Sukses

Indonesia Sulit Keluar dari Middle Income Trap? Sri Mulyani Beri Jawaban

Untuk bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap), Indonesia harus bisa menghadapi sejumlah tantangan

Liputan6.com, Jakarta - Untuk bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap), Indonesia harus bisa menghadapi sejumlah tantangan. Dalam hal ini termasuk mengenai Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, birokrasi, dan transformasi ekonomi.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan untuk bisa menjadi negara maju bukan perkara mudah. Lebih dari 190 negara di dunia, sebagian besar berhenti di tahap middle income.

"Indonesia saat ini adalah middle income country. Tidak banyak negara di dunia ini, kurang dari 20 yang bisa menembus middle income trap itu. Ini adalah tantangan nyata, dan kita tahu apa yang menyebabkan negara berhenti pada level middle income," kata Sri Mulyani dalam webinar 50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi: CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045 pada Rabu (4/8/2021).

Tantangan pertama adalah dari sisi kualitas SDM. Dalam hal ini utamanya terkait dengan SDM di dalam pendidikan, kesehatan, dan juga jaminan sosial.

"Negara yang mampu untuk menginvestasikan dan terus meningkatkan SDM, identik dengan negara yang terus meningkatkan produktivitas dan inovasi. Itu adalah kunci untuk naik menjadi high income country," jelas Sri Mulyani.

Pemerintah juga sudah mengalokasikan anggaran 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlahnya, kata Sri Mulyani, dalam beberapa tahun tahun terakhir berkisar Rp 500 triliun yang disalurkan untuk sejumlah kementerian, lembaga penelitian dan daerah.

Sementara untuk kesehatan, pemerintah juga melakukan realokasi anggaran yang cukup besar di tengah pandemi Covid-19. Anggaran kesehatan yang ada dialokasikan dalam berbagai bentuk termasuk membayar jaminan kesehatan, penguatan Puskesmas, dan bantuan untuk tenaga kesehatan.

"Reformasi di bidang pendidikan dan kesehatan adalah dua core utama untuk kita bisa menembus middle income trap," tutur Sri Mulyani.

Sementara faktor jaminan atau bantuan sosial juga harus memiliki bentuk yang lebih baik.

"Tiga hal itu di bidang SDM, anggarannya di APBN luar biasa besar. Namun negara tidak akan menembus middle income trap kalau APBN tidak sehat dan sustainable, maka kami juga memiliki tanggung jawab yang luar biasa penting," sambungnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Infrastruktur, Birokrasi dan Transformasi Ekonomi

Hal lain yang menjadi tantangan adalah mengenai infrastruktur. Pembangunan infrastruktur harus memiliki kualitas yang baik dan tepat, terlebih lagi dunia nanti juga akan menghadapi tantangan lain yaitu perubahan iklim.

"Dan juga dari keberlanjutan finansialnya, serta untuk sumber daya kita bisa undang berbagai pihak swasta. Karena tidak mungkin ada negara di dunia membangun infrastrukturnya hanya menggunakan sumber daya dari negara atau APBN," jelas Sri Mulyani.

Hal ketiga untuk bisa menembus middle income trap berkaitan dengan institusi atau birokrasi. Negara yang bisa menembus middle income trap adalah yang memiliki institusi yang agile, efisien dan memiliki performa tata kelola yang baik.

"Artinya, dalam hal ini seperti korupsi dan konflik kepentingan menjadi sangat penting untuk diperangi," pungkasnya.

Tantangan terakhir untuk bisa menembus middle income trap adalah kemampuan Indonesia untuk melakukan transformasi ekonomi. Indonesia sendiri melakukan transformasi ekonomi menuju sebuah ekonomi yang berbasis digital, efisien, produktif, serta memiliki regulasi sederhana, kompetitif dan terbuka.

"Ini adalah reformasi yang sebagian sudah diterjemahkan dalam bentuk UU Cipta Kerja, UU perpajakan, dan juga dari sisi kemampuan untuk mengurangi berbagai peraturan yang membebani dunia usaha," tutur Sri Mulyani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.