Sukses

HEADLINE: Indonesia Lepas dari Jerat Resesi, Apa Dampaknya?

Liputan6.com, Jakarta - Akhirnya, Indonesia lepas dari jerat resesi saat tengah berjibaku melawan pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 melesat 7,07 persen. Itu artinya, ekonomi tumbuh positif di periode tersebut.

Selain bebas dari jerat resesi, capaian pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021 ini terbilang fantastis. Di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda, ekonomi Indonesia mampu tumbuh hingga tembus 7 persen.

Sebagai catatan, sejak Covid-19 diumumkan secara resmi masuk ke Indonesia pada Maret 2020 lalu, pertumbuhaan ekonomi nasional selalu negatif. 

Pada kuartal II 2020 misalnya, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen. Kemudian di kuartal III 2020, meski membaik, pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi minus 3,49 persen dan begitu pula pada kuartal IV tahun lalu yang minus 2,19 persen.

Hingga kuartal I 2021 pun, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum menyentuh angka positif karena masih minus 0,71 persen. Baru akhirnya pada kuartal II 2021, ekonomi Indonesia bisa tumbuh positif bahkan langsung melejit ke angka 7,07 persen. 

Bahkan, pertumbuhan ekonomi kali ini menjadi yang tertinggi sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada kuartal IV 2004, di mana saat itu ekonomi mampu tumbuh 6,65 persen yoy.

"Ini tertinggi sejak kuartal IV-2004," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam Rilis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2021.

Margo menjelaskan, capaian pertumbuhan ekonomi 7,07 persen secara tahunan ini diukur dari bedaran produk domestik bruto (PDB) pada harga berlaku yang mencapai Rp 2.772,8 triliun.

Adapun secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2021 juga naik 3,10 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya, atau pada Januari-Juni 2020.

Pendorong Pemulihan Ekonomi

Menurut Margo, perbaikan penanganan pandemi jadi catatan utama dari pemulihan sektor ekonomi di kuartal II 2021. "Dengan semakin masifnya masyarakat penerima vaksin, kasus harian juga lebih rendah dibanding kuartal I 2021," tuturnya.

Penyebaran varian baru Covid-19 di kuartal II tahun ini memang turut mempengaruhi pergerakan masyarakat. Kondisi tersebut membuat aktivitas masyarakat lebih banyak dilakukan di rumah atau work from home (WFH).

Namun akselerasi vaksinasi hingga penyediaan alat kesehatan yang lebih masif ikut menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat untuk meningkatkan mobilisasi, sehingga Indonesia resmi lepas resesi di kuartal II 2021.

Konsumsi rumah tangga yang tercatat tumbuh 5,93 persen secara tahunan atau year on year (YoY) juga  berperan dalam membuat Indonesia lepas dari jurang resesi.

Pendorong lain adalah pertumbuhan ekonomi positif secara spasial atau di masing-masing wilayah. Pulau Jawa sebagai kontributor terbesar perekonomian nasional tumbuh positif 7,88 persen. Jawa itu memberikan kontribusi atau share-nya dalam ekonomi nasional sebesar 57,92 persen.

Pencapaian positif juga terjadi di Pulau Sumatera dengan share 21,73 persen, dengan pertumbuhan ekonomi 5,27 persen. Diikuti Kalimantan dengan share 8,21 persen dan pertumbuhan ekonomi 6,28 persen.

Pertumbuhan ekonomi terkecil terjadi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Meski masih di angka positif, namun Bali dan Nusa Tenggara yang memiliki kontribusi 2,85 persen hanya tumbuh 3,70 persen.

Pertumbuhan ekonomi tertinggi justru terjadi di kawasan Indonesia timur, seperti di Pulau Sulawesi dengan share 6,88 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh 8,51 persen.

Adapun capaian tertinggi terjadi pada kawasan Maluku dan Papua. "Sedangkan Maluku dan Papua dengan share ekonomi 2,41 persen mampu tumbuh 8,75 persen," ujar Margo Yuwono.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Sesuai Harapan Jokowi

Pertumbuhan ekonomi 7,07 persen di kuartal II 2021 ini memang telah ditargetkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir April 2021 lalu.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi nasional yang mulai menunjukan gejala perbaikan. Hal itu bisa dicapai lantaran kasus harian positif Covid-19 telah bisa ditekan.

"Bulan Maret-April ini sudah kelihatan, ekonomi sudah hampir menuju pada posisi normal. Sehingga target kita secara nasional di tahun 2021 ini target pertumbuhan kita 4,5-5,5 persen itu bisa kita capai," ujarnya dalam siaran video Pengarahan Presiden RI kepada Kepala Daerah se-Indonesia Tahun 2021

Jokowi menilai, pertumbuhan ekonomi positif tersebut sangat bergantung sekali pada apa yang terjadi di kuartal II 2021. Artinya, gerak ekonomi di sepanjang April, Mei dan Juni ini akan sangat-sangat menentukan.

"Kalau kita bisa menekan Covid-nya, tanpa membuat guncangan di ekonomi, ini lah keberhasilan. Dan target kita kurang lebih 7 persen harus tercapai. Kalau itu bisa tercapai, Insya Allah kita pada kuartal berikutnya akan lebih memudahkan," ungkapnya.

Optimisme itu dipancarkannya lantaran ia melihat adanya pergerakan ekonomi di sektor pabrik, industri dan manufaktur. Itu tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) yang sebelum pandemi berada di angka 51, sekarang justru sudah di atas kenormalan sebelum pandemi pada level 53,2.

Kemudian konsumsi listrik yang mulai bertumbuh juga jadi sorotannya. Jokowi menilai positif angka konsumsi listrik yang terus naik dari sebelumnya selalu negatif.

Selain Jokowi, sejumlah pihak juga telah meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tembus 7 persen di kuartal II 2021 ini. 

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, meyakini jika pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7 persen pada kuartal II 2021. Prediksi ini mengacu pada kondisi perekonomian Indonesia yang mulai menunjukkan tren membaik bahkan menuju pemulihan.

"Meningkatnya mobilitas masyarakat pada kuartal II/2021 mendorong kenaikan permintaan yang berpengaruh pada kredit yang mulai mencatatkan pertumbuhan cukup tinggi di Juni 2021 sebesar 1,83 persen (ytd), sehingga prediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2021 sebesar 7 persen dapat tercapai," jelas Wimboh.

Optimisme senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. 

"Tapi trennya ke arah positif dan perekonomian kita tumbuh V curve. Kita berharap pertumbuhan ekonomi kuartal II akan masuk jalur positif dan diperkirakan bisa mencapai 7 persen," kata Airlangga dalam Antisipasi Mobilitas Masyarakat dan Pencegahan Lonjakan Kasus Covid-19 Pasca Libur Lebaran.

3 dari 6 halaman

Lebih Tinggi dari Jepang dan Korea

Melejitnya pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021 ini membuat menteri ekonomi Kabinet Indonesia Maju bisa bernafas lega. Sebab, bukan hanya mampu tumbuh tinggi, capaian ini juga diklaim mampu mengalahkan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain di Asia.

Menko Airlangga menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode tersebut lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Korea Selatan (Korsel) pada kuartal kedua tahun ini.

"Pada kuartal kedua 2021, atau pada April-Mei-Juni, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen secara yoy. Itu lebih tinggi dari negara-negara tetangga dan negara sekitar seperti Vietnam 6,6 persen, Korea Selatan 5,9 persen," paparnya dalam sesi teleconference, Kamis (5/8/2021).

Selain Vietnam dan Korsel, Airlangga mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih lebih tinggi dari Jepang dan India.

Namun, perbandingan ini masih memakai tolak ukur pertumbuhan ekonomi kedua negara pada kuartal I 2021. Ekonomi jepang tercatat terkontraksi minus 1,6 persen di triwulan I 2021, sementara India tumbuh positif 1,6 persen di periode yang sama.

Lebih lanjut, Airlangga menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2021 turut ditopang permintaan ekspor dari negara mitra yang masih tinggi. Kemudian juga besarnya permintaan domestik untuk sektor makanan dan minuman.

"Sektor pengolahan dan perdagangan jadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi, dan juga membaiknya perekonomian domestik serta global," ujar Menko Airlangga.

Mesin Mulai Berjalan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan raihan 7,07 persen pada kuartal II 2021 menggambarkan jika mesin pertumbuhan ekonomi sudah mulai pulih kembali.

Sejak terjadi pandemi Covid-19, satu-satunya instrumen yang berperan penting adalah ekspansi fiskal dari pemerintah yang melakukan countercyclical. "Pemulihan ini sudah didukung dengan mesin pertumbuhan yang makin merata," kata Sri Mulyani.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan jika mesin pertumbuhan lain sedang mengalami penurunan disebabkan pandemi Covid-19. Konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor negatif.

Adapun satu-satunya faktor yang mencoba menarik perekonomian adalah belanja pemerintah. Sehingga tidak bisa menghasilkan hasil yang optimal.

Namun berdasarkan data Badan Pusat Stastisik (BPS) kini mesin pertumbuhan sudah mulai pulih pada kuartal II 2021. Konsumsi Rumah Tangga tercatat tumbuh 5,9 persen yoy, investasi tumbuh di level 7,5 persen dan ekspor tumbuh 31,8 persen.

Ekspor semenjak kuartal I 2021 sudah mulai masuk ke zona positif degan pertumbuhan 7 persen, kuartal II semakin meningkat.

Demikian juga dengan impor yang tumbuh positif 5,5 persen pada kuartal I, dan momentumnya semakin terakselerasi dan menguat pada kuartal II dengan pertumbuhan 31,2 persen. Sementara konsumsi pemerintah tumbuh 8,1 persen.

"Ini artinya pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan sekarang seluruh mesin pertumbuhan sudah mulai berkontribusi dan mulai aktif mendukung pertumbuhan," tutur Sri Mulyani.

Hal ini juga diamini Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi kuartal II juga ditopang pembentukan modal tetap bruto investasi 7,54 persen.

Penopang lain, pertumbuhan ekspor 31,78 persen, pertumbuhan impor 31,22 persen yang 90,1 persennya adalah bahan baku penolong dan bahan modal, dan pertumbuhan pemerintah tumbuh 8,06 persen.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi ikut terdorong pertumbuhan sektoral yang menggembirakan, terutama sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 25,1 persen. “Artinya logistik ini tumbuh tinggi sekali dibandingkan pada periode yang sama tahun 2020,” imbuhnya.

Kemudian, sektor akomodasi dan makanan minuman tumbuh 21,58 persen. Lalu, sektor perdagangan termasuk ritel tumbuh 9,44 persen, dan sektor industri pengolahan juga tumbuh sebesar 6,58 persen.

“Harapan tersebut juga semakin membaik karena indeks kepercayaan konsumen untuk Januari Februari 2021 yang masih berada di 88 poin. Di mana artinya belum optimis, tetapi pada Mei- Juni 2021 sudah tumbuh 107 poin, artinya kepercayaan indeks konsumen ini sangat baik dan sangat menguat,” ujarnya.

Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan penjualan mobil pada kuartal II-2021 ini tumbuh 758 persen dibanding periode sama tahun 2020. Serta sejajar dengan penjualan sepeda motor pada kuartal II ini tumbuh 268 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020.

Pertumbuhan juga terlihat dalam penjualan ritel dengan pertumbuhan terjadi pada kelompok barang makanan minuman, suku cadang, sandang dan barang lainnya.   

4 dari 6 halaman

Titik Balik Bangkit dari Resesi

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan (BPP HIPMI), Ajib Hamdani mengatakan, pertumbuhan sebesar 7,07 persen di kuartal II 2021 ini menjadi titik balik Indonesia untuk bisa keluar dari resesi.

Setelah selama empat kuartal sebelumnya, Indonesia terus mengalami konstraksi ekonomi dan pertumbuhan negatif.

"Makna yang lebih mendasar daripada sekedar angkanya adalah, bahwa periode ini menjadi momen Indonesia keluar dari resesi. Untuk selanjutnya, bagaimana pemerintah mendesain regulasi-regulasi ekonomi untuk terus menjaga pertumbuhan ini dalam tren yang terus positif," kata Ajib.

Kenaikan pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua ini relatif sudah diprediksikan karena ada beberapa indikator yang mendukung ke arah perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi. Pertama, indikator Purchase Manager's Index (PMI) yang sangat ekspansif selama periode April-Juni 2021.

PMI Bulan April menunjukkan angka 54,6. Kemudian pada bulan April terus ekspansif ke angka 55,3. Dan sedikit turun di periode Bulan Juni menjadi sebesar 53,5. Selama 3 bulan penuh PMI menunjukkan indikasi yang konsisten ekspansif. Sektor permintaan dan sektor supply menggeliat positif.

Indikator yang kedua adalah mulai bebasnya mobilitas orang karena efek kebijakan pelonggaran setelah setahun lebih pandemi. Moment pembatasan mobilitas orang, sempat terjadi pada moment iedul fitri. Tetapi, kondisi tersebut tertolong dengan mengalirnya likuiditas di masyarakat, karena momentum mengalirnya THR.

"Penambahan likuiditas di masyarakat di perkirakan mencapai lebih dari Rp 150 triliun pada momen tersebut. Sehingga tetap terjadi daya ungkit ekonomi yang relatif signifikan," katanya.

Ketiga, melesatnya Harga Batubara Acuan (HBA) secara konsisten di periode kuartal kedua ini. Pada Bulan April 2021, HBA di kisaran USD86,68 per ton, naik sekitar 2,6 persen. Bulan Mei 2021, HBA meningkat menjadi USD89,74 per ton, atau setara dengan peningkatan 3,53 persen.

Periode Juni 2021 juga terjadi lonjakan yang begitu luar biasa dengan meningkat menjadi USD 100,33 per ton. Periode bulan ini terjadi lonjakan sebesar 11,8 persen. Peningkatan nilai komoditas batubara ini memberikan multiplier effect yang cukup positif dalam ekonomi nasional.

Meski tercatat tumbuh, dirinya memandang indikator pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun 2021 ini masih semi absurd untuk disebut pencapaian yang luar biasa. Karena pembandingnya adalah ketika terjadi konstraksi ekonomi yang terdalam.

"Selanjutnya yang perlu dijaga adalah, konsistensi pertumbuhan ekonomi yang terus tumbuh," tandasnya.

Ekonom Senior, Chatib Basri pun menyambut baik pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen terjadi di kuartal II-2021. Menurutnya, pertumbuhan tersebut semakin menggambarkan adanya perbaikan dan pemulihan ekonomi domestik pada tahun ini.

"Pertama saya ingin menyampaikan bahwa performance atau kinerja di triwulan kedua ini ini mencapai 7,07 persen. Kalau dibulatkan 7,1 persen, itu menunjukkan bahwa perbaikan ekonomi terjadi dan ini konsisten dengan berbagai liding indikator," kata dia dalam Dialog Ekonomi tentang Kinerja Ekonomi Kuartal II-2021.

Dia menyampaikan beberapa kinerja cukup manis adalah sektor konsumsi yang meningkat tajam. Hal ini tercermin dari pertumbuhan terhadap volume penjualan sepada motor dan mobil selama kuartal II-2021. Peningkatan ini pun tidak terlepas dari peran dan kebijakan pemerintah dalam pembebasan biaya pajak.

"Angka penjualan mobil itu mengalami peningkatan terima kasih kepada kebijakan untuk ke penurunan PPnBM pada waktu itu yang juga mendorong konsumsi untuk ke otomotif," jelas dia.

BPS sendiri mencatat penjualan sepeda motor secara volume selama kuartal II-2021 mengalami peningkatan mencapai 1,15 juta unit. Angka ini meningkat sebanyak 268,64 persen jika dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya mencapai 313,6 ribu unit.

Sementara volume penjualan mobil pada kuartal II-2021 juga mengalami peningkatan signifikan. Di mana pada periode April-Juni mencapai penjualan sebanyak 206,4 ribu unit. Angka ini meningkat 758,68 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya hanya 24 ribu unit.

Dia menambahkan, peran besar pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode Arpil-Juni ini juga ditopang oleh besarnya kontribusi ekspor. Di mana ekspor Indonesia meningkat sebanyak 31 persen.

 

5 dari 6 halaman

Harus Tetap Waspada

Meski sudah keluar dari jurang resesi, bukan berarti pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa kembali lagi minus, khususnya pada kuartal III 2021.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno meramal, pengetatan pembatasan sosial seperti PPKM Level 3 dan PPKM Level 4 yang tengah berlaku saat ini berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021 akan kembali minus, setelah sempat bangkit dengan tumbuh positif 7,07 persen.

"Kuartal ketiga 2021 akan terjadi kontraksi lagi karena PPKM akan ada dampaknya. Semoga kuartal ke IV akan naik lagi," kata Benny kepada Liputan6.com.

Menurut dia, perpanjangan PPKM memang akan sangat mempengaruhi angka pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021. Agar ekonomi tidak terkontraksi lagi, ia pun mendorong pemerintah menggelar program penanganan pandemi secara lebih masif agar Indonesia tidak kembali jatuh ke lubang resesi.

"Perpanjangan PPKM memang ada hubungan dengan ekonomi, namun utamanya adalah kinerja penurunan penyebaran Covid-19 dan meningkatkan kemampuan vaksin serta penyembuhan yang sakit harus meningkat supaya tidak resesi lagi," imbuh Benny.

Secara perhitungan, Benny menilai, rumus pertumbuhan ekonomi terdiri dari poin konsumsi masyarakat, pengeluaran belanja pemerintah, investasi hingga capaian ekspor dikurangi impor.

"Hanya konsumsi masyarakat yang menurun, sedang lainnya meningkat. Maka angka tersebut tercapai secara makro ekonomi sehingga Indonesia tak lagi resesi," ujar Benny.

Namun demikian, ia memberi catatan, pertumbuhan ekonomi berskala mikro saat ini mungkin masih mengalami kontraksi. Itu lantaran adanya pembatasan mobilitas aktivitas usaha atau masyarakat selama masa PPKM ini.

Hal yang sama juga diungkapkan Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Anis Byarwati. Meski mengapresiasi pertumbuhan yang positif, namun menurutnya pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 bukan sesuatu yang luar biasa.

“Saya memberikan apresiasi atas upaya pemulihan ekonomi yang terus dilakukan Pemerintah menunjukkan perbaikan, laporan BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada Triwulan II APBN 2021 tahunan mencapai 7,07 persen (yoy). Secara quarter to quarter (q-to-q) tumbuhnya 3,31 persen,” kata Anis kepada Liputan6.com.

Namun dia menegaskan, bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II 2021 juga dipicu oleh faktor baseline yang rendah (low base) atau kontraksi ekonomi yang sangat dalam di triwulan II 2020 sebesar 5,32 persen.

“Jadi sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa ya terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2021,” imbuhnya.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu terus waspada mengingat masih tingginya penyebaran Covid 19,  serta kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dimulai pada tanggal 5 Juli hingga 9 Agustus 2021, tentu akan memberikan dampak terhadap kinerja perekonomian dan pelaksanaan APBN pada paruh triwulan ke III dan IV tahun 2021.

Anis juga menyoroti terkait program PEN, Pemerintah perlu memperhatikan serapan anggaran perlindungan sosial yang hingga kuartal kedua ini masih belum optimal, bahkan sasarannya pun mungkin masih belum banyak perbaikan dari tahun lalu.

“Pemerintah juga perlu melakukan akselerasi program vaksinasi COVID-19, karena dari yang ditargetkan 180 juta orang, tapi hingga penyuntikan kedua masih mencapai 40 juta dosis,” pungkasnya.   

6 dari 6 halaman

Upaya Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 ini, perlu tetap mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan konsumsi domestik utamanya konsumsi rumah tangga.

"Struktur ekonomi Indonesia didorong oleh konsumsi domestik yang sangat dipengaruhi mobilitas masyarakat," jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (5/8/2021).

Adanya kebijakan stimulus di sektor properti dan kendaraan bermotor yang mempunyai multiplier effect telah berhasil mendorong konsumsi rumah tangga. Penjualan mobil naik 758,68 persen (yoy) dan sepeda motor sebesar 268,64 persen (yoy).

Pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung pertumbuhan kredit yang hingga Juni 2021 mencapai sebesar Rp 5.581 triliun atau tumbuh sebesar Rp 100,23 triliun (1,83 persen ytd).

Di sisi lain, peningkatan pembiayaan melalui pasar modal juga mencapai sebesar Rp 116,6 triliun sampai dengan 27 Juli 2021 atau naik sebesar 211 persen (ytd).

Di sisi lain, salah satu komponen penting dalam pembentukan PDB adalah belanja Pemerintah. Sehubungan dengan itu, OJK mendukung rencana percepatan serapan belanja Pemerintah, terutama Pemerintah Daerah, dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.

Pemerintah daerah diharapkan dapat mendorong ekonomi daerah yang berbasis pertanian dan perkebunan dalam meningkatkan penyaluran KUR Pertanian yang telah menjadi sektor prioritas.

Untuk memperluas ruang pertumbuhan ekonomi baru perlu didorong sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan berorientasi ekspor, dan ramah lingkungan yang sejalan dengan kebijakan Pemerintah di bidang perubahan iklim (climate change dan sustainable finance).

OJK akan terus memonitor dan meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam pembiayaan dunia usaha melalui konsumsi domestik, pertumbuhan ekonomi daerah, dan sektor ekonomi baru.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini