Sukses

Pemerintah Bidik Utang Baru Rp 323 Triliun di Kuartal II 2020

Kementerian Keuangan menargetkan total pengadaan pinjaman tunai pada kuartal II 2021 mencapai Rp323,4 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menargetkan total pengadaan pinjaman tunai pada kuartal II 2021 mencapai Rp323,4 triliun. Adapun penambahan utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Untuk penambahan bersumber dari SUN senilai Rp194,6 triliun yakni dengan mengutamakan penerbitan SUN melalui lelang, kemudian penerbitan Samurai Bond, dan Private Placement yang dilakukan dengan tujuan khusus. Selanjutnya untuk penerbitan utang SBSN Rp108,4 triliun.

“Mengutamakan penerbitan SBSN melalui lelang, penerbitan sukuk valas, private placement dilakukan dengan tujuan khusus,” tulis DJPPR dalam Laporan Debt Portofolio Review Kuartal I 2021, Selasa (18/5).

Sementara itu untuk pinjaman ditargetkan sebesar Rp20,4 triliun yakni melalui pengadaan pinjaman tunai dari World Bank, AIIB, KfW dan JICA, selain itu, sumber pemberi pinjaman dapat berubah sesuai dengan progres negosiasi dan penyiapan dokumentasi.

Lebih lanjut DJPPR juga masih melihat adanya risiko ekonomi makro dan pembiayaan yang cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, pertama pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat, tensi geopolitik akibat kemungkinan berlanjutnya perang tarif AS dengan Tiongkok dan krisis Myanmar serta adanya risiko penundaan pemberian vaksin Astrazeneca oleh beberapa Negara.

Tak hanya itu risiko tersebut akan menimbulkan dampak bagi pasar keuangan dalam negeri yakni, berpotensi meningkatkan yield surat berharga AS. Hal ini akan mendorong penguatan dolar AS dan memberikan tekanan kepada sektor keuangan emerging market.

“Perang tarif dapat memicu instabilitas politik di kawasan dan penundaan pemberian vaksinasi dapat menyebabkan percepatan pemulihan ekonomi jadi terhambat,” tuturnya.

Oleh karena itu, untuk memitigasi risiko tersebut dalam jangka pendek hingga menengah, pemerintah akan terus memperkuat pendalaman pasar keuangan dalam negeri.

Kedua, melakukan koordinasi secara intensif dengan Bank Indonesia untuk menjaga cadangan devisa, ketiga pembatasan impor secara selektif dan pemberian stimulus pada ekspor untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.

“Keempat akan mengembangkan pasar ekspor non-tradisional dan melanjutkan program vaksinasi dengan diversifikasi produk vaksin, untuk mengurangi ketergantungan pada satu produsen,” jelas DJPPR.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangka Panjang

Sementara itu dalam jangka panjang pemerintah juga akan melanjutkan kebijakan pengurangan ketergantungan energi minyak bumi.Tak hanya itu, DJPPR mencatat juga ada risiko pembiyaan utang yang cenderung meningkat yang disebabkan oleh kenaikan US Treasury dan perbaikan ekonomi AS berpotensi mendorong capital outflow dan memperlemah kurs rupiah.

“Di tengah risiko tersebut, maka akan berdampak pada target penerbitan utang 2021 dinilai masih bisa dipenuhi meski berpotensi meningkatkan cost of borrowing,” bunyi laporan tersebut.

Sebagai informasi, total utang yang ditarik pemerintah sepanjang kuartal I-2021 mencapai Rp414,98 triliun atau 24,3 persen dari target utang bruto 2021. Utang ini berasal dari SBN sebesar Rp398 triliun dan penarikan pinjaman mencapai Rp16 triliun.

Sementara itu, realisasi utang neto hingga kuartal I tercatat Rp334,77 triliun atau 27,7 persen dari target utang neto sebesar Rp1.207,6 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.