Sukses

Tanpa Penonton, Harapan Jepang Raup Untung dari Olimpiade Tokyo Sirna

Olimpiade Tokyo akan dibuka pada Jumat ini. Namun, harapan untuk meraup keuntungan besar harus sirna.

Liputan6.com, Jakarta - Olimpiade Tokyo Jepang dibuka pada Jumat ini, setelah diundur selama setahun karena adanya penetapan keadaan darurat Covid-19 di Tokyo. Namun, harapan untuk meraup keuntungan maksimal dari gelaran olah raga terbesar di dunia ini harus sirna.

Pembangunan, renovasi, dan pengembangan untuk berbagai stadion dan arena olah raga telah menghabiskan biaya lebih dari USD 7 miliar atau kurang lebih Rp 101 triliun. Namun ternyata stadion dan gelanggang olah raga harus kosong karena penonton dilarang untuk datang menyaksikan gelaran olimpiade Tokyo.

Melalui Olimpiade Tokyo ini, Jepang ingin menunjukkan bahwa negara tersebut masih menjadi kekuatan global meskipun populasinya menurun dan ekonominya telah dikalahkan oleh China. Dengan menggelar olimpiade ini juga Jepang ingin memperlihatkan bagaimana mereka bangkit dari Tsunami yang menghancurkan pada 2011.

Melansir dari Bangkok Post, Jumat (22/7/2021), Perdana Menteri Yoshihide Suga mengatakan bahwa keputusan untuk menjauhkan masyarakat dari acara tersebut dapat mencegah penyebaran virus Covid-19. Negara masih akan mendapatkan manfaat dari masyarakat yang menonton di televisi global.

“Saya memutuskan bahwa olimpiade dapat berlangsung tanpa mengorbankan keselamatan rakyat Jepang," katanya dalam sebuah wawancara.

Pihak penyelenggara mengonfirmasi beberapa pejabat, sponsor Olimpiade Tokyo, dan pemerintah akan diizinkan berada di tempat yang bebas dari penonton. Mereka berperan untuk memberikan medali, mengawasi pertandingan, dan mengamati operasional untuk kepentingan olimpiade di masa mendatang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Total Pengeluaran Mencapai Ratusan Triliun

Anggaran untuk Olimpiade Tokyo ini membengkak dari perkiraan awal. Anggaran resminya adalah USD 15,4 miliar (Rp 223 triliun), tetapi auditor pemerintah Jepang mengubah total pengeluaran menjadi USD 20 miliar (Rp 289 triliun). Jumlah tersebut tiga kali lipat lebih tinggi dari penyusunan tawaran awal olimpiade sebesar USD 7,4 miliar (Rp 107 triliun).

Sebelumnya, penyelenggara lokal memperkirakan terjadinya peningkatan jumlah pengunjung untuk menonton olimpiade. Apabila hal tersebut terjadi, Jepang akan memiliki pendapatan sekitar USD 2 miliar (Rp 28,9 triliun) melalui makanan, transportasi, hotel, dan merchandise.

KNT-CT Holdings Co. yang mengoperasikan salah satu agen travel terbesar di Jepang, telah mempromosikan paket perjalanan ke olimpiade. Perusahaan tersebut berkata, “Sangat disayangkan kami tidak dapat memberikan tur kepada klien yang telah menantikan olimpiade.”

Selain KNT-CT Holdings Co., pemilik penginapan tradisional di Asakusa, Yoshiko Tobe sudah menghabiskan lebih dari USD 1 juta (Rp 14 miliar) untuk melakukan renovasi pada 2019.

Ekonom Nomura Research Institute, Takahide Kiuchi mengatakan masih ada potensi agar masyarakat di luar negeri menonton olimpiade. Mereka juga mungkin memutuskan untuk mengunjungi Jepang setelah pandemi berakhir.

"Restoran dan hotel yang telah direnovasi untuk menyambut pendatang tidak akan sia-sia. Stadion dan arena olimpiade juga pada akhirnya akan mengadakan acara dengan penonton,” kata Takahide.

 

Reporter: Shania

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.