Sukses

Prediksi Dampak La Nina, Ini Strategi yang Disiapkan Kementan

Mengenai adanya ancaman La Nina, Mentan mengharapkan kepada Balingtan untuk membuat rekomendasi teknologi pertanian yang tepat.

Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan meningkat pada November-Desember 2021. Puncaknya diperkirakan akan terjadi pada Januari-Februari 2022, terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan, berkisar antara 20 - 70% di atas normalnya.

Bukan hanya itu saja, La Nina yang terjadi tahun ini diprediksi memiliki dampak yang relatif sama seperti tahun sebelumnya. Oleh karena itu, antisipasi terus dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengamankan target luas tanam padi seluas 8,3 juta ha melalui deteksi dini agar dapat ditentukan langkah operasional penanganannya.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat mengunjungi Pati Kamis lalu mengingatkan adaptasi dan mitigasi perubahan Iklim mengingat Indonesia adalah negara terbesar ke-4 dunia. Oleh karena itu, tanggung jawab dan tantangannya pun juga besar.

"Kita belum selesai menghadapi tantangan Covid-19 yang masih terjadi sampai hari ini dan kita dihadapkan juga dengan emisi gas, efek rumah kaca dan persoalan lingkungan. Ingat, perekonomian dunia porak poranda selama dua tahun, termasuk Indonesia. Namun yang mampu bertahan adalah sektor pertanian," ungkapnya.

Mentan Syahrul juga menyampaikan bahwa dalam kondisi dan situasi apa pun, pertanian harus tetap berproduksi. Ia mencontohkan, negara-negara yang mengalami empat musim, mereka kini tengah mengalami kesulitan dalam hal produksi pangan.

Mengenai adanya ancaman La Nina, Mentan mengharapkan kepada Balingtan untuk membuat rekomendasi teknologi pertanian yang tepat.

 

Sementara itu Direktur Jenderal Tanaman Panga, Kementan Suwandi menyebutkan untuk mengantisipasi dampak La Nina perlu dilakukan koordinasi lintas sektoral terkait pengelolaan sumber daya air dan pengurangan risiko bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang atau puting beliung ataupun terjadinya badai tropis) yang berada di wilayah rawan terdampak La-Nina.

"Sektor pertanian memang paling rawan terkena dampak La Nina. Namun, menyikapi hal ini Kementan berupaya untuk meminimalisir sebagaimana konsepnya Pak Menteri (Syahrul Yasin Limpo), setiap puso harus dikompensasi di tempat lain. Juga setelah banjir selesai harus tanam lagi," ujar Suwandi.

Menurut Suwandi, ada beberapa strategi dan langkah antisipasi La-Nina yang harus dilakukan. Pertama, update mapping wilayah rawan banjir dan endemis serangan organisme pengganggu tumbuhan, Kedua meningkatkan Early warning system dan rutin memantau informasi BMKG.

Ketiga kesiap-siagaan Brigade La Nina (Brigade DPI-OPT), Brigade Alsin & Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling, Keempat pompanisasi in-out dari sawah, rehab jaringan irigasi tersier/kwarter, Kelima gunakan benih tahan genangan seperti Inpara 1-10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang, dll.

Keenam gunakan asuransi usaha tani padi dan/bantuan benih gratis bagi puso, Ketujuh kengkompensasi luas tanam di daerah lain/ tidak terkena La Nina , serta Kedelapan antisipasi panen raya saat hujan dengan alsin panen dan pasca panen dengan kostraling dryer, RMU, silo dll).

Meskipun ada ancaman La Nina namun Suwandi meyakini kondisi stok pangan aman dan lebih dari cukup. Sesuai rilis BPS bahwa produksi padi 2021 diperkiraan 55,27 juta ton GKG lebih tinggi 620 ribu ton GKG dibanding 2020.

"Ini berkat berbagai program perluasan tanam, peningkatan Indek Pertanaman, peningkatan produktivitas, penggunaan varietas benih unggul, subsidi pupuk, dukungan kredit KUR dan lainnya," ujarnya.

Dukungan Kementan dalam menghadapi dampak La Nina sudah mulai dilakukan seperti dengan penyediaan embung yang dapat dimanfaatkan pada 2021 sebanyak 400 unit. Juga fasilitasi AUTP dengan alokasi seluas 1 juta hektar pada 2022. 

Termasuk bantuan benih karena kejadian bencana alam (force majeure), kompensasi luas tanam bagi lahan yang terdampak banjir, serta optimalisasi alsin panen dan pasca panen (kostraling dryer, RMU, silo dll).

Sementara itu, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Takdir Mulyadi menekankan perlunya mapping wilayah rawan banjir, kekeringan dan OPT MH 2021/2022 untuk komoditas padi, jagung dan kedelai sampai dengan level kabupaten/kota melalui SIKATAM TERPADU (http://katam.litbang.pertanian.go.id/.)

"Mapping daerah rawan ini disusun berdasarkan data serangan OPT/DPI dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan data curah hujan dari BMKG, bisa dipakai sebagai dasar mulai tanam bagi para petani," sebutnya.

Takdir juga mengingatkan perlunya mengoptimalkan Brigade La Nina (Brigade DPI-OPT), Brigade Alsin dan Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling. Selain itu Bantuan alsin (pompa air, traktor, dryer, RMU) dan sarana pengendali OPT (Pestisida dan Handsprayer) yang telah dialokasikan ke daerah akan disiagakan di lokasi rawan tersebut.

"Yang perlu diwaspadai juga adalah serangan OPT pasca banjir, terutama serangan tikus," ujar Takdir.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini