Sukses

5 Miliarder Asia yang Dulu Hidup Melarat dan Kini Bergelimang Harta

Proses yang panjang harus dilewati hingga mengantarkan para miliarder memperoleh semua kekayaan yang dimiliki saat ini.

Liputan6.com, Jakarta Tidak semua orang terlahir di tengah keluarga yang bergelimang harta. Hal ini juga dialami oleh beberapa miliarder dunia di Asia.

Sebelum menjadi kaya, mereka hidup dalam kemiskinan. Proses yang panjang harus dilewati hingga mengantarkan mereka untuk memperoleh semua kekayaan yang dimiliki saat ini.

Tentunya, para miliarder tersebut memiliki ketabahan hati, tekad, dan keberuntungan yang sangat besar.

Melansir dari CNA, Sabtu (23/10/2021), berikut adalah cerita 5 miliarder Asia yang dulunya hidup dalam kemiskinan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Jack Ma

Sebelum dikenal sebagai miliarder pendiri Alibaba dan Ant Group, Jack Ma sempat menghadapi berbagai kesulitan dalam kehidupannya di masa lalu. Ma yang lahir di Hangzhou dibesarkan dalam keluarga miskin.

Saat kecil, Ma akan mengunjungi hotel tempat wisatawan Amerika Serikat menginap. Ia ingin belajar Bahasa Inggris dengan imbalan membawa para wisatawan mengelilingi kota.

Ia juga sempat gagal sebanyak dua kali saat mengerjakan tes masuk universitas, sebelum akhirnya lulus dan melanjutkan pendidikannya untuk belajar Bahasa Inggris di Hangzhou Teachers Institute.

Setelah lulus, Ma mengajukan lamaran untuk mengisi beberapa posisi pekerjaan. Salah satu pekerjaan tersebut tersedia di KFC, tetapi Ma mengalami penolakan.

Akhirnya, ia mendapatkan pekerjaan sebagai guru Bahasa Inggris dan hanya dibayar USD 12 (Rp 169 ribu) per bulan.

Ma baru mengenal Internet untuk pertama kalinya dalam perjalanan ke AS pada 1995. Kemudian, ia langsung berpikir untuk membangun sesuatu yang bisa menempatkan China di peta internet dunia.

Dua usaha pertamanya gagal sebelum akhirnya Ma menemukan kesuksesan di Alibaba.

3 dari 6 halaman

2. Li Ka-shing

Miliarder Hong Kong Li Ka-shing juga memiliki kehidupan yang sulit. Keluarganya melarikan diri dari China daratan ke Hong Kong selama Perang Dunia II.

Ketika ayahnya meninggal secara mendadak karena TBC, Li harus berhenti bersekolah untuk menghidupi keluarganya.

Ia bekerja di pabrik plastik selama 16 jam dalam sehari saat berusia 16 tahun. Li berhasil menjadi penjual terbaik di pabrik hingga akhirnya dipromosikan menjadi manajer pabrik.

Saat berusia 22 tahun, Li membuka pabriknya sendiri yaitu Cheung Kong Industries sebagai tanda awal dari perjalanan bisnisnya. Lebih lanjut, Li mengubah Cheung Kong Industries menjadi perusahaan investasi real estate terkemuka dan mendaftarkannya di Bursa Efek Hong Kong pada 1972.

4 dari 6 halaman

3. Kim Beom-soo

Kim Beom-soo atau yang dikenal sebagai Brian Kim adalah miliarder Korea Selatan sekaligus pendiri dan ketua dari perusahaan internet, Kakao. Perusahaan ini memiliki aplikasi messaging terbesar di Korea Selatan yaitu KakaoTalk.

Dulunya, keluarga Kim yang terdiri dari delapan orang tidur dalam satu kamar yang sama di lingkungan miskin Seoul. Orang tuanya tidak lulus SD dan berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain untuk mencari nafkah.

Kim adalah orang pertama di keluarganya yang berkuliah. Ia membiayai pendidikannya dengan menawarkan les privat.

Selama lima tahun, Kim bekerja sebagai pengembang layanan komunikasi online di bagian IT Samsung.

Pada 1998, ia mulai membangun Hangame, sebuah bisnis warnet yang kemudian menjadi portal game online. Hangame bergabung dengan mesin pencari Naver untuk menjadi portal web dominan Korea Selatan, NHN. Selanjutnya, Kim membangun KakaoTalk pada 2010.

Kim berjanji memberikan setengah kekayaannya untuk mengatasi masalah sosial pada Agustus tahun ini.

5 dari 6 halaman

4. Kim Bong-Jin

Kim Bong-Jin adalah pendiri dari operator aplikasi pengiriman Korea Selatan, Woowa Brothers. Tahun ini, pria berusia 44 tahun itu beserta dengan istrinya menandatangani Giving Pledge.

Sebagai tambahan informasi, The Giving Pledge diciptakan oleh Bill dan Melinda Gates, serta Warren Buffett. Kampanye global itu mengajak individu dan keluarga terkaya di dunia untuk menyumbangkan sebagian besar kekayaannya kembali.

Kim dibesarkan di sebuah pulau kecil yang berlokasi di Korea Selatan. Ia tidur di restoran yang dikelola oleh keluarganya.

“Selama SMA, saya harus menunggu sampai pengunjung meninggalkan restoran keluarga kami karena tidak ada kamar tidur yang layak untuk saya,” jelas Kim.

Diketahui ia hampir tidak mampu membiayai kuliahnya di perguruan tinggi seni. Ia sangat bersyukur dengan keberuntungan dan anugerah Tuhan yang diberikan atas pencapaiannya.

6 dari 6 halaman

5. Zhang Xin

Zhang Xin adalah seorang pengusaha properti sekaligus CEO SOHO China. Ia dibesarkan di Beijing selama Revolusi Kebudayaan. Zhang dan ibunya dikirim ke pedesaan untuk bekerja.

Ketika berusia 15 tahun, Zhang dan keluarga pindah ke Hong Kong. Ia bekerja di pabrik selama lima tahun untuk mencari nafkah hingga akhirnya berhasil memiliki tabungan untuk melanjutkan pendidikan ke Inggris.

Untuk membiayai kehidupan sehari-hari, Zhang bekerja di toko ikan dan keripik tradisional Inggris yang dikelola oleh pasangan China.

Zhang sempat bekerja untuk Goldman Sachs di London, Hong Kong, dan New York. Akhirnya, ia memutuskan pindah kembali ke Beijing dan bertemu dengan suaminya.

Pasangan suami istri itu mendirikan SOHO China, sebuah perusahaan pengembang real estate yang kemudian menjadi pengembang properti terbesar di negara tersebut.

Reporter: Shania

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.