Sukses

Garuda Indonesia Kritis, Beredar Surat Dewan Komisaris Minta Tak Digaji

Kondisi PT Garuda Indonesia (Persero) hingga kini belum membaik

Liputan6.com, Jakarta Kondisi PT Garuda Indonesia (Persero) hingga kini belum membaik. Terakhir, manajemen menawarkan opsi pensiun dini kepada para karyawannya. Hal ini dilakukan demi efisiensi yang dilakukan perusahaan.

Tidak hanya berhenti di situ saja, terbaru, Anggota Dewan Komisaris Garuda Indonesia Peter Gontha meminta penangguhan, pemberhentian pembayaran honorarium bulanan.

Hal itu tertuang dalam surat yang beredar dengan Nomor GARUDA / ANGGOTA-DEKOM- / 2021 tertanggal 2 Juni 2021.

Dalam surat permohonan tersebut, Peter juga menjelaskan Dewan Komisaris sangat mengetahui penyebab kejadian 'kritis' yang dialami Garuda Indonesia. Setidaknya ada 7 poin penting yang disampaikan Peter melalui surat tersebut.

Salah satunya yaitu tidak adanya penghematan biaya operasional antara lain GHA. Selain itu juga tidak adanya evaluasi / perubahan penerbangan / route yang merugi.

"Maka kami mohon, demi 'sedikit meringankan' beban perusahaan, untuk segera, mulai bulan Mei 2021, yang memang pembayarannya ditangguhkan, memberhentikan pembayaran honorarium bulanan kami sampai rapat pemegang saham mendatang, dimana diharapkan adanya keputusan yang jelas dan mungkin sebagai contoh bagi yang lain agar sadar akan kritisnya keadaan perusahaan," tulis Peter.

Hingga berita ini diturunkan, Liputan6.com masih mencoba mengkonfirmasi pihak Garuda Indonesia dan anggota komisaris Peter F Gontha akan surat tersebut. Namun belum mendapat respon. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Melihat Empat Opsi Penyelamatan Garuda Indonesia

Pandemi COVID-19 yang terjadi menambah tekanan terhadap PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sehingga berdampak terhadap kinerja perseroan.

Langkah terbaru yang dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dengan menawarkan pensiun dini kepada karyawan. Selain itu, beredar dokumen yang menyebutkan empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia.

Opsi itu juga melihat dari hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain. Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut kepada Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra enggan untuk berkomentar banyak.

"Cek Kementerian BUMN ya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga belum menjawab pesan singkat dan mengangkat telepon saat dihubungi Liputan6.com hingga artikel ini tayang.

Mengutip dari dokumen tersebut, Selasa (1/6/2021), opsi-opsi itu antara lain, pertama,  pemerintah akan terus mendukung Garuda Indonesia melalui pemberian pinjaman dan suntikan ekuitas. Hal ini contohnya dari Singapore Airlines, Cathay Pacific, dan Air China.

Meski demikian opsi ini memiliki catatan antara lain berpotensi meninggalkan Garuda Indonesia dengan utang warisan yang besar akan membuat situasi yang menantang di masa depan.

Kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda Indonesia. Menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban seperti utang, sewa, kontrak kerja.

Opsi yurisdiksi yang akan digunakan: US Chapter 11, foreign jurisdiction lain, dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Contohnya antara lain LATAM, Malaysia Airlines dan Thai. Namun, catatan dari opsi ini adalah tidak jelas apakah undang-undang kepailitan Indonesia mengizinkan restrukturisasi.

Opsi ketiga, merestrukturisasi Garuda Indonesia dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Garuda Indonesia dibiarkan melakukan restrukturisasi. Di saat bersamaan, mulai mendirikan perusahaan maskapai domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda dan menjadi national carrier di pasar domestik.

Contoh yang memakai opsi ini Sabena dan Swissair.  Namun, catatan pada opsi ini dieksplorasi lebih lanjut opsi tambahan agar Indonesia tetap memiliki nasional flag carrier. Perkiraan modal dibutuhkan USD 1,2 miliar.

Opsi keempat, Garuda Indonesia dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan untuk mengisi kekosongan. Mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan udara, misalkan dengan pajak bandara/subsidi rute yang lebih rendah. Maskapai yang memakai opsi ini VARIG dan Malev.  Meski demikian, catatan untuk opsi ini Indonesia tidak lagi memiliki national flag carrier.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.