Sukses

Pengusaha Hotel: Naik Pesawat Wajib Swab PCR Jangan Sampai Jadi Konsumsi Klinik

Harga tes swab PCR dinilai masih terlalu tinggi untuk ukuran masyarakat umum. Di sisi lain, itu justru jadi lahan basah bagi klinik maupun rumah sakit sebagai pihak pengada.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, menyoroti syarat kewajiban tes swab PCR untuk izin naik pesawat yang dianggap terlalu kemahalan.

Harga tes swab PCR dinilai masih terlalu tinggi untuk ukuran masyarakat umum. Di sisi lain, itu justru jadi lahan basah bagi klinik maupun rumah sakit sebagai pihak pengada.

"Harga testing juga harus benar-benar yang relevan. Jangan sampai harga tersebut jadi konsumsi bisnis tersendiri dari klinik-klinik," seru Maulana kepada Liputan6.com, Jumat (22/10/2021).

Maulana menilai, harga tes PCR yang lebih murah pun sebenarnya tetap menguntungkan bagi pelaku usaha kesehatan. Sebab, akan banyak masyarakat yang membutuhkan itu sebagai syarat perjalanan dengan pesawat.

"Harusnya tes PCR itu enggak ada lagi yang (hasilnya) 24-10-6 jam, semua hasilnya di bawah 6 jam. Kemudian harga PCR juga sudah harus di kisaran Rp 100 ribu-Rp 200 ribu. Mengingat kalau kita perhatikan dari volume pelaksanaan tes PCR juga cukup tinggi," ungkap dia.

Kebijakan wajib PCR untuk naik pesawat disebutnya pasti akan berpengaruh terhadap permintaan di pasar penerbangan. Terlebih, klinik atau rumah sakit pengada malah memanfaatkan kebijakan itu sebagai peluang bisnis.

"Pelayanan untuk mendapatkan tes itu kan dibagi-bagi, ada yang 24 jam, 10 jam, dan 6 jam. Akhirnya pada saat masyarakat ingin berangkat, sedikit yang mau ambil 24 jam. Rata-rata 10 dan 6 jam. Kalau kita ambil 10 dan 6 jam, tentu harganya mahal, dan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah bahwa tes itu enggak boleh mahal," tegasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diminta Buat Kebijakan

Dia berharap pemerintah bisa menurunkan atau dapat membuat suatu kebijakan juga terhadap testing yang sebenarnya sudah dikatakan menjadi kewajiban untuk semua orang untuk bergerak.

Jika situasi ini dibiarkan, ia memprediksi syarat wajib tes PCR untuk izin naik pesawat akan menghambat pergerakan masyarakat. Sehingga ujung-ujungnya bakal menghambat pertumbuhan ekonomi.

"Jadi harga tesnya juga harus murah. Kalau kita dipaksa seperti ini, sementara di sisi lain masyarakat yang ingin bergerak tidak diperbolehkan, tapi di sisi lainnya pelaksanaan tes itu jadi keuntungan tersendiri bagi pelaksanaan tes itu. Harusnya enggak seperti itu," tuturnya.

"Karena bagaimanapun dengan adanya ppkm yang sudah membaik, tentu harapan dari masyarakat dan pelaku usaha itu juga besar, bahwa mereka bisa berkegiatan kembali," tandas Maulana

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.