Sukses

Selundupkan Brompton, Eks Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara Divonis 1 Tahun Penjara dan Denda Rp 300 Juta

Mantan Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara terbukti secara sah menyelundupkan 15 boks yang berisi motor Harley Davidson, serta sepeda Brompton.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara, divonis setahun hukuman kurungan penjara dan denda Rp 300 juta pada Senin (14/6/2021). Vonis ini atas kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton 

"Oleh karena itu kepada saudara terdakwa I Gusti Ngurah Askhara tersebut, dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda sejumlah Rp 300 juta," ujar Ketua Hakim Sidang Nielson Panjaitan, saat membacakan putusan di ruang sidang 4 Pengadilan Negeri Tangerang.

Ari Askhara terbukti secara sah menyelundupkan 15 boks yang berisi motor Harley Davidson, serta sepeda Brompton.

Lalu, Direktur Teknik dan Layanan Iwan Joeniarto juga dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

Bilamana kedua terdakwa tidak bisa membayar denda senilai yang disebut dalam putusan, pengadilan akan sita harta benda dan hukuman ditambah 2 bulan kurungan.

Dari hasil vonis tersebut, Ketua Hakim mengungkapkan hanya tiga hal yang meringankan hukumannya. Pertama lantaran berkelakuan baik saat persidangan, kedua belum pernah ada catatan hukum dan ketiga Ari sudah dipecat dari jabatannya sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia.

Mendengar vonis tersebut, Ari Askhara yang datang mengenakan batik bercorak kuning itu, enggan memberikan komentar. Dia dan Iwan kompak bisu dan buru-buru pergi meninggalkan ruang sidang. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Erick Thohir Kaget Ari Askhara Jabat Komisaris di 6 Anak Usaha Garuda Indonesia

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku kaget mengetahui eks Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara menjadi komisaris di sejumlah perusahaan BUMN. Menurutnya, hal ini seharusnya tidak boleh terjadi.

"Kemarin kalau tidak salah komisaris ada 6. Itu dicopot semua," ujar Erick Saat ditemui di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (13/12/2020).

"Memberhentikan di seluruh perusahaan, saya juga kaget direksi jadi komisaris di anak perusahaan. Mustinya secara etika, saya nggak tau aturan BUMN benar atau tidak. Mestinya, kalau sudah jadi Dirut maksimal dua (jabatan komisaris)," sambungnya.

Erick Thohir melanjutkan, penghasilan yang diterima oleh Dirut yang merangkap jadi komisaris juga tidak boleh melebihi penghasilan utama sebagai Dirut. Sebab, jika penghasilan sebagai komisaris lebih tinggi maka akan memunculkan keinginan perebutan posisi.

"Gaji komisaris mustinya tidak boleh lebih besar dari gaji Dirut, bahkan hanya 30 persen dari yang sudah didapatkan. Kalau tidak akhirnya, semua berlomba-lomba menjadi komisaris juga. Bayangkan kalau ada di Pertamina, 142 perusahaan tiba-tiba ada komisaris di 4 perusahaan. Lucu-lucukan, itu kita sikat, kita copot," paparnya.

Dia menambahkan, Kementerian BUMN akan mempelajari seluruh aturan yang memperbolehkan Dirut menjabat sebagai komisaris di anak usaha.

"Kalau mengenai yang tadi saya review dulu aturannya. Kalau tidak kita buat aturan karena itu sesuatu menurut saya tadi tidak sehat, masa sudah jadi Dirut masih jadi komisaris banyak perusahaan," tandas Erick Thohir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.