Sukses

Pemda Diminta Tetapkan UMK Upah Minimum 2022 Pakai Perda Bukan UU Omnibus Law

Penetapan upah minimum 2022 bisa berlandaskan perda karena dinilai tidak bertentangan dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Liputan6.com, Jakarta Buruh meminta pemerintah daerah (Pemda) tidak menetapkan UMK atau upah minimum 2022 berdasarkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dengan besaran kenaikan 7 sampai 10 persen di tahun depan.

Ini diungkapkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Rabu (29/9/2021).

"KSPI berpendapat setiap kepala daerah bupati atau walikota berhak dari berbagai kajian hukum yang kami lakukan menetapkan upah di atas upah minimum," jelas dia saat konferensi pers.

Dari kajian hukum KSPI, penetapan upah minimum pemda bisa berlandaskan hukum peraturan daerah (perda). Hal ini disebut tidak bertentangan dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Dalam UU cipta kerja tidak ada satupun ayat yang menyatakan UMSK dilarang. Dengan demikian perda tidak bertentangan dengan UU sepanjang nilainya lebih baik dari UU," tegasnya.

Dengan dasar inilah buruh menilai upah minimum sektoral bisa ditetapkan bupati atau walikota. Bentuk penetapan upah bisa beragam tergantung pada kebijakan masing-masing kepala daerah.

"Betuknya macam-macam. Ada namanya kelompok industri upah minimum, jenis usaha upah di atas upah minimum, apapun namanya diserahkan ke bupati atau walikota," tegas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hitungan Besaran Kenaikan di 2022

KSPI meminta pemerintah menetapkan kenaikan rata-rata upah minimum 2022 atau UMK sebesar 7 sampai 10 persen.

Hitungan ini mengacu pada survei lapangan dan pasar yang dilakukan KSPI tentang kebutuhan hidup layak buruh yang terdiri dari 60 item.

"Setelah dikalkulasi dari 60 item muncul kenaikan rata-rata antara 7 sampai 10 persen. Dengan demikian KSPI meminta pemerintah tetapkan UMK 2020 sebesar 7 sampai 10 persen," jelas Said Iqbal.

Menurut dia besaran upah ini sesuai dengan melihat kondisi buruh yang terdampak pandemi Covid-19. Kenaikan upah dinilai bisa kembali membangkitkan daya beli buruh.

Besaran kenaikan 7-10 persen merupakan rentang kenaikan upah yang tiap daerah memiliki kisaran berbeda-beda.

"Pandemi pukul dan hancurkan daya beli buruh dan menyebabkan PHK dan untuk meningkatkan daya beli maka instrumen dengan menetapkan UMK," kata dia.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.