Sukses

Penggunaan Masif PLTS Atap Disebut Harus Perhatikan 4 Pihak

Rancangan Permen ESDM tentang PLTS atap sebagai pengganti Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 harus melibatkan semua pemangku kepentingan.

Liputan6.com, Jakarta Empat pihak disebut harus diperhatikan sebagai pemangku kepentingan terkait upaya mendorong penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap secara masif. Keempatnya yaitu industri, konsumen, PT PLN (Persero), dan negara.

Rancangan Permen ESDM tentang PLTS atap sebagai pengganti Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 harus melibatkan semua pemangku kepentingan.

"Agar rantai bisnis di sektor ketenagalistrikan ini berjalan lancar dan berkelanjutan, harus ada keadilan untuk semuanya," kata pengamat energi yang juga Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies Ali Achmudi Achyak seperti melansir Antara, Senin (16/8/2021).

Apalagi, salah satu klausul dalam draf permen baru tersebut mengatur tata niaga PLTS atap, yaitu mewajibkan PLN membeli 100 persen--dari sebelumnya 65 persen-- sisa daya yang tidak terpakai oleh konsumen yang ikut mengembangkan PLTS atap. “Kita harus mencermati klausul ini dari berbagai sisi,” jelas dia.

Pertama dari sisi konsumen listrik, khususnya rumah tangga, komersial dan industri. Selama ini mereka menjadi konsumen murni yang menggunakan listrik dari PLN dan membayar sesuai tarif yang berlaku sesuai peruntukan.

Kalaupun ada sektor yang bergerak mandiri menyediakan listrik (Independent Power Producers/IPP), jumlahnya tidak banyak.

“Ketergantungan ketiga sektor ini terhadap PLN sangat tinggi maka ketika terjadi gangguan, seperti blackout, kerusakan jaringan, dan lainnya, bisa sangat merugikan. Ketergantungan berlebihan pada satu pemasok listrik ini tentu tidak sehat bagi kelangsungan bisnis,” katanya.

Menurut Ali, peluang adanya PLTS atap akan menghadirkan sedikitnya dua manfaat bagi konsumen, yaitu mengurangi ketergantungan total pada listrik PLN dan memproduksi listrik yang sisanya bisa dijual untuk menambah pemasukan atau setidaknya mengurangi biaya listrik.

Ali mengatakan pergerakan konsumen murni menjadi konsumen semi produsen (hibrid) ini positif dan perlu didorong dengan memberikan kepastian hukum yang berujung pada kepastian bisnis yaitu sisa listrik akan terjual.

“Dampaknya pasti besar terhadap minat investasi dari sektor rumah tangga, komersial dan industri,” tutur dia.

Pihak lain yang juga perlu diperhatikan adalah industri atau produsen perangkat listrik, khususnya produsen dan pemasok panel surya dan baterai untuk PLTS atap.

Sebagai catatan, PLTS atap ada yang dilengkapi baterei penyimpan daya (biasanya off-grid) dan ada pula yang tidak (terutama yang on-grid dengan sistem PLN).

Menurut Ali, industri bidang EBT (khususnya PLTS atap) juga harus didorong sehingga bisa berkembang dan mampu melakukan inovasi teknologi untuk menghasilkan produk yang andal, efektif dan efisien dalam penggunaan EBT. Sebagai entitas bisnis, pastinya butuh juga kepastian hukum dan terbukanya peluang usaha yang berkelanjutan.

“Di sinilah peran pemerintah mengatur tata niaga PLTS atap yang efektif, implementatif dan berkeadilan. Hal yang harus dihindari adalah monopoli dari industri tertentu yang pastinya tidak sehat dalam jangka panjang,” kata dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pihak Lain

Pihak ketiga adalah PLN. BUMN di sektor ketenagalistrikan ini adalah aset besar bangsa yang harus dijaga, ditumbuhkan, dan dikembangkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. PLN mengemban dua tugas utama dan mulia, yaitu entitas bisnis (BUMN) dan pelayan publik.

“Sebagai entitas bisnis, PLN harus sehat dan untung agar bisa berkontribusi bagi keuangan negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Demikian pula sebagai entitas pelayanan publik, PLN juga harus sehat sehingga bisa melayani masyarakat secara optimal,” katanya.

Oleh karena itu, terkait pengembangan PLTS atap, PLN harus dilibatkan secara aktif menjadi aktor utama dalam pengambilan kebijakan (termasuk penyusunan peraturan, kebijakan harga, pengaturan tata niaga, dan lainnya).

Pihak lainnya adalah negara atau pemerintah. Dalam hal pengembangan EBT sebagai komitmen besar pemerintah terkait bauran energi (energy mix) yaitu target 23 persen EBT pada 2025 (ini sudah lebih kecil dari komitmen awal visi 25/25, yaitu 25 persen EBT 2025).

“Maka sangat wajar jika pemerintah ingin mencapai target tersebut di waktu yang tersisa beberapa tahun lagi,” kata dia.

Ali mengatakan semua pihak harus mendukung target pengembangan EBT tersebut, salah satunya pengembangan PLTS atap yang terbukti bisa dikembangkan secara masif dan partisipatif (melibatkan semua rantai bisnis energi listrik yaitu konsumen, industri, PLN dan negara), potensinya cukup besar (sekitar 32 GW), teknologinya semakin ‘mature’ dan ‘proven’.

“Tinggal yang harus dipikirkan adalah aspek keekonomian dan keadilan dalam bisnis sebagai syarat utama keberlanjutan (sustainability),” tegas dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini