Sukses

Berapa Batas Kecepatan Maksimal di Pemukiman? Ini Kata Kemenhub

Dengan Penerapan Jaga Laju 30, ini artinya tidak hanya bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan, akan tetapi juga untuk Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengajak masyarakat untuk menjaga keselamatan berkendara dengan menggaungkan kampanye Jaga Laju 30. Hal ini sebagai bagian dari upaya seruan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menjaga keselamatan berkendara.

Jaga Laju 30 dimaksudkan bahwa pengendara perlu membatasi kecepatan maksimal 30 km per jam di area pemukiman tempat tinggal, sekolah dan tempat-tempat beraktivitas.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, ada beberapa jenis transportasi yang harus didorong misalnya seperti transportasi berbasis umum atau massal dan juga transportasi hijau yang tidak menimbulkan polusi seperti sepeda, sepeda listrik, maupun pejalan kaki.

“Dengan Penerapan Jaga Laju 30, ini artinya tidak hanya bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan, akan tetapi juga untuk Kesehatan, Ramah Lingkungan dan layak huni bagi para pengguna jalan khususnya pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas,” ujar Budi dalam keterangan resmi, Senin (20/9/2021).

Selain itu, untuk mendukung dalam mewujudkan lingkungan yang sehat, aman dan selamat bagi masyarakat, saat ini Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan berbagai regulasi sebagai komitmen bersama untuk mendorong penggunaan Kendaraan yang Ramah Lingkungan, antara lain;

1. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 tentang Penerapan Tata Cara Batas Kecepatan;

2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan;

3. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2020 tentang Konversi Sepeda Motor Dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jamin Keselamatan

Pada kesempatan yang sama dalam webinar Bicang Santai Teman Sejati, Kemenhub, Direktur Sarana Transportasi Jalan, M. Risal Wasal menyampaikan bahwa batas kecepatan 30 km/jam pada kawasan tertentu seperti lingkungan tempat tinggal, bekerja, maupun bermain ini perlu untuk menghadirkan keselamatan, kesehatan, ramah lingkungan, dan layak huni. Sehingga semua pengguna jalan terjamin keamanan dan keselamatannya.

“Pada sisi keselamatan, target kita adalah bagaimana mengurangi cedera dan kematian. Bahkan ditargetkan harus menciptakan zero fatality accident atau tidak ada korban meninggal. Sementara mengenai kesehatan adalah bagaimana kita meningkatkan jumlah orang yang berjalan dan bersepeda. Ramah lingkungan adalah bagaimana menciptakan kendaraan yang rendah emisi gas buang. Sementara layak huni berarti menciptakan jalan yang berkeselamatan,” jelas Risal.

Risal juga menjelaskan bahwa ada 5 aksi dalam menciptakan jalan yang berkeselamatan, yakni:

1. Membangun jalan beserta perlengkapannya,

2. Menetapkan batas kecepatan yang sesuai dengan fungsi tiap jalan,

3. Menaati batas kecepatan,

4. Memasang fitur keselamatan pada kendaraan, dan

5. Meningkatkan kesadaran tentang bahaya berkendara dengan kecepatan tinggi di jalan.

3 dari 3 halaman

Perlu Tekan Fatalitas Kecelakaan

Sementara itu Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sekaligus pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mennuturkan bahwa angka kecelakaan lalu lintas yang menimpa korban usia SMP- SMA sangat tinggi, sehingga perlu adanya pembenahan untuk menekan fatalitas kecelakaan lalu lintas.

Ia mengaku miris melihat data kecelakaan dengan korban usia SMP-SMA cukup tinggi. Ia menekankan bahwa dengan demikian perlu ada penekanan khusus dalam program yang memperhatikan keselamatan kedepannya. ia melihat, selama pandemi, angka kecelakaan menurun seiring mobilitas yang dibatasi.

“Namun di sisi lain juga ada yang beralih ke kendaraan pribadi (selama pandemi). Hal yang sama memang ada ketakutan untuk menggunakan angkutan umum, tidak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri. Namun bedanya di luar negeri mereka beralih menggunakan sepeda karena jarak tempat tinggal dan bekerja tidak terlalu jauh,” jelas Djoko.

Djoko menilai bahwa peranan Kepala Daerah melalui pemerintah daerah dan kolaborasi berbagai pihak sangat berperan penting untuk mewujudkan keselamatan lalu lintas dan berkendara ini.

“Intinya kalau kepala daerahnya peduli maka dari Dinas Perhubungannya biasanya akan mengikuti. Maka di sini juga diperlukan peran teman-teman komunitas untuk menyuarakan hal ini hingga ke daerah-daerah,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.