Sukses

Sri Mulyani dan DPR Sepakati RUU Perpajakan, Sembako Jadi Kena Pajak?

Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Komisi XI DPR RI telah menyetujui RUU KUP, salah soal pajak sembako.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Komisi XI DPR RI telah menyetujui Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). RUU ini salah satunya terkait dengan pajak sembako.

Pasca disetujui, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, RUU KUP kini berganti nama jadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

"Alhamdulilah puji Tuhan! RUU KUP (menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan) disetujui Komisi XI DPR utk dibawa ke Paripurna dan disahkan menjadi UU," tulis Yustinus melalui akun Twitter miliknya, Kamis (30/9/2021).

Adapun salah satu poin perubahan yang tertera dalam RUU KUP ini menyangkut soal pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako) atau pajak sembako.

Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (13/9/2021), Sri Mulyani mengatakan, pemerintah lewat RUU KUP juga akan melakukan pengaturan kembali objek PPN dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan serta tepat sasaran. Kebijakan ini diterapkan lewat tiga cara.

Pertama, seluruh barang dan jasa dikenai PPN, kecuali sudah menjadi objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) seperti restoran, hotel, parkir, dan hiburan. Kemudian yang, emas batangan untuk cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Pengecualian PPN juga diberikan untuk jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain, dan jasa penceramah keagamaan.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Dipungut PPN

Kedua, fasilitas tidak dipungut PPN atas Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu. Itu untuk mendorong ekspor baik di dalam maupun luar kawasan tertentu, serta hilirisasi sumber daya alam (SDA).

Fasilitas PPN pun dibebaskan atas BKP/JKP strategis diubah menjadi fasilitas PPN tidak dipungut, serta kelaziman dan perjanjian internasional.

Ketiga, pengurangan atau pengecualian PPN juga diberlakukan terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak, seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan.

"Itu dikenakan PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal atau dapat tidak dipungut PPN, serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi," ujar Sri Mulyani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.