Sukses

Rencana Penerapan PPN Sembako Bikin Pedagang Pasar Resah

Harga kedelai yang naik tidak begitu berpengaruh terhadap pedagang melainkan isu penerapan PPN pada sembako yang dinilai meresahkan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri meminta Pemerintah untuk menghapus rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Ia menilai isu tersebut diprediksi akan menaikkan harga sembako.

“Kami minta di hentikan dulu isu ini dan Pemerintah mengumumkan penghapusan kata bahan pokok dalam RUU tersebut,” kata Abdullah kepada Liputan6.com, Jumat (11/6/2021).

Menurutnya, isu harga kedelai yang naik tidak begitu berpengaruh terhadap pedagang melainkan isu penerapan PPN pada sembako yang dinilai meresahkan para pedagang pasar Indonesia.

“Harga kedelai belum belum berpengaruh signifikan ya Justru itu BBM ini. Justru malah mengganggu meresahkan sehingga beberapa komoditas ikan konsumsi kami itu ada tambahan kenaikan,” ujarnya.

Adapun Abdullah menyebut harga sembako yang saat ini mengalami kenaikan diantaranya, telur ayam semula Rp 23.000 per kg menjadi Rp 25.000 per kg, Minyak goreng Rp 14.000 per kg menjadi Rp 15.000 per kg, daging ayam mengalami kenaikan sebesar Rp 5 ribu dari semula Rp 35.000 per pe kg menjadi Rp 40.000 per kg.

Berbeda dengan daging sapi, kata Abdullah, sejak lebaran hingga kini harganya masih tinggi dikisaran Rp 130.000 per kg.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

DPR Tolak Rencana Pemerintah Kenakan PPN untuk Sembako

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Anis Byarwati, tidak setuju jika pemerintah benar-benar menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako.

“Jelas tidak setuju, mengenakan PPN terhadap barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, menurut saya akan berpotensi semakin memberatkan kehidupan masyarakat bawah,” kata Anis kepada Liputan6.com, Kamis (10/6/2021).

Selain itu juga akan kontraproduktif dengan upaya Pemerintah menekan ketimpangan melalui reformasi perpajakan dalam revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Menurutnya, saat ini saja daya beli masyarakat masih rendah dan belum kembali normal seperti sebelum pandemi covid-19. Jika daya beli masyarakat ditekan maka secara otomatis konsumsi rumah tangga akan menurun.

“Kalau konsumsi turun berarti pendapatan pemerintah juga akan turun.  Jangan sampai kebijakan perpajakan kontraproduktif,” ujarnya.

Sebagai informasi, Pemerintah tengah menyiapkan reformasi besar-besaran di sektor perpajakan. Langkah tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUP salah satunya PPN sembako.

Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, antara lain, Beras dan Gabah, Jagung, Sagu, kedelai, Garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.