Sukses

Temuan BPK, Penyaluran BPUM di Program PEN Bocor hingga Rp 1,18 Triliun

Secara rinci BPUM yang bocor ini tersalurkan ke 414.590 penerima yang tidak sesuai dengan kriteria penerima BPUM.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Keuangan (BPK) menemukan adanya beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) pada kementerian atau lembaga. Salah satunya dalam program Bantuan Bagi Pelaku Usaha Mikro (BPUM).

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020, disebutkan terdapat kebocoran penyaluran BPUM sebesar Rp 1,18 triliun

Dikutip Liputan6.com, Rabu (23/6/2021), secara rinci BPUM yang bocor ini tersalurkan ke 414.590 penerima yang tidak sesuai dengan kriteria penerima BPUM.

Penerima-penerima tersebut terdiri dari 42.487 penerima ASN, TNI, Polri, Karyawan BUMN dan BUMD dengan total nilai Rp 101,9 miliar. Lalu 1.392 penerima menerima lebih dari sekali dengan total nilai Rp 3,34 miliar.

Penerima yang bukan usaha mikro sebanyak 19.358 penerima dengan nilai total Rp 45,4 miliar. Penerima yang sedang menerima kredit lain sebanyak 11.830 dengan total nilai Rp 28,3 miliar.

Kemudian penyaluran ke NIK yang tidak ada sebanyak 280.815 penerima dengan total nilai Rp 673,9 miliar dan NIK anomali sebanyak 20.422 dengan nilai Rp 49 miliar.

Bahkan, BLT UMKM ini juga disalurkan kepada penerima yang sudah meninggal dengan data sebanyak 38.278 penerima senilai Rp 91,8 miliar. Lalu bantuan juga disalurkan ke penerima yang sudah pindah ke luar negeri sebanyak 8 penerima dengan nilai Rp 19,2 juta.

Selain itu, BPUM diberikan juga kepada 22 penerima yang tidak sesuai lampiran SK penerima BPUM dengan nilai total Rp 52,8 juta. Terakhir, terdapat duplikasi penyaluran dana BLT UMKM kepada 1 penerima yaitu senilai Rp 2,4 juta.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Program Kartu Prakerja Dipastikan Sudah Diaudit BPK Hingga KPK

Sebelumnya, Manajemen Pelaksanaan Program Kartu Prakerja memastikan bahwa Program Kartu Prakerja sudah menjalani audit reviu dan evaluasi. Itu dilakukan mulai dari Inspektorat Jenderal Kemenko Perekonomian, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Direktur Hukum, Umum dan Keuangan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Sidiq Juniarso mengatakan, setiap auditor memiliki ruang lingkup masing-masing dalam menjalankan fungsi pemeriksaannya.

Ruang lingkup Inspektorat Jenderal Kementerian Perekonomian misalnya, ada pada monitoring proses pengadaan barang dan jasa, baik tenaga ahli dan badan usaha serta output dari masing-masing penyedia jasa tersebut.

Sementara itu, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki ruang lingkup monitoring anggaran dan realisasi penyaluran dana Kartu Prakerja secara berkala, dan reviu atas laporan penggunaan dana Kartu Prakerja.

Dua lembaga lain yakni BPKP melakukan pemeriksaan ruang lingkup dalam aspek pemeriksaan kinerja dan juga verifikasi atas realisasi pembayaran biaya pelatihan Peserta Kartu Prakerja.

Sementara BPK melakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup pertanggung jawaban pengelolaan keuangan negara dan Laporan Keuangan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.

“Bagaimana dengan KPK? Surat Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Nomor B/1471/LIT.05/10-15/03/2021 hal Pemberitahuan Penyelesaian Implementasi Rencana Aksi Kajian Tata Kelola Program Kartu Prakerja, telah menyampaikan bahwa berdasarkan rapat kemajuan implementasi rencana aksi tanggal 21 Desember 2020 dan hasil verifikasi terhadap seluruh dokumen pendukung yang telah disampaikan oleh Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja pada 29 Desember 2020, KPK menilai bahwa seluruh saran perbaikan KPK yang telah disepakati telah diimplementasikan,” jelas Sidiq di Jakarta, Minggu (20/6/2021).

Sidiq menguraikan, pada setiap gelombang pendaftaran yang memberi kesempatan pada 600 ribu penerima manfaat. Maka saat itu juga ada 600 ribu akun rekening virtual baru tersedia untuk peserta baru Kartu Prakerja.

“Berbeda dengan program pelatihan lain, Program Kartu Prakerja memiliki skema berbeda, karena dana dari APBN untuk penerima manfaat langsung masuk ke rekening peserta,” kata Sidiq.

Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kemenko Perekonomian, Yulius menekankan bahwa sesuai Perpres No. 36/2020, penyaluran anggaran Kartu Prakerja tidak termasuk dalam Pengaturan Pengadaan Barang dan Jasa.

Pasal 31a Perpres Program Kartu Prakerja, mengatur pemberian dan pelaksanaan manfaat pelatihan dan insentif Kartu Prakerja dan pemilihan Platform Digital dan Lembaga Pelatihan tidak termasuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah, namun pada pelaksanaannya tetap harus memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa pemerintah seperti unsur-unsur kompetitif.

"Jadi tidak serampangan dan ada aturan yang harus diikuti,” urai Yulius.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.