Sukses

Faisal Basri Ajak Boikot Bank BUMN Buntut Penonaktifkan Pegawai KPK, Pengamat: Politisasi

Ekonom Senior Faisal Basri mengajak masyarakat memboikot bank BUMN dan non BUMN akibat penonaktifan 74 pegawai KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Faisal Basri mengajak masyarakat memboikot bank BUMN dan non BUMN akibat penonaktifan 74 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Ajakan Faisal tersebut dilontarkan melalui cuitan di akun Twitternya @FaisalBasri. Menurutnya, penonaktifan pegawai KPK ini pertanda bahwa rezim ini secara moral sudah bangkrut.

Kendati, pengamat BUMN sekaligus Direktur Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan, tindakan Faisal tersebut cenderung mempolitisasi BUMN.

"Ajakan Pak Faisal Basri mempolitisasi BUMN. Kita sepakat, BUMN itu adalah entitas bisnis milik negara yang harus dijaga profesionalisme dan independensinya," ujar Achmad kepada Liputan6.com, Rabu (12/5/2021).

Menurutnya, BUMN tidak boleh diikutcampurkan dalam pusaran politik. Namun masalahnya, saat ini, banyak orang-orang politik berkiprah di BUMN sehingga ini menjadi PR yang harus diselesaikan.

"Semua BUMN ada komisaris dari orang partai atau tim sukses," ujar Achmad.

Kalaupun ajakan memboikot bank BUMN dan non BUMN tersebut diiyakan masyarakat, maka tentu dampaknya bukan ke rezim yang dikritik, tapi ke stabilitas keuangan secara keseluruhan.

"Pasti. Makanya, itu Beliau emosional saja," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Protes Penonaktifan 74 Pegawai KPK, Faisal Basri Ajak Boikot Bank BUMN

Ekonom Senior Faisal Basri tampak sangat kecewa terhadap keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menonaktifkan 74 pegawainya akibat tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Bahkan, sampai-sampai ia mengajak masyarakat untuk memboikot terhadap bank BUMN dan non-BUMN, salah satunya dengan cara melakukan rush money.

Ungkapan kekecewaannya terhadap KPK coba ia lontarkan melalui rangkaian cuitan di akun Twitter @FaisalBasri. Menurut dia, penonaktifan 74 pegawai KPK merupakan pertanda bahwa rezim ini secara moral sudah bangkrut, dan amanat reformasi sudah kandas.

"Hanya ada satu kata: LAWAN!!! Jika kita semua, rakyat biasa, diam saja, rezim ini akan kian semena-mena. Ayo kita mulai dari sekarang melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme menggembosi para oligark," tulis Faisal Basri, seperti dikutip Rabu (12/5/2021).

Dia lantas mengajak netizen dan masyarakat agar jangan membeli saham perusahaan yang dikuasai oligarki, yang menurutnya sarat dengan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

"Kalau masih punya saham mereka: jual segera. Kita boikot bank-bank BUMN maupun non-BUMN yang masih dan akan terus membiayai perusahaan para oligark, terutama perusahaan tambang batu bara yang sangst tidak ramah lingkungan," ajaknya.

"Saya akan mulai dari diri saya sendiri dengan menarik seluruh uang yang ada di bank-bank itu," tegas Faisal Basri. 

3 dari 3 halaman

Tarik Saldo di Bank BUMN

Faisal mengaku bahwa dirinya sudah mulai menarik seluruh saldo yang bisa diambil di salah satu bank BUMN. Sementara saldo yang berada di dua bank BUMN lainnya akan segera menyusul.

"Hidup kita mungkin akan lebih susah. Namun, tak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Perlawanan harus kita gencarkan sampai Presiden melakukan tindakan luar biasa menyelamatkan KPK," ujar Faisal Basri.

Ragam cuitan tersebut kontan saja mendapat banyak reaksi dari para netizen. Tak sedikit yang kemudian mempertanyakan maksud Faisal Basri mengkritik penonaktifan 74 pegawai KPK, dan hubungannya dengan penarikan uang secara massal di bank BUMN dan non-BUMN.

Utamanya pada cuitan pertama @FaisalBasri, yang menilai rezim secara moral sudah bangkrut gara-gara pencopotan 74 pegawai KPK. "Masa bangkrut gara gara 75 orang yang gagal TWK itu, Pak?" tulis akun @DenBey04.

"Semoga analisanya tidak subyektif krn emosi berlebihan melebihi logika dan nalar yg jernih... Framming selamatkan 75 pegawai=selamatkan KPK??? Mungkin bisa diperjelas parameternya dan ukurannya apa, biar kesimpulan yg ditarik tidak bias dan responsible," ketik akun @budisiswa01. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.