Sukses

Warteg dan Lapak PKL Boleh Dine In Saat PPKM Level, Restoran di Mal Tuntut Keadilan

Pemberlakuan Pembatasan Kebijakan Pemerintah (PPKM) Darurat dan PPKM level 3 hingga 4 berdampak pada jatuhnya omset para pemilik rumah makan di berbagai daerah di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (APKULINDO) mengatakan, Pemberlakuan Pembatasan Kebijakan Pemerintah (PPKM) Darurat dan PPKM level 3 hingga 4 berdampak pada jatuhnya omset para pemilik rumah makan di berbagai daerah di Indonesia.

Hal ini disebabkan oleh aturan yang membatasi aktivitas makan di tempat (dine in) dan operasional di sejumlah jenis rumah makan seperti warteg dan pedagang kaki lima.

Namun, aturan lainnya yakni tidak memperbolehkan aktivitas dine in untuk rumah makan yang berlokasi di ruko dan pusat perbelanjaan (mall).

Pengurus APKULINDO Isa Juarsa mengatakan, pemerintah dinilai tak bersikap adil terkait kebijakan tersebut. Pasalnya layanan makan di tempat (dine in) hanya diizinkan pada jenis usaha warung makan, warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya dengan jam operasional hingga pukul 21.00 WIB.

“Kenapa hanya warteg yang boleh dine in? Padahal jenis usaha di toko atau pusat perbelanjaan harus bayar Pajak Restoran (PB1). Selain itu, rumah makan atau resto di lokasi tersebut dinilai sangat patuh menerapkan protocol kesehatan”, ujar Isa dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (2/8/2021).

Padahal menurut Pemilik (Owner) dari Bakso Rusuk Jos ini, aktivitas makan di tempat merupakan jantung utama penjualan. Sehingga, kebijakan tersebt membuat omset penjualan usahanya turun hingga 77 persen.

Hal serupa juga disampaikan oleh Pengurus APKULINDO lain sekaligus Pemilik Kangkung Bakar, Yanuar Pribadi. Omset penjualan usahanya yang tidak diizinkan melayani dine in, anjlok hingga 93 persen.

Padahal menurutnya, toko (outlet) yang berlokasi di pusat perbelanjaan (mal) dan ruko selama ini selalu menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Pebisnis kuliner di lokasi tersebut juga sangat konsisten dalam menjaga kebersihan dan sangat memperhatikan kuantitas konsumen yang berkunjung seperti mencegah kerumunan dan jaga jarak.

Mal itu justru sangat memperhatikan protokol kesehatan (prokes), jarak hingga kebersihan yang dijaga sangat ketat. Jika warung kaki lima bisa makan di tempat, seharusnya toko di mall juga bisa karena paling konsisten menjaga prokes”, jelas Yanuar.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menderita Kerugian

Hal serupa juga terjadi pada para pemilik rumah makan di Surabaya dan sekitarnya. Menurut Yuyun Anwar, Pengurus APKULINDO dan konsultan kuliner menyebut pendapatan para pelaku usaha turun signifikan sejak diberlakukannya aktivitas pembatasan khususnya yang berlokasi di Kota Surabaya.

Selain harus menderita kerugian, para pebisnis rumah makan juga harus menghadapi tunggakan pajak usaha yang harus disetor kepada pemerintah.

“Pemerintah harus memberikan dukungan ke sektor kuliner, jika traffic (penjualan utama) jantungnya di dine in maka harus diperlonggar lagi. Kebijakan ini juga mengarah ke rumah makan dan resto yang secara kesiapan protokol kesehatannya sudah baik”, sebut Yuyun.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Aturan di Tempat Makan, dari PSBB, sampai PPKM Level 3 - 4

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.