Sukses

Harga Minyak Turun Lebih dari 3 Persen Imbas Kenaikan Kasus Covid-19 di Asia

Harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 2,22 atau 3,2 persen menjadi USD 66,49 per barel.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun lebih dari USD 2 pada perdagagan Rabu di tengah kekhawatiran permintaan baru karena kasus Covid-19 di Asia meningkat dan di tengah kekhawatiran meningkatnya inflasi dapat menyebabkan Federal Reserve AS menaikkan suku bunga. Hal ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Dikutip dari CNBC, Kamis (20/5/2021), harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 2,22 atau 3,2 persen menjadi USD 66,49 per barel. Level ini turun 1,1 persen dibandingkan pada perdagangan Selasa setelah naik di atas USD 70 pada awal sesi.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 2,30 atau 3,5 persen menjadi USD 63,19 per barel, menyusul penurunan 1,2 persen pada perdagangan Selasa.

Kenaikan Brent menjadi USD 70 didorong oleh optimisme atas dibukanya kembali ekonomi AS dan Eropa, sebagai konsumen minyak terbesar dunia.

Tetapi kemudian mundur di tengah kekhawatiran melambatnya permintaan bahan bakar di Asia karena kasus COVID-19 yang melonjak di India, Taiwan, Vietnam dan Thailand, mendorong gelombang baru pembatasan pergerakan.

"Sementara optimisme seputar pembukaan kembali ekonomi di Barat membantu mendorong Brent menjadi USD 70, langkah tersebut terbukti tidak berkelanjutan dan agak tidak rasional mengingat gambaran Covid di Asia," kata Analis Pasar OANDA Sophie Griffiths.

"Gambaran global untuk permintaan mungkin yang paling terpecah sejak dimulainya pandemi," lanjut dia.

Meskipun demikian, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan harga minyak stabil dan pasar secara kasar seimbang, dengan permintaan sedikit melebihi pasokan.

Ketidakpastian inflasi juga mendorong investor mengurangi eksposur terhadap aset berisiko seperti minyak.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Suku Bunga The Fed

Ekonom Westpac Justin Smirk mengatakan spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin menaikkan suku bunga karena kekhawatiran inflasi membebani prospek pertumbuhan dan pada gilirannya pada permintaan komoditas.

"The Fed sangat serius (untuk menahan suku bunga rendah), tetapi pasar berspekulasi tentang pergerakan sebelumnya," katanya.

The Fed telah mengindikasikan bahwa suku bunga akan tetap pada level rendah saat ini hingga 2023 meskipun pasar berjangka menunjukkan investor percaya bahwa suku bunga dapat mulai dinaikkan pada September 2022.

Investor juga akan mengawasi data stok produk dan minyak mentah AS terbaru dari Administrasi Informasi Energi AS yang akan dirilis pada hari Rabu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.