Sukses

DJP: Pajak Korporasi Indonesia Sudah Lebih Tinggi Dibanding Kesepakatan G7

Secara umum kesepakatan negara G7 terkait global minimum tax 15 persen tidak secara langsung berdampak pada sistem perpajakan Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Para menteri keuangan dari negara dengan ekonomi paling maju atau negara G7 sepakat dukungan proposal pajak dari Amerika Serikat (AS). Proposal tersebut menyerukan perusahaan di seluruh dunia untuk membayar pajak pendapatan minimum 15 persen.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan bahwa secara umum kesepakatan negara G7 terkait global minimum tax 15 persen tidak secara langsung berdampak pada sistem perpajakan Indonesia. Tarif pajak korporasi Indonesia pun sudah lebih tinggi dari 15 persen.

"Sebagaimana yang kita ketahui, tarif pajak korporasi di Indonesia saat ini sebesar 22 persen dan akan turun menjadi 20 persen pada 2022. Artinya tarif pajak kita sudah lebih tinggi daripada tarif Global Minimum Tax yang disepakati negara-negara G7," jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor, kepada Liputan6.com pada Senin (7/6/2021).

Namun, menurutnya, kesepakatan negara-negara G7 ini akan menjadi dasar yang kuat untuk konsensus multilateral yang sedang didiskusikan dalam forum OECD-inclusive framework. Indonesia menjadi salah satu anggotanya.

Sampai saat ini, negara-negara anggota terus berkomitmen untuk terlibat secara aktif dalam pencapaian konsensus global, yang tidak hanya terkait Global Minimum Tax tetapi atas pemajakan ekonomi digital secara luas, yang direncanakan tercapai pada pertengahan 2021 ini.

"Konsensus global tersebut terkait adanya tax treaty dengan negara lain. Untuk non-treaty partner, pemerintah sudah bisa melakukan pemungutan PPN produk digital dan Pajak Penghasilan (PPh) melalui UU No 2 tahun 2020," ungkap Neil.

Sementara khusus untuk PPh dari treaty partner, katanya, pemungutan dapat dilakukan setelah konsensus global tercapai dan istilahnya bukan PPh. Melainkan Electronic Transaction Tax (ETT) atau Pajak Transaksi Elektronik (PTE).

Neil mengatakan apabila konsensus global gagal tercapai, maka pada akhirnya banyak negara di dunia akan melanjutkan rencana penyusunan ataupun implementasi regulasi yang dibutuhkan untuk secara fair menerapkan skema pemajakan ekonomi digital.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Negara G7 Sepakat Tarik Pajak 15 Persen ke Perusahaan Global Besar

Sebelumnya, Para menteri keuangan dari ekonomi paling maju, yang dikenal sebagai negara G7 menyepakati dukungan terhadap proposal AS yang menyerukan perusahaan-perusahaan di seluruh dunia untuk membayar pajak pendapatan setidaknya sebesar 15 persen.

“Para menteri keuangan G-7 hari ini, setelah bertahun-tahun berdiskusi, telah mencapai kesepakatan bersejarah untuk mereformasi sistem pajak global, agar sesuai dengan era digital global — dan yang terpenting untuk memastikan bahwa itu adil sehingga perusahaan yang tepat membayar pajak yang tepat di tempat yang tepat,” ujar Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak melalui pernyataan video, Minggu (6/6/2021).

Jika diselesaikan, itu akan mewakili perkembangan signifikan dalam perpajakan global. Anggota G-7, yang meliputi Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan AS, akan mengadakan pertemuan puncak di Cornwall, Inggris, minggu depan.

Kesepakatan di antara kelompok ini akan memberikan momentum yang dibutuhkan untuk pembicaraan mendatang yang direncanakan bersama 135 negara di Paris. Para menteri keuangan dari G20 juga diharapkan bertemu di Venesia pada bulan Juli.

“Kami berkomitmen untuk mencapai solusi yang adil dalam alokasi hak perpajakan, dengan negara-negara pasar diberikan hak perpajakan setidaknya 20 persen dari keuntungan melebihi margin 10% untuk perusahaan multinasional terbesar dan paling menguntungkan,” menurut pernyataan dari G -7 menteri keuangan.

“Kami akan menyediakan koordinasi yang tepat antara penerapan aturan pajak internasional baru dan penghapusan semua Pajak Layanan Digital, dan tindakan serupa lainnya yang relevan, di semua perusahaan,” katanya.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen, yang berada di London untuk pertemuan tatap muka, memuji langkah tersebut sebagai langkah yang signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya.

"Pajak minimum global itu akan mengakhiri perlombaanpenurunan perpajakan perusahaan, dan memastikan keadilan bagi kelas menengah dan pekerja di AS dan di seluruh dunia," cuitnya.

Pada awalnya, Presiden Joe Biden dan pemerintahannya menyarankan tarif pajak global minimum sebesar 21 persen. Ini dalam upaya untuk mencegah negara-negara memikat bisnis internasional dengan pajak rendah atau nol.

Namun, setelah negosiasi yang alot, kompromi tercapai untuk menetapkan standar di 15 persen. Kesepakatan global di bidang ini akan menjadi kabar baik bagi negara-negara yang kekurangan uang, yang mencoba membangun kembali ekonomi mereka setelah krisis virus corona.

Tetapi ide Biden belum diterima dengan tingkat kegembiraan yang sama di seluruh dunia. Inggris, misalnya, tidak segera menyuarakan dukungannya untuk proposal tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.