menyarankan agar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dapat menambahkan persyaratan layanan di tempat wisata yang harus dilengkapi dengan tempat istirahat bagi pengemudi yang mengantarkan pelancong ke tempat wisata.

Padahal, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah bersurat ke Menteri Pariwisata tanggal 15 Juni 2017, namun belum ada tanggapan dan tindak lanjutnya hingga sekarang. Kemudian pada 11 November 2021, kembali KNKT menyurati Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perihal Tempat Istirahat Pengemudi Bus Pariwisata.

Rest Area

Ruang istirahat bagi pengemudi tidak hanya disediakan di setiap daerah wisata, namun dapat diberikan di setiap Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) atau rest area di sepanjang jalan tol.

Menurutnya, ketersediaan tempat istirahat yang nyaman merupakan cara untuk mengantisipasi kelelahan pengemudi angkutan umum baik yang mengangkut penumpang maupun barang.

“Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat membuat aturan untuk mewajibkan setiap lokasi wisata wajib menyediakan tempat istirahat bagi pengemudi kendaraan pariwisata. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dapat memasukkan,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Regulasi

Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan:

(1) setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2) waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum paling lama 8 jam sehari;

(3) pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan Kendaraan selama 4 jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam; dan

(4) dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 jam.

“Dari beberapa penyebab kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sejumlah bus umum, KNKT melihat sejumlah permasalahan saat ini, seperti tidak diatur ketentuan mengenai waktu libur bagi pengemudi, tidak dibedakan mengenai waktu mengemudi malam hari dan siang hari,” ujarnya.

Selain itu, tidak diatur ketentuan mengenai tempat istirahat bagi pengemudi, tidak diatur tentang hak pengemudi selama libur, masih salah mempersepsikan istilah waktu kerja dan waktu mengemudi, dan tidak adanya sistem pengawasan yang efektif terhadap aturan waktu kerja pengemudi

Kemudian, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 77), menyebutkan:

(1) setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja,

(2) waktu kerja (a) 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau (b) 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu; dan

(3) ketentuan waktu kerja tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

 

3 dari 3 halaman

Waktu Lembur

Atas dasar amanat UU Ketenagakerjaan tersebut, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mengatur mengenai waktu kerja dan waktu kerja lembur serta upah kerja lembur (khusus) di sektor usaha atau pekerjaan tertentu sejauh ini baru ada tiga, yakni:

(a) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep-234/Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu;

(b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per-15/Men/VII/2005 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Pertambangan Umum pada Daerah Operasi Tertentu; dan

(c) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per-11/Men/VII/2010 tentang Waktu Kerja dan Istirahat di Sektor Perikanan pada Daerah Operasi Tertentu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.