Sukses

Penerbitan SUN Sentuh Rp 1.000 Triliun Selama Pandemi COVID-19

Pemerintah menyatakan, penerbitkan SBN meningkat hingga tiga kali lipat selama pandemi COVID-19. Ini alasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengakui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) meningkat sekitar tiga kali lipat selama pandemi. Hal itu utamanya disebabkan pengeluaran yang lebih besar, termasuk untuk penanganan pandemi COVID-19, dibanding pendapatan negara yang terpangkas imbas mandeknya kegiatan ekonomi.

Plt. Direktur SUN DJPPR Kemenkeu, Deni Ridwan mengatakan, Pemerintah biasa menerbitkan SUN dengan nilai sebanyak-banyaknya Rp 300 triliun. Namun, selama pandemi, Pemerintah telah menerbitkan SUN hingga Rp 1.000 triliun.

"Selama pandemi jumlah SBN yang diterbitkan juga meningkat. Sebelum pandemi kita biasanya menerbitkan secara net itu sekitar Rp 300 triliun. Tetapi pas masa pandemi kita menerbitkan net sekitar Rp 1.000 triliun. Jadi hampir 3 kali lipat,” kata dia dalam Virtual Launching SBR010, Senin (21/6/2021).

Deny menuturkan, bengkaknya pengeluaran pemerintah disebabkan beberapa kebijakan yang digelontorkan selama pandemi COVID-19. Di antaranya pemberian pajak untuk mendukung dunia usaha hingga sejumlah insentif untuk mengungkit daya beli masyarakat. 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Luky Alfirmanmembeberkan, pada semester I tahun ini Pemerintah telah menerbitkan seri ORI dan sukuk ritel yang sifatnya tradeable serta sukuk wakaf ritel pada bulan Ramadan.

"Untuk itu, tahun ini Pemerintah berencana menawarkan 7 seri SBN ritel. Baik SBN konvensional yaitu seri ORI dan SBR, maupun SBN berbasis syariah yaitu seri sukuk ritel sukuk tabungan dan yang terbaru adalah sukuk wakaf ritel,” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rincian SBR 010

Teranyar, pemerintah menerbitkan SUN ritel yang sifatnya  tidak dapat diperdagangkan atau non tradable yaitu Savings Bond Ritel seri SBR010.

Lucky menuturkan, bentuk dan karakteristik obligasi ini meliputi tanpa warkat, tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, dan tidak dapat dicairkan sampai dengan jatuh tempo kecuali pada masa Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo (Early Redemption).

Dia menambahkan, SBR010 diberikan dengan jenis kupon mengambang yakni tingkat kupon minimal (floating with floor) dengan suku bunga acuan adalah BI 7-Day Reverse Repo Rate.

Tingkat kupon SBR010 untuk periode tiga bulan pertama mulai 22 Juli sampai 10 Oktober 2021 sebesar 5,10 persen berasal dari suku bunga acuan yang berlaku pada saat penetapan kupon yaitu sebesar 3,5 persen ditambah spread tetap 160 bps atau 1,6 persen.

Sementara tingkat kupon berikutnya akan disesuaikan setiap tiga bulan pada tanggal penyesuaian kupon sampai dengan jatuh tempo yang didasarkan pada suku bunga acuan ditambah spread tetap 160 bps atau 1,6 persen.

Untuk tingkat kupon sebesar 5,10 persen tersebut berlaku sebagai tingkat kupon minimal (floor) dan tingkat kupon minimal tidak berubah sampai dengan jatuh tempo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.