Sukses

Pendapatan Hotel Diprediksi Masih Lesu Meski Sudah Ramai, Mengapa?

Jika harga kamar hotel yang ditawarkan dinaikkan, maka permintaan terhadap kamar juga kembali menurun.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, bisnis hotel mengalami kelesuan sejak kebijakan pencegahan penularan Covid-19 diberlakukan.

Dirinya berkata, hingga kebijakan tersebut dilonggarkan, keterisian hotel masih berkisar di angka 30 hingga 40 persen. Memang, hotel sudah terpantau ramai pemesan. Namun, hal itu tidak berpengaruh banyak terhadap pendapatan yang diraih.

"Jadi okupansi tinggi ini tidak sama dengan pendapatan tinggi. Karena apa? Hotel kan menawarkan dengan harga yang murah, jadi banyak yang pesan," ujar Maulana kepada Liputan6.com, seperti ditulis Senin (17/5/2021).

Maulana melanjutkan, dengan harga yang lebih murah dan fasilitas yang lengkap, masyarakat tentu akan memanfaatkan kesempatan ini dengan melakukan staycation dan berlibur ke tempat tertentu, meski jumlahnya tidak signifikan.

Kendati, jika harga kamar yang ditawarkan kembali dinaikkan, permintaan terhadap kamar tersebut juga kembali menurun.

"Karena masyarakat kan memesan karena harganya lebih murah, jadi incar diskonnya," katanya.

Oleh karenanya, meskipun keterisian hotel sudah mencapai 40 persen, pendapatan yang diraih hanya cukup untuk menutup biaya operasional, biaya pegawai dan biaya lainnya.

"Belum lagi ketika ada promo tambahan, paket spesial. Jadi beroperasi tapi pendapatannya dipakai untuk modal kerja," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tingkat Hunian Kamar Hotel Melonjak di Maret 2021

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Maret 2021 mencapai rata-rata 36,07 persen. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 3,83 poin jika dibandingkan dengan TPK bulan Maret 2020 yang tercatat sebesar 32,24 persen.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS, Setianto menyampaikan, peningkatan TPK hotel klasifikasi bintang ini terjadi di sebagian besar provinsi dengan kenaikan tertinggi tercatat di Provinsi Gorontalo sebesar 19,70 poin.

Selanjutnya diikuti oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 17,38 poin dan Provinsi Sulawesi Utara sebesar 15,73 poin. Sementara peningkatan terendah tercatat di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 0,85 poin dan Provinsi Papua Barat sebesar 1,36 poin.

"Di sisi lain, beberapa provinsi justru mengalami penurunan TPK hotel dengan penurunan tertinggi tercatat di Provinsi Bali sebesar 15,17 poin," jelasnya dalam rilis BPS di Kantornya, Jakarta, Senin (3/5).

Sementara jika dibandingkan dengan TPK bulan Februari 2021 yang tercatat sebesar 32,40 persen,TPK bulan Maret 2021 juga mengalami kenaikan sebesar 3,67 poin.

Di mana hampir seluruh provinsi mengalami peningkatan TPK, kecuali di Provinsi Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, dan Bengkulu yang mengalami penurunan masing-masing sebesar 6,72 poin, 0,98 poin, dan 0,92 poin.

Kenaikan tertinggi terjadi di Provinsi Aceh sebesar 15,77 poin, diikuti oleh Provinsi DI Yogyakarta sebesar 13,55 poin, dan Sulawesi Barat sebesar 11,44 poin. Sementara itu, Provinsi Maluku dan Kalimantan Selatan mengalami kenaikan terendah masing-masing sebesar 0,30 poin dan 0,37 poin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.