Sukses

Waduh, Banyak Perusahaan Digital yang Ogah Bayar Pajak

Masih banyak perusahaan-perusahaan digital yang tidak taat atau mengindari pajak

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut, masih banyak perusahaan-perusahaan digital yang tidak taat atau mengindari pajak. Padahal saat ini pemerintah di seluruh negara tengah mendorong terhadap penerimaan negara pasca Covid-19.

"Seluruh dunia memahami sesudah Covid-19, ikhtiar untuk menaikkan penerimaan pajak. Namun perusahaan-perusahaan ini mudah sekali yang digital meng-avoid (hindari) pajak," ujar Sri Mulyani dalam Webinar Seri II : Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pasca Pandemi Covid-19, Selasa (15/6).

Sri Mulyani mencontohkan, saking liciknya perusahaan-perusahaan digital tersebut bahkan berpindah ke negara yang menerapkan tarif pajak rendah. Misalnya perusahaan di AS atau Eropa pindah ke Irlandia Utara yang tarif pajaknya hampir 0 persen.

"Makanya sekarang G7, Joe Bidden ketemu pertama kali dengan Janet, mereka menyepakati melakukan harus ada minimum taxation, dia gunakan angka 15 persen," jelasnya.

Melihat kondisi tersebut, dalam G20 tahun depan yang akan digelar di Indonesia pemerintah akan mengangkat isu tersebut. Salah satunya yaitu rencana untuk menerapkan pajak penghasilan pada perusahaan, meskipun belum memiliki kantor di Tanah Air.

"Ini yang kami dengan Dirjen Pajak menyiapkan hal itu, debatnya negosiasi secara internasional akan menyangkut omzet, persentase yang boeh dibagi, tresshold-nya. Kita punya daya tawar, tapi juga memperjuangkan," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Belanja Sayur ke Pasar Santa Sambil Jelaskan Soal Pajak Sembako

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengunjungi Pasar Santa Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada Senin 14 Juni 2021. Di pasar tersebut Sri Mulyani berbelanja sayur dan buah segar sekaligus menjelaskan kepada pedagang perihal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pokok atau sering disebut dengan Sembako.

Dikutip dari akun instagram terverifikasi @smindrawati, Selasa (15/6/2021), Sri Mulyani menyempatkan diri untuk ngobrol dengan para pedagang.

Rahayu pedagang buah bercerita akibat pandemi Covid-19 pembeli di pasar menurun, namun mereka bertahan dan tetap bekerja tak menyerah. Runingsih pedagang sayur yang mulai melayani pembeli secara online.

Dalam obrolan tersebut, seorang pedagang bumbu sempat menyampaikan kekhawatirannya soal pajak sembako. Dikhawatirkan dengan adanya pajak tersebut akan mendongkrak harga jual barang pokok.

Sri Mulyani pun menjelaskan bahwa pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum.

"Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan," tulis Sri Mulyani.

Ia pun menjelaskan, misalnya beras produksi petani Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi, dan lainnya yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN).

Namun beras premium impor seperti beras Basmati, beras Shirataki yang harganya bisa sampai 10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Pajak adalah pungutan yang diwajib dibayarkan oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah.

    Pajak

  • Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
    Sri Mulyani Indrawati kini menjabat sebagai Menteri Keuangan di Kabinet Kerja.

    Sri Mulyani